Eps.36 - Filosofi dan Simbol Keakraban

228 18 71
                                    

Pelangi melengkung indah di langit bagian timur pada sore seusai diguyur hujan beberapa saat. Aku mengagumi pesona alam dengan mengabadikan bias warna-warni tersebut melalui ponsel dan takluk melihat hasil jepretan yang kudapat. Menawan. Itulah kata yang tepat setelah sekian lama aku tak melihat adanya pelangi.

Memasukkan ponsel ke dalam saku celana, aku bergegas melangkah menuju sebuah taman untuk kepentingan tugas bahasa Indonesia yaitu mewawancarai pedagang asongan yang sering terlihat di sepanjang trotoar. Tentu saja aku tidak sendiri, Juno yang kebetulan sedang duduk sebangku denganku menjadi teman kelompokku. Mengingat teman sebangku, bayangan Refal kembali terlintas di dalam benak. Tak habis pikir dengan cowok itu yang masih betah berada di Bali di saat tugas sedang padat-padatnya.

Beberapa detik berlalu berganti menjadi menit, kini aku sampai di tempat penuh orang lalu lalang ini. Mengembuskan napas seraya mengenyahkan bayangan Refal, aku menatap sekeliling kompleks taman. Juno nampaknya belum datang. Aku sedang mengeluarkan ponsel ketika mataku tak sengaja menangkap sosok cewek yang tak asing sedang duduk sendiri sambil menikmati minumannya. Mendadak aku jadi teringat sesuatu. Mengangguk takzim, aku berjalan mendekati cewek tersebut.

"Sendirian aja, Neng?" tanyaku begitu menjatuhkan diri pada kursi di sebelah cewek berkucir satu yang tertutup topi warna putih.

Sontak saja cewek tersebut menoleh cepat. Aku tertawa pelan mendapati ekspresi cewek itu yang memberengut kesal.

"Kak Lukas? Ngapain di sini?" Cewek bertopi putih tanya balik.

"Ada tugas wawancara pedagang. Lo sendiri? Lagi nungguin Dicky, ya?" Aku tertawa menggoda Lili yang berhasil membuat rona merah di wajahnya.

Lili menggelembungkan pipinya. "Engga kok. Lagi nyantai aja. Nyari udara segar."

"Nyari udara segar tuh harusnya di gunung." Aku melirik ke arah Lili. "Sori deh, gue jadi ganggu waktu nyantai lo," lanjutku setelah melihat Lili hanya bergeming.

Lili menggeleng. Mengulum senyum. Syukurlah kedatanganku tidak membuat dia merasa terganggu.

"Engga kali, Kak. Santai aja ... toh aku jadi ada temen. Kak Lukas sendirian?" tanya Lili kemudian.

"Bareng sama Juno. Tapi dia belum nongol. Oh iya, kebetulan gue mau nanya sesuatu sama lo nih." Sebelum Juno menampakkan batang hidungnya, aku harus mengetahui sebuah kebenaran terlebih dahulu.

Lili menoleh ke arahku, tampak heran. "Soal?"

"Ehm ... lo beneran udah jadian sama Dicky, ya?" Aku mengucapkan kalimat tersebut dengan ekspresi setenang mungkin.

Lili tertegun sejenak sebelum menjawab, "Kak Lukas kepo ya?" Lili tertawa pelan yang membuat aku jadi sedikit tidak enak.

"Bukan gitu sih .... Tapi bukannya lo suka sama Juno? Gue inget waktu kita duduk seperti ini di taman depan sekolah lo nanya-nanya soal Juno. Gue pikir lo suka sama Juno," jelasku berusaha mengingat momen itu.

Lili kembali tertawa pelan mendengar penuturanku. Sialan. Kenapa akhir-akhir ini aku sering ditertawakan saat berusaha meluruskan sesuatu. Aku jadi teringat saat mencoba memberitahu Friska soal di balik hubungan Alvin-pacar Friska-dengan Bu Tania. Raut wajah yang ditampilkan Lili bahkan hampir sama seperti Friska saat itu. Bodoh, aku jadi mengumpat diri sendiri di dalam hati.

"Jadi gara-gara aku nanya soal Kak Juno terus Kak Lukas nyimpulin kalau aku naksir Kak Juno?" Lili berkata sambil menatapku.

Aku memalingkan wajah berusaha terlihat biasa saja. Mengedikkan bahu lantas aku berkata, "Ya ... emang bener, kan?"

"Ngga bener, Kak. Aku ngga naksir kok sama Kak Juno. Lagian waktu itu aku cuma sekedar nanya. Yah ... buat nyari topik obrolan lah," Lili terkekeh sebelum menyedot minumannya.

Perpisahan Kala Hujan [Completed] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang