INGAT! Cerita ini akan membuat mata kalian berkaca-kaca.
"Beberapa scene dan dialog terinspirasi dari kisah nyata."
Selamat menikmati sajian kisah manis yang terbalut oleh perasaan suka, luka, linangan air mata hingga kepergian sosok tercinta.
***
Melodi-melodi alam terdengar syahdu, nada-nada rintiknya menambah alunan kalbu. Aromanya membaui indra penciuman yang sebelumnya terkena butiran-butiran debu. Namun semua itu terjadi beberapa saat yang lalu.
Semilir angin awal bulan Desember berembus menerpa tubuhku. Hujan belum lama berhenti membasahi kawasan kota Bandung. Menyisakan awan pekat yang bergelantung di langit dan hawa sejuk siang pulang sekolah ini. Sebenarnya siang menuju sore, sebab saat ini jam sudah menunjukkan pukul 3 lebih sekian menit.
Aku berdiri di depan gerbang sekolah. Menunggu Refal, sahabatku yang sedang mengikuti ulangan matematika susulan di ruang guru. Aku tak habis pikir, apa yang dilakukan Refal di dalam sana? Oh ya tentu saja sedang mengerjakan soal yang menurutnya rumit itu. Tapi tak seharusnya ia mengabaikanku terlalu lama di luar sini dengan badan yang menggigil terkena terpaan angin.
Aku memasukkan kedua tangan pada saku celana abu-abuku. Benar-benar bodoh diriku ini. Dalam kondisi cuaca yang seperti sekarang tak seharusnya aku terlalu rajin mencuci jaket, akibatnya beberapa stel jaket yang kupunya masih dalam keadaan belum kering, sehingga aku harus rela mengorbankan tubuhku ini terkena angin yang membuat badan gemetar.
Aku mengembuskan napas, menatap ke sekeliling depan sekolah. Ternyata masih ada empat anak perempuan yang sedang berdiri di bawah pohon sambil asik mengobrol entah apa. Mungkin soal cinta? Entahlah. Menurutku pribadi mereka sepertinya masih anak kelas sepuluh mengingat wajah-wajah mereka yang asing di kalangan kelas sebelas dan dua belas.
Aku memperhatikan keempat cewek itu saksama, semuanya tampak mengenakan jaket dengan style yang berbeda-beda. Rambut mereka sesekali berkibar tertiup angin.
Seseorang di antara mereka menoleh menatapku sekilas, dia yang memakai jaket varsity berwarna biru muda. Entah mengapa cewek itu sangat menarik perhatianku. Kenapa harus dia yang melirik ke arahku? Tetapi bukankah itu suatu hal yang menyenangkan, karena menurutku dia yang paling cantik di antara teman-temannya.Aku masih setia memperhatikan tingkah mereka, sambil mengeluarkan ponsel dari saku kemeja, pura-pura sibuk menggeser-geser layar, sesekali mengecek pesan WhatsApp. Kulakukan ini tentu agar tidak terlihat mati gaya. Apalagi di dekat adik-adik kelas yang kece itu. Tanganku memegang ponsel namun pandanganku sesekali menatap ke arah mereka.
Angin kencang kembali berembus, aku tak sengaja melirik ke arah atas pohon, ketika sebuah dahan ranting bergerak-gerak terkena angin siap jatuh melawan gravitasi. Aku melirik keempat cewek itu yang masih asik bergurau dan mereka tak akan sadar bahwa mereka dalam bahaya, terutama cewek itu. Dia yang berada persis di bawah pohon tersebut. Sementara dahan pohon itu sepersekian detik patah dan siap jatuh ke bawah. Tak berpikir lama lagi, aku segera memasukkan hp ke dalam saku lalu melesat ke arah cewek itu.
"Awas!" seruku seraya mendorong tubuh cewek itu. Kontan mereka menjerit histeris khas cewek remaja sambil berlari melindungi diri. Dalam hitungan detik tubuhku terjerembab, dahan ranting itu menimpa punggungku. Ah sial, kenapa pohon sialan ini harus beraksi di saat-saat seperti ini? Tidak apa-apa, aku kan cowok kuat, toh ranting pohon ini tak sebesar yang kukira meski perih terasa di punggungku, lecet pada lengan kananku dan tentunya membuat kotor seragamku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perpisahan Kala Hujan [Completed] ✔
Teen Fiction(𝐓𝐫𝐮𝐞 𝐒𝐭𝐨𝐫𝐲) Inilah kisah kami yang sederhana. Tidak hanya tentang baper karena cinta, tapi juga baper karena persahabatan. Tidak hanya tentang selaksa peristiwa yang membuat tawa, tapi juga perjuangan serta air mata. Inilah kisah kami yang...