"Terima kasih. Kalian memang yang menghilangkan senyumku. Tapi kalianlah juga yang mengembalikan senyumku dengan senyuman yang lebih berarti."
***
Aku tidak tahu apa maksud Lili dan Ista meminta penjelasan dariku soal materi pelajaran bahasa Indonesia tentang unsur intrinsik dan ekstrinsik. Padahal menurutku mereka adalah tipe cewek yang pintar.
Sekitar satu jam berada di kantin sambil mengajari Lili dan Ista, akhirnya aku terbebas juga. Aku akan mengistirahatkan pikiran. Tidur sejenak, lalu terbangun untuk memutar otak agar bagaimana caranya ketiga temanku mau memaafkan aku.
Aku mengambil kunci yang kuletakkan di tas, lalu membuka pintu kamar kosku perlahan. Namun apa yang terjadi di depanku? Apa yang terjadi pada kamar kosku? Aku mengerjapkan mata berkali-kali. Berharap ini hanya mimpi. Berharap ini hanya ilusi dalam kepenatan pikiran. Namun aku sadar ini bukan mimpi, ini nyata. Di depan mataku, kamar kosku ini sudah seperti kapal pecah. Semuanya berantakan. Kursi belajarku terbalik, semua buku-buku tersebar berserakan di semua penjuru kamar, seprai kasurku terlepas, foto aku dan ketiga temanku di meja belajar telah pecah dan lemari kecil tempat pakaian sudah berpindah tempat. Aku berlari ke kamar mandi lalu membuka pintunya. Di dalam tidak terjadi sesuatu seperti yang kupikirkan, aku kembali ke kamarku dan berjalan mendekati cermin.
WARNING!
NYAWA LO DALAM BAHAYA!Tulisan tersebut tertulis di cerminku. Tidak, tulisan tersebut tidak ditulis menggunakan darah, tetapi berwarna merah menyerupai darah. Namun entah apa sebenarnya itu aku tak bisa berpikir jernih saat ini. Apa-apaan maksud semua ini? Apa mungkin ini semua ulah Gio? Iya aku teringat tatapan-tatapan Gio terhadapku selama ini. Dia tidak suka lantaran aku dekat dengan Friska. Apalagi tadi pagi Friska terang-terangan menggandengku, mengabaikan ajakan Gio. Ah sial. Kalau sampai benar Gio sang pelaku, aku tak segan-segan melaporkan ulahnya ke pihak yang berwajib.
Aku harus minta bantuan siapa? Ketiga sahabatku sedang mendiamkanku. Aku frustrasi. Kalau benar Gio sudah melakukan tindakan ini, lantas dia mau aku seperti apa? Menjauhi Friska? Entahlah. Semua ini membuat aku pusing. Kepalaku sakit. Aku terduduk di lantai, lalu bangkit lagi teringat sesuatu. Ibu kos. Iya, pasti beliau tahu sesuatu. Pintu kamar ini terkunci dan kunci itu selalu kubawa. Pasti pelakunya menyelinap lewat akses jendela. Sial. Jendela itu memang mudah sekali dicungkil dari luar.
Aku berlari mencari Bu Yani, ibu kosku. Aku harus menanyakan sesuatu.
Ibu Yani terlihat sedang menyapu halaman. Aku menghampirinya. "Permisi, Bu?"
"Lukas? Ada apa?" Bu Yani menghentikan aktivitasnya sesaat.
"Ehm ... ibu lihat ngga ada orang yang mencurigakan di sekitar sini?"
Bu Yani kontan celingukan ke kiri dan kanan seperti sedang menonton pertandingan bulu tangkis. "Mencurigakan? Ngga ada tuh."
"Maksudnya, dari tadi ngga ada orang asing gitu?" tanyaku lagi. Siapa tahu Bu Yani melihat sesuatu.
"Ngga ada orang atau siapa pun itu. Emang kenapa?" tanya Bu Yani curiga. Aku menggeleng mengatakan tidak ada apa-apa.
Jadi Bu Yani tidak melihat sesuatu pun?
Aku memutuskan balik ke kamar kos. Bersiap berbenah merapikan kapal pecah ini sebelum Bu Yani tahu, lalu tak segan-segan mengusirku. Beliau kan orang yang sangat perfectionist. Tidak suka segala sesuatu yang berbau berantakan.Barang pertama yang kuambil adalah foto. Foto kami berempat. Sudah pecah buat apa disimpan? Dengan hati yang kesal, aku masukkan foto tersebut ke tong sampah di depan. Aku mulai melanjutkan menata kembali ruangan kamar dengan pintu tertutup, takut kalau-kalau ibu kost mengintip curiga atas pertanyaanku barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perpisahan Kala Hujan [Completed] ✔
Teen Fiction(𝐓𝐫𝐮𝐞 𝐒𝐭𝐨𝐫𝐲) Inilah kisah kami yang sederhana. Tidak hanya tentang baper karena cinta, tapi juga baper karena persahabatan. Tidak hanya tentang selaksa peristiwa yang membuat tawa, tapi juga perjuangan serta air mata. Inilah kisah kami yang...