Aku begitu salut dengan Refal, yang berhasil membungkam kesombongan tim kelas 12 IPA 4. Dari sini, aku bisa melihat raut muka Jufanto yang seperti sedang melamun, mungkin memikirkan menahan cara agar tidak malu.
Kami berseru puas dengan skor kelas kami yang lebih unggul. Menyoraki tim supporter lawan yang sesumbar, seperti tidak terima.
Tak lama kemudian, Pak Bams kembali membunyikan peluit dengan keras. Seolah Jufanto Cs tersentak dalam lamunan dan berganti menampilkan wajah penuh waspada. Refal sudah bersiap dengan bola di tangannya. Apakah bola tersebut menuju ke arah Jufanto?
Tanpa ragu, Jufanto pun menyiapkan kuda-kuda jika sewaktu-waktu bola datang dia dalam keadaan siap sedia. Di seberang net, Refal terlihat sudah melakukan ancang-ancang, dan sepersekian detik siap melompat lebih tinggi.
Pergerakan Refal tak sedikit pun lepas dari pandangan Jufanto. Bola melesat cepat dan ternyata memang mengarah ke hadapannya. Pergerakan bola yang cepat terlihat zik-zak dan mungkin akan sulit dihalau. Tak disangka, Jufanto justru memejamkan matanya rapat-rapat.
Kami berkoar kecewa saat bola ternyata menabrak net. Dan seketika teriakan seru dari tim dan pendukung kelas 12 IPA 4 membahana. Membuat Jufanto membuka matanya, dan melihat teman satu timnya sedang bersorak senang. Mengabaikan dirinya yang speechless.
Pertandingan berlanjut hingga set kedua. Tentu saja semakin memanas. Smash-an demi smash-an dilancarkan oleh kedua tim. Hingga skor saling bekejaran, saling salip menyalip dengan perbedaan angka yang hanya selisih tipis sekali.
Waktu terus berjalan, tim kelas 12 IPA 4 unggul sementara. Namun di menit terakhir yang menegangkan, tak disangka Refal kembali melakukan aksinya dan berhasil menambah skor untuk tim kami. Dengan begitu, peluit tanda berakhirnya pertandingan telah berbunyi nyaring. 12 IPS 1 menang dengan skor yang cukup tipis dengan tim lawan.
Detik berikutnya, sebuah petasan tanda kemenangan berbunyi keras, mengagetkan sebagian kerumunan yang sedang bersorak sorai gembira. Kami--penghuni kelas 12 IPS 1--menghambur ke tengah lapangan dan berusaha mengarak Refal, tapi cowok itu berusaha berkelit sehingga membuat kami tak jadi mengangkatnya. Kulihat Willy berselebrasi dengan membuka kaosnya yang basah oleh keringat. Semua pasang mata melotot tak habis pikir.
"Lo pikir lo sekeren Jonathan Christie, apa?" kata Anissa mencibir. "Beda jauh, keleus."
Memang, saat itu sedang viral saat Jonathan Christie memenangkan pertandingan bulu tangkis dan berselebrasi membuka baju. Mungkin Willy ingin mengikuti gayanya.
Masih dilanda euforia kemenangan, tak sengaja aku mendapati Anissa yang sedang berkaca-kaca, tatapannya memandang ke suatu arah dan aku mengikutinya. Di salah satu kerumunan tim kelas 12 IPA 4, Tito sedang memberikan sebotol air mineral dingin untuk Destin. Tentu saja hal itu membuat Anissa sakit hati. Lagi pula cewek mana yang tidak sakit saat mantan kekasihnya kini berpacaran dengan rivalnya.
Aku tersenyum, lalu mendekati Anissa.
"Udah, Nis. Move on. Lupakan yang telah lalu. Gue yakin, tanpa dia lo tetap bersinar. Sebab, ada ribuan lampion terang di depan sana yang siap menerangi hari lo, Nis." Aku menepuk bahu Anissa. Meskipun bersifat alay dan sebagainya, namun Anissa tetaplah cewek biasa yang memiliki hati sensitif."Trims, Kas. Tapi ... dia salah satu kenangan terindah di hidup gue," jawab Anissa sendu.
"Percayalah, Nis, kalau Tito jodoh lo kelak, dia bakal balik lagi ke hadapan lo. Lo tahu, kan? Bahkan senja pun rela melepaskan indahnya jingga untuk digantikan menjadi pekatnya malam. Jadi, lo harus seperti senja, rela melepaskan kenangan terindah lo. Gue yakin pasti lo bisa," ujarku meyakinkan.
Anissa tampak menitikkan cairan bening di matanya. "Tapi kadang manusia salah mengira jika hanya senja yang mampu berikan keindahan. Padahal fajar pun selalu bersedia menemani untuk memulai hari dengan pesonannya," sahut Anissa ikutan berfilosofi, membuatku mengulum senyum tak menyangka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perpisahan Kala Hujan [Completed] ✔
Novela Juvenil(𝐓𝐫𝐮𝐞 𝐒𝐭𝐨𝐫𝐲) Inilah kisah kami yang sederhana. Tidak hanya tentang baper karena cinta, tapi juga baper karena persahabatan. Tidak hanya tentang selaksa peristiwa yang membuat tawa, tapi juga perjuangan serta air mata. Inilah kisah kami yang...