Eps.3 - Ungkapan Isi Hati

832 134 346
                                    

"Tak perlu menunggu pelangi datang setelah hujan reda. Karena dengan hadirmu saja sudah mampu menggantikan indahnya bias pelangi senja."

***

Sepulang sekolah, aku berdiri di depan gerbang menunggu Salsha sekedar untuk menyapanya. Aku berusaha terlihat rileks, seperti sebelum-sebelumnya. Jangan sampai wajahku terlihat pucat apalagi tegang. Seperti biasa, Refal mengajak pulang bersama, tetapi untuk kali ini aku membiarkan sahabatku itu pulang sendiri.

Mendung masih setia menggelayut setiap hari di bulan Desember ini. Aku mengedarkan pandangan, menyibak rambut hitamku dengan jari-jari tangan. Tak lama kemudian seseorang yang kutunggu akhirnya terlihat. Salsha berjalan santai bersama kedua sahabatnya.

Aku memberanikan diri muncul di hadapan mereka, menarik napas perlahan lalu mengembuskannya pelan.

"Hai ...," kataku yang syukurlah terdengar santai.

"Kak Lukas!" sapa Salsha, posisinya yang di tengah menggandeng kedua lengan sahabatnya di kiri dan kanan. Dia menatapku lalu berkata, "Kebetulan ada yang mau kenalan sama kakak." Salsha melirik ke arah kirinya. Aku mendapati cewek tersebut yang kutahu tadi tersenyum kepadaku saat di perpustakaan.

"Aku Liliana," ucap cewek di sebelah kiri Salsha. Aku mengangguk takzim.

"Gue Ista, salam kenal, Kak. Lo yang kemarin kejatuhan dahan pohon, kan? Gimana sekarang? Udah baikan?" Cewek di sebelah kanan Salsha bertanya secara beruntun yang sukses membuatku takjub.

Senyuman terlukis di wajahku seketika itu juga. "Oke Ista, salam kenal juga." Aku terkekeh pelan. "Iya gue yang kemaren jatuh dan sekarang gue ngga apa-apa kok."

Ista mengangguk mantap. "Syukurlah kalau gitu."

"Betewe, nama lengkap lo bukan Istana Bintang, kan?" kataku yang segera merasa bahwa Ista merupakan sosok anak yang ceria.

"Pengennya sih gitu, Kak, biar unik." jawab Ista sambil tertawa pelan.

Tak lama kemudian Lili dan Ista berjalan menuju halte terdekat, meninggalkan Salsha yang arah jalan pulangnya tak sama dengan kedua cewek tersebut.

Sebelumnya aku tidak menyangka hal seperti ini akan terjadi, aku bersama Salsha menaiki bus yang sama sambil mengobrol banyak hal. Ternyata rumah dia berada di kawasan Jalan Dago.

"Salsha ... ehm tanggal lahir lo 12 Februari ya?" Aku bertanya saat berada dalam bus di samping Salsha yang duduk di dekat jendela. Separuh penumpang bus yang sebelumnya berjumlah bejibun kini sudah berkurang banyak. Membuatku lega sekaligus bisa berkesempatan untuk duduk.

"Iya bener. Kok Kak Lukas bisa tahu?" Salsha mengernyitkan dahi. "Oh ... pasti ngelihat di Facebook, kan?" lanjut Salsha sambil menoleh, menatapku.

Aku lantas menggeleng dengan raut serius. "Ngga, gue cuma asal nebak," sahutku berbohong. Padahal seratus persen benar kalau aku memang stalker di akun Facebook-nya.

"Masa sih? Kok bisa tepat. Apa jangan-jangan Kak Lukas bisa menerawang ya?" Salsha menatapku curiga, mimik wajahnya terlihat lucu, membuatku nyaris tertawa.

"Bukan kok, gue bukan yang semacam gitu. Gue cuma nebak doang," jawabku berkelit.

Salsha mengerucutkan bibirnya entah bermaksud apa. Tampaknya dia tidak percaya. Namun seandainya dia tahu atau bertanya, tanggal lahirku tepat 2 hari setelah tanggal lahir dia, hanya saja selisih satu tahun. Tahun kelahiran kami.

Perpisahan Kala Hujan [Completed] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang