Burung-burung berkicau meramaikan pagi yang sepertinya terlihat cerah hari ini. Mengepakkan sayapnya, burung-burung itu terbang dari dahan pohon satu ke dahan pohon lain, seolah-olah akan merasa bosan jika hanya singgah di satu tempat. Pemandangan tersebut selalu kudapati di pagi hari, di depan area kosku yang memang terdapat pohon yang cukup besar.
Aku sedang memutar kunci pintu, bersiap pergi ke sekolah saat mata ini tak sengaja menemukan sebuah Scoopy berwarna merah terparkir di dekat rumah ibu kos--yang bersebelahan dengan kamar kosku. Aku mengernyitkan dahi bingung seraya berpikir apakah ibu kos atau bapak kos membeli sepeda motor baru?
Merasa tak penting, aku bergegas pergi sebelum kesiangan. Namun sedetik kemudian, langkahku terhenti lantaran dari arah pintu rumah ibu kos, muncul beliau bersama seorang cewek berseragam biru putih. Bu Yani melambaikan satu tangannya ke arahku, sementara tangan lainnya merangkul pundak cewek tersebut. Aku membalas kikuk, sambil mengira-ngira siapa cewek berseragam SMP itu?
"Lukas, kenalin ... ini Jian, yang ngekos di sini juga." Bu Yani memperkenalkan aku dengan si cewek yang sedang mengulum senyum.
Sejenak aku tertegun mendengar kalimat Bu Yani. Sejak kapan Bu Yani membolehkan cewek ngekos di sini? Pasalnya kos yang kutempati selama ini adalah kos khusus putra. Kos Bu Yani hanya terdiri dari 6 kamar dengan bangunan yang membentuk huruf L serta kamar mandi di dalamnya. Dan sejauh ingatan yang kutahu bahwa dua tahun terakhir kamar tersebut ditempati oleh aku, Mas Bhakti dan Mas Putra di mana mereka adalah karyawan di salah satu pabrik roti yang lokasinya terletak tak jauh dari kos. Sejauh ini pula, Bu Yani hanya membuka kos khusus putra, namun mengapa sekarang ada cewek di sini? Apa karena sepi peminat akhirnya Bu Yani mengizinkan cewek menempati kamar yang kosong?
Aku sedang akan membuka suara ketika Bu Yani berkata, "Jadi sejak kemarin, saya resmi menjadikan kos-kosan ini untuk putra dan putri. 3 kamar untuk putra dan 3 kamar untuk putri." Aku manggut-manggut mendengar penjelasan Bu Yani.
"Hai Kak Lukas, salam kenal. Aku Jian, masih SMP kelas 3. Semoga kita bisa jadi teman," ujar cewek yang rambutnya dikucir satu itu.
Aku mengangguk, lalu membalas uluran tangannya sembari tersenyum. "Oh iya, Jian ini anak sahabat saya waktu sekolah dulu. Dia mau ngekos supaya lebih deket ke sekolah," timpal Bu Yani. Tunggu! Jadi itu alasan mengapa Bu Yani membuka kos untuk putri juga?
"Ya udah kalian mau pada berangkat sekolah, kan? Ibu masih ada keperluan. Hati-hati di jalan ya kalian." Bu Yani berjalan meninggalkan kami menuju pintu gerbang. Aku menyeringai mendengar kalimatnya yang seperti pantun.
"Ehm ... ini motor lo?" tanyaku saat Jian melangkah mendekati motornya. Jian mengangguk mantap.
"Kenapa ngekos?" tanyaku basa-basi. "Lo sekolah di SMP mana?"
Jian merapatkan jaket yang dikenakannya.
"Ya seperti yang Bu Yani bilang tadi, aku mau lebih deket ke sekolah di SMP Cendrawasih. Sekarang, kan, aku udah kelas 9, banyak pemadatan dan lain-lain. Jadi aku ngga mau bener-bener menghabiskan waktu di jalan," pungkas Jian sambil tersenyum sehingga menampakkan giginya yang gingsul.
Aku manggut-manggut mengerti. Jadi Jian sekolah di SMP Cendrawasih. Mendadak aku teringat bahwa sekolah tersebut satu jalur dan melewati SMA Merah Putih. Aku sedang akan berpikir apakah aku meminta Jian untuk ikut dengannya atau tidak saat cewek tersebut kembali bersuara, "Kak Lukas sendiri dari Jogja, kan? Ngapain jauh-jauh sekolah ke Bandung? Ngekos? Bukannya malah nambah biaya?"
Pertanyaan Jian sering aku dapati saat pertama kali aku masuk sekolah dulu. Pertanyaan yang sekiranya sama dan tentunya jawaban yang juga sama. "Gue ... ingin belajar mandiri hidup jauh dari ortu. Ngga harus ngandelin mereka saat butuh sesuatu. Terus gue juga ingin cari pengalaman bagaimana hidup di kota orang, toh temen-temen SMP gue juga banyak yang ngga lanjutin SMA di Jogja, kok," jelasku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perpisahan Kala Hujan [Completed] ✔
Fiksi Remaja(𝐓𝐫𝐮𝐞 𝐒𝐭𝐨𝐫𝐲) Inilah kisah kami yang sederhana. Tidak hanya tentang baper karena cinta, tapi juga baper karena persahabatan. Tidak hanya tentang selaksa peristiwa yang membuat tawa, tapi juga perjuangan serta air mata. Inilah kisah kami yang...