Extended Version - Catatan Lukas

172 7 3
                                    

Sepercik embun di kaca jendela kamar terlihat bening bagai mata air. Hawa sejuk menandakan betapa mulianya Tuhan memberikan kenikmatan kepada setiap insan yang mau bersyukur. Waktu kian berjalan, sang raja langit menyinari bumi silih berganti.

Semua terasa begitu cepat berlalu. 3 tahun masa-masa putih abu-abuku akan tutup buku. Akan selesai dan siap memulai kisah yang baru.

Ujian kelulusan baru saja kami selesaikan, saatnya kami menunggu pengumuman. Aku tersenyum tipis membayangkan kilas balik semua kejadian dan kenangan selama bersekolah di SMA Merah Putih. Banyak kejadian-kejadian menarik maupun kejadian klise yang pernah aku rasakan.

Beranjak dari tempat duduk, aku membuka jendela kamar kosku pelan-pelan. Dengan segera udara segar pagi hari masuk ke dalam ruangan. Aku melihat Jian yang sedang mengagumi bunga-bunga yang sengaja dirawatnya akhir-akhir ini. Mengagumi. Aku bisa melihat mata Jian penuh pancaran sinar bahagia begitu memotret bunga-bunga di depan kamar kosnya.

"Pagi, Kak Lukas." Jian berseru tanpa melihat ke arahku. Heh, tahu saja dia kalau aku sedang memperhatikannya.

"Perhatian banget sama bunga. Kapan perhatian sama doi?" sahutku sengaja meledek.

"Lelah aku perhatiin dia yang nggak kunjung peka." Jian tersenyum tipis.

"Maksud lo si Willy? Bukannya kalian..."

"Aku nggak ada nyebut nama Willy, Kak."

Aku tertawa pelan, berbalik dan mengambil sebuah buku catatan yang mulai usang.

Membuka lembaran kosong, aku lantas mulai menuliskan sebuah catatan di sana.

Refal Dhirgantara, apa kabar, kawan? Aduh sepertinya pertanyaan ini konyol, tentu kamu akan selalu baik-baik saja di atas sana.

Fal, tanpa terasa ya sudah genap 4 bulan kamu pergi meninggalkan kami semua. Bangku kosong di sebelahku tak berpenghuni lagi sejauh ini. Sepi tau, nggak ada kamu.

Tapi aku membiarkan namamu terukir abadi di atas meja kok. Meski hanya bentuk ukiran bernada sebuah nama, tapi tak masalah bagiku, bagi kami semua. Kamu tahu, kenangan-kenangan pada masa itu terlalu manis untuk dilupakan, sangat istimewa untuk disimpan.

Eh Refal, kamu juga pasti tahu kalau kami semua hampir lulus. Kami akan segera meninggalkan bangku SMA. Meninggalkan gedung sekolah yang menjadi tempat awal mula bertemunya aku, kamu, dia dan mereka semua sebelum akhirnya merangkai menjadi satu dan membentuk kata 'kita'.

Meninggalkan selaksa kisah peristiwa di antara masing-masing dari kami.

Kini tak lama lagi kami akan menjadi alumni, Fal. Berwisuda, mengenakan kemeja putih dilapisi jas hitam serta berdasi rapi. Tak lupa, sepatu mengkilap yang sudah disiapkan jauh-jauh hari.

Kami bahagia namun juga merana, Refal. Saat itu tiba, ragamu memang tak ikut bersama kami. Namun aku yakin, kamu menyaksikan kita semua dalam balutan seragam wisuda dari atas sana, dengan senyuman terbaikmu.

Oke sekarang jujur-jujuran, aku Lukas, merindu bercanda bersamamu, hahaha. Willy juga merindukan optimismemu itu kalau lagi jelang pertandingan voli. Juno juga kangen karya-karyamu. Arana rindu segala tentangmu, katanya. Aku nggak tahu sih, Fal, apakah Arana masih mencintaimu atau engga.

Oh iya, Ista pernah bilang kalau dia kangen suaramu saat mengatakan cinta padanya. Lalu Salsha dan Lili akan selalu rindu semua kebaikanmu.

Lihatlah, Refal. Kami semua sangat merindukanmu. Namun terkadang kamu hanya sesekali datang dalam bunga tidur kami. Biar kutebak, pasti kamu tidak merindukan kami dan ayah ibumu, sebab kamu selalu melihat kami dari atas sana. Itu benar-benar tidak adil!

Perpisahan Kala Hujan [Completed] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang