Nathan White
"Aku minta maaf... Aku tidak tahu kamu menungguku malam itu... Aku baru saja mendapatkan dan membaca surat itu kemarin... seandainya aku tahu saat itu.. aku seharusnya datang menemuimu.. Aku tidak akan membiarkanmu menunggu sepanjang malam.. Aku berharap...Aku benar-benar berharap aku datang dan menemuimu " aku memeluknya erat. Sesaat aku melepaskan pelukanku dan mengusap air mata yang membasahi pipinya.
"Jangan menangis.." sebelum ia sempat berkata, aku menciumnya lembut.. Aku sangat merindukannya.. aku juga sangat menyayanginya... senyuman tergambar jelas di wajahku ketika ia membalas ciumanku.. Kami melepasakan sentuhan kami dan saling menatap dan tersenyum..
"Ayo kita segera kembali dan menikmati makan malam kita." Kataku dan menuntunnya kembali ke meja kami. Sesaat setelah kami duduk di meja kami, aku melihat handphonenya di atas meja yang terus bordering menandakan ada panggilan masuk. Aku melihatnya menatapku dan aku mengangguk pelan memberikannya tanda untuk menerima panggilan telepon itu. Pelayan mulai datang dan menyajikan makan malam kami di atas meja. Aku masih memperhatikannya saat menerima telepon. Seketika wajahnya berubah, aku dapat melihat raut khawatir dan sedih dari tatapannya.
"Apa yang terjadi? Oh Tuhan.. apa ia sudah bernafas dengan normal kembali? Aku akan segera kembali.." aku menatapnya yang menatapku dengan cemas setelah mematikan sambungan telepon itu.
"Nath... Alya demam dan kejang.... Marie baru saja menghubungiku.. dia sedang dalam perjalanan membawa Alya ke rumah sakit... boleh.. bolehkah kita segera kesana sekarang?" kepanikan terdengar dari ucapannya yang terbata-bata.
"Baiklah, tenanglah.. dia akan baik-baik saja.." aku berdiri dari kursiku dan segera mendekatinya dan memeluknya. Aku dapat merasakan tubuhnya yang gemetar dalam pelukanku.
"Tunggu disini sebentar ya..." kataku dan segera berlari ke kasir untuk menyelesaikan pembayaran. Aku memberikan kartu ku dan menunggu kasir itu untuk menyelesaikan tugasnya. Aku mengambil sebuah kotak kecil yang ada di saku jas ku. Aku menghela nafasku menggengamnya erat. Mungkin tidak sekarang... waktunya tidak tepat Nath.. aku meletakan kembali kotak kecil itu di saku jasku dan segera kembali pada Ariella yang sedang menungguku.
Kami sesegera mungkin menuju ke rumah sakit. Aku masih menggengam tangannya yang dingin di pangkuannya.
"Dia akan baik-baik saja..." kataku menatapnya. Ia masih menangis lalu menatapku dan mengangguk pelan serta mempererat genggaman tangan kami.
Setibanya kami di rumah sakit, Ariella segera berlari menuju unit gawat darurat, aku mengikutinya sedikit berlari di belakangnya. Aku melihat Marie yang sedang duduk di depan ruangan dengan Anna yang bersandar di pelukannya.
"Biar aku yang menggendongnya." Aku segera memeluk Anna. Marie berbicara dengan Ariella dan sesaat kemudian Ariella segera masuk ke ruangan untuk menemani Alya.
"Daddy..." katanya dan meletakan kepalanya di bahuku.
"Ssshh... Tidak apa apa ya Anna.. daddy ada disini... tidurlah" aku mengusap punggungnya hingga aku dapat merasakan ia sudah tidak bergerak lagi dan sudah tertidur dalam pelukanku. Aku menoleh ketika melihat Marie mendekatiku dan memberikan aku segelas kopi hangat.
"Maaf sudah menganggu makan malammu.. "
"Tidak.. Jangan berkata seperti itu.." kataku menggeleng.
"Aku rasa kamu harus tahu mengenai hal ini.. Alya membutuhkan terapi oksigen khusus untuk penanganan kelainan paru-parunya.."
Aku masih terdiam dan menjelaskan semua penjelasan Marie mengenai Alya dan Anna yang masih tertidur dalam pangkuanku.
"Tapi aku rasa kami tidak mampu mendanai pengobatan itu sehingga sementara pengobatannya di hentikan.. setelah Ariella mengetahui hal ini.. ia segera menjual mobilnya dan berusaha untuk mendapatkan pinjaman dari bank untuk mendapatkan dana dan tetap melanjutkan pengobatan ini.. tapi kondisi Alya semakin memburuk tanpa pengobatan itu sekarang.."
"Mengapa kalian tidak pernah ada yang memberitahukan hal ini padaku?" kataku setenang mungkin berusaha menahan amarahku.
"Kata Ariella dia akan berusaha mendapatkan dana itu dengan caranya sendiri.. Dia tidak ingin mendapatkan belas kasihan dan juga merepotkan orang lain."
"Aku ini ayahnya.. Aku seharusnya diberitahu tentang hal ini. Bisa kamu bantu aku menjaga Anna sebentar? Aku ingin bicara padanya." Aku meletakan Anna di pangkuannya dan melepaskan jasku untuk menyelimuti putriku yang sedang tertidur.
Aku berjalan memasuki ruangan perawatan dan melihat Ariella duduk di sisi tempat tidur Alya yang masih tertidur disana.
"Bisa aku bicara denganmu?" ia menatapku dan segera menghapus air matanya lalu berjalan mendekatiku.
"Yaaa.." aku memejamkan mataku, mengatur nafasku dan berusaha setenang mungkin meredakan amarahku.
"Mengapa tidak pernah memberitahu aku tentang apa yang sebenarnya terjadi dengan Alya? Jika memang pengobatan itu sangat penting, kamu cukup memberitahukan aku... dia itu putriku juga...." Ariella hanya menatapku penuh arti sebelum akhirnya ia berbicara padaku.
"Aku tidak ingin belas kasihan darimu.."
"Gosh! Itu bukan belas kasihan...kamu adalah wanita keras kepala yang pernah aku temui.. Dengar! Ini bukan mengenai kasihan, gengsi atau apapun itu.. ini tentang hidup Alya... dan aku akan melakukan apapun untukmu.. dengan atau tanpa izin darimu.." ia menatapku dengan mata nya yang berkaca-kaca.
"Dia itu bukan putrimu." Katanya pelan hampir tidak terdengar.
"Ya, dia putriku.. dia memanggilku daddy.."
"Hanya karena dia memanggilmu daddy, bukan berarti dia itu putrimu.."
"Kamu ingin berdebat mengenai hal ini?"
"Nath aku mohon... Aku hanya tidak ingin merepotkan siapapun.. Aku sudah berjanji pada adikku bahwa aku akan menjaga putrinya dan aku akan memenuhi janjiku itu selama aku hidup.. Kamu tidak bisa mencampuri hal ini..."
"Mencampuri hal ini katamu? Kamu selalu berpikir bahwa kamu itu mampu menghadapi semua ini dengan dirimu sendiri.. terkadang kamu membutuhkan seseorang untuk bersandar juga Ella.. Jika kamu ingin menjaga dan merawat Alya, dan izinkan aku mengambil bagian juga untuk melakukannya bersama denganmu... Aku tidak perduli apa yang akan kamu pikirkan atau apa yang akan kamu lakukan padaku... daddynya atau bukan.. atau kamu setuju atau tidak.. aku akan tetap memberikan pengobatan yang terbaik untuknya.. aku akan memastikan bahwa ia akan mendapatkan penanganan terbaik hingga ia sembuh.. Apa kamu tidak ingin melihat Alya yang sudah sembuh?" dan seketika Ariella memelukku erat.
Ariella menangis tersedu-sedu dalam pelukanku melepasakan semua rasa yang mungkin selama ini membebaninya. Aku hanya memeluknya erat, meyakinkannya bahwa aku ada disini untuknya, untuk putri kita, Anna dan Alya.
"Mengapa kamu sangat keras kepala? Kamu tahu aku ada disini menemanimu.. dan akan selalu disini bersamamu.. Kita akan memberikan pengobatan yang terbaik untuknya.. Aku janji." Ia mengangguk dan aku mengecup kepalanya.
Ariella Grace
Aku terbangun di sisi tempat tidur Alya, aku menemaninya tertidur di tempat tidurnya dan memegang tangannya. Alya tidak suka ketika suster memasang infus di tangannya pasti ia menangis ketika suster melakukannya, aku mengusap pelan tangannya dan memberikan kecupan di dahinya.. Alya sayangku.. mama mohon, Alya harus baik-baik saja, berjuang sama mama ya nak.... Aku melihat jam menunjukkan sudah lewat tangah malam dan aku melihat Nathan yang tertidur di sofa ruang perawatan Alya. Anna dan Marie pulang ke rumah setelah Darren menjemput mereka. Aku berjalan mengambil selimut di dalam lemari dan menyelimuti Nathan yang sedang tertidur.
Nathan benar... Aku membutuhkan seseorang untuk bersandar.. Aku membutuhkannya.. Aku mengusap lembut rambutnya dan ia bergerak dari tidurnya. Nath.. terima kasih sudah kembali.. untuk putri kita... untukku...
"Selamat malam Nath" Aku mengecup dahinya...
Update 3 Chapter untuk semua pembacaku yang super baik....
Vote dan comment ya! Terima kasih semangat dan atusiasnya untuk membaca Me Mom With(out) Daddy.... :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Me, Mom with (out) Daddy ( INDONESIA )
Romance"Mama..." Aku melihat Anna berjalan mendekat, aku menghapus air mata di pipiku dan tersenyum padanya. "Apa kamu terbangun di malam hari?" "Maafkan aku... maafkan aku mama..." katanya segera mendekati dan memelukku erat. "Maafkan mama juga sayang...