Dalam keheningan, aku menatap bangku kosong di sebelahku. Bangku yang dahulu pernah diduduki Refal, sahabat pertama yang kutemukan saat baru masuk SMA.
Tersenyum simpul, kini aku sendiri, tanpa teman sebangku untuk beberapa bulan ke depan. Dua hari telah berlalu sejak kepergian sahabat kami. Meski demikian, nama Refal akan selalu terukir di dalam benak kami masing-masing. Hanya keikhlasan dan kerelaan yang harus kami lakukan saat ini.
Mengembuskan napas perlahan, aku membuka ransel untuk mengambil dasiku yang belum sempat kupakai. Kelas dalam kondisi lengang, semua murid berkumpul di aula untuk persiapan acara pelepasan Pak Hilman. Juga Refal.
Sembari mengenakan dasi abu-abu, aku berjalan ringan menuju luar kelas. Namun langkahku terhenti saat seseorang berdiri di ambang pintu.
"Kak Lukas? Masih di sini? Ayo cepat ke bawah, semua pengisi acara wajib stay di belakang panggung." Salsha berbicara, jalan mendekat ke arahku.
"Oh iya, Sal. Tadi habis ambil dasi dulu," sahutku sambil menggerakkan dasi.
"Seragam harus dimasukin." Salsha mengingatkan.
Aku segera mengangguk, bersiap akan memasukkan baju ketika tangan Salsha terulur ke arah leherku. Sontak saja aku tertegun tak percaya.
"Pakai dasinya yang bener dong, Kak. Kayak anak SMP aja." Salsha berkata begitu dekat, kedua tangannya cekatan merapikan dasiku. Jantungku berdentum cepat, lidah kelu dan tubuh seperti terpaku demi melihat perlakuan manis Salsha terhadapku.
Rasa hangat menjalar di seluruh wajahku, untung saja suasana kelas kosong sehingga aku tak perlu menahan perasaan malu.
"Makasih, Sal." Aku hanya mampu berterima kasih saat Salsha selesai merapikan dasi. Salsha mengangguk, lantas segera menggandeng tanganku untuk segera turun ke bawah menuju aula tempat acara berlangsung.
Dari koridor lantai dua, tampak beberapa siswa-siswi memasuki aula. Lalu lalang para pengurus OSIS juga terlihat sibuk mempersiapkan acara. Sebuah panggung sederhana sudah berdiri di ujung aula dengan latar belakang sebuah banner bertuliskan kata-kata perpisahan untuk Pak Hilman.
Didaulat menjadi MC, Lili dengan anggunnya resmi membuka acara tersebut. Sambutan-sambutan dari pihak guru, dari Pak Hendrawan selaku kepala sekolah hingga guru kesiswaan serta ketua OSIS berturut-turut berjalan dengan lancar.
Sampai acara hiburan itu tiba. Para murid yang terpilih mengisinya, termasuk aku, bersiap-siap di belakang panggung.
Tampil pertama adalah para murid paduan suara yang menyanyikan lagu hymne guru dengan kompak. Berikutnya adalah pembacaan-pembacaan puisi dari berbagai siswa, hingga akhirnya giliranku dan Salsha tiba.
Salsha telah mengikat rambut panjangnya. Menyampirkan gitar dan duduk di kursi yang tersedia. Tepuk tangan menggema di seantero aula. Aku berdehem pelan, menatap Pak Hilman yang duduk di bangku deretan depan. Beliau tersenyum lalu mengangguk takzim.
Salsha memulai intro musiknya. Aku berusaha menenangkan diri, semua akan berjalan dengan lancar.
Tanpa membaca teks pada kertas, aku memulai berpuisi dengan diiringi alunan musik.
Tiga tahun sudah aku mengenalnya...
Manusia bertekad baja...
Membagi ilmu tanpa balasannya...Bercanda bahkan pernah ada...
Serius selalu untuk membahas bahasa...Seperti kelam saat kumendengar kabar...
Tentang kepergian yang menyudahi kebersamaan...
KAMU SEDANG MEMBACA
Perpisahan Kala Hujan [Completed] ✔
Teen Fiction(𝐓𝐫𝐮𝐞 𝐒𝐭𝐨𝐫𝐲) Inilah kisah kami yang sederhana. Tidak hanya tentang baper karena cinta, tapi juga baper karena persahabatan. Tidak hanya tentang selaksa peristiwa yang membuat tawa, tapi juga perjuangan serta air mata. Inilah kisah kami yang...