Eps.51 - Desember Kelabu

183 15 65
                                    

Dengan berat hati, kami meninggalkan taman tersebut dengan langkah pelan.

"Gue sori, Fal, soal yang tadi," cetus Juno di perjalanan hendak menuju ke parkiran.

Refal berhenti sejenak, menatap Juno dengan sorot mata sayu.

"Ngga!" Refal menghela napas lelah. "Lo ngga salah sama sekali, Jun. Harusnya gue yang minta maaf." Refal menatap Juno lekat.

Juno hanya tertunduk, bingung harus menjawab apa. "Gue juga minta maaf sama kalian semua." Sekarang Refal menatapku dan Willy bergantian, lalu menepuk bahuku pelan.

"Lukas ... Willy ... gue minta maaf. Mungkin selama ini gue jadi temen yang menyusahkan buat kalian. Belum bisa jadi teman yang baik buat kalian."

"Fal, plis ya, ngomongnya ngga usah berlebihan gitu," tukas Willy tak suka, aku mengangguk mengiakan. Maksudku, apa-apaan mulut Refal berkata seperti itu? Tanpa dibantah pun kami tahu, bahwa dia sudah menjadi sahabat terbaik bagi masa muda kami. Bukan sebaliknya seperti yang dikata Refal itu.

"Ya intinya gue minta maaf aja sama kalian semua. Gue sering ngerepotin kalian. Seperti sekarang misalnya?" Refal tersenyum tipis. Ada kelelahan di seluruh wajahnya. Lelah jiwa dan juga raga.

Juno mengangguk, lantas merangkul Refal. "Oke lah kalau gitu. Kita sama-sama manusia yang lemah, tak luput dari salah, maka dari itu alangkah baiknya kita saling memaafkan."

Aku tersenyum lebar mendengar penuturan Juno. Selama ini baru kusadari bahwa sahabat-sahabatku adalah orang-orang terhebat yang dipilih Tuhan untuk melengkapi duniaku. Aku bersyukur karenanya.

"Bener tuh apa kata Juno." Willy menyeringai. Refal mengangguk lirih.

"Sekarang kita istirahat di rumah gue aja yuk!" ajak Juno. Tanpa menunggu tawaran dua kali, kami segera menyetujui usulan Juno dan bergegas melanjutkan langkah.

Aku bersama Willy, sementara Refal bersama Juno. Masih mengenakan helm yang dipinjamkan oleh Refal--kecuali Willy--kami melakukan perjalanan di atas dua roda yang berputar di jalanan ramai. Ditemani langit terang tanpa sapuan awan malam.

***

Sesampainya di rumah Juno, tak lama kami dihidangkan makan malam. Menu ayam geprek mozarella kami santap kurang nikmat lantaran Refal menolak makan dengan alasan masih kenyang. Demi apa pun, terakhir perut Refal terisi sekitar pukul dua belas siang tadi. Namun seberapa keras kami memaksa, Refal tetap tak peduli membiarkan perutnya kosong.

Usai makan malam, kami memutuskan tidur-tiduran di atas rumput di pekarangan belakang rumah Juno. Udara alami membuat kami merasa nyaman untuk menatap langit berbintang. Tak ada suara yang kami keluarkan, bahkan satu per satu di antara kami terlelap tidur, terbuai oleh sejuknya angin lembut.

Entah berapa lama kami memejamkan mata, beristirahat melepas penat. Namun langit masih terlihat gelap saat aku membuka mata mendapati bunda Juno sedang membangunkan anaknya itu. Aku terduduk, mengusap-usap wajah dan melirik jam di layar ponsel. Ternyata menjelang pukul setengah dua belas.

"Kenapa pada tidur di sini?" tanya bunda Juno menatapku. "Juno, ajak teman-teman kamu ke kamar." Bunda Juno menabok lengan Juno.

"Iya, Bu." Juno menjawab dengan suara mengantuk.

"Eh maaf, Bu, kami ketiduran," ujar Refal setelah tersadar, lalu bangkit berdiri diikuti aku dan Willy.

"Iya ngga apa-apa di sini emang sejuk. Tapi, kan, banyak nyamuk," tukas bunda Juno.

"Ngga apa-apa kok, Bu." Willy meringis tipis.

"Kalau gitu kita pamit aja, Bu, ini udah malam." Refal menatapku dan Willy bergantian, meminta persetujuan.

Perpisahan Kala Hujan [Completed] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang