Eps.30 - Pamit

240 21 102
                                    

Kila yang duduk di sebelahnya berusaha menepuk-nepuk punggung Fida. Biar apa coba? Oh iya mungkin berharap agar baksonya segera keluar.

"Tuh kualat akibat ngatain orang sembarangan!" sahut Willy merasa puas.

Kami semua kembali tertawa ketika Fida berhasil mengeluarkan baksonya yang tersangkut di tenggorokan. Mukanya memerah. Cewek itu bersungut-sungut seraya menenggak minuman di hadapannya.

Tak lama kemudian, kami semua masih asyik menikmati makanan. Namun tiba-tiba sebuah suara dari arah salah satu pintu masuk kantin terdengar mengagetkan semua.

"Apa-apaan ini!?!"

Bagaikan gerakan yang diberi aba-aba, kami serempak menoleh ke arah datangnya suara. Destin, salah satu anak IPA kelas dua belas bersama satu temannya yang tak kuketahui namanya berdiri di ambang pintu. Pandangannya menatap ke sekeliling kantin dengan heran.

"Emangnya kantin ini punya kakek moyang kalian apa? Sok berkuasa banget." Destin berkata dengan ekspresi seperti tidak terima melihat semua ini. Aku tahu Destin salah satu siswi yang cantik dan cukup pintar di kelasnya. Namun jika sikapnya angkuh gitu percuma semua itu dimiliki.

"Booking segala. Terus kalau yang lain mau makan gimana?" lanjut cewek itu. Sementara teman di sebelahnya hanya terdiam.

Sesaat tidak ada yang bereaksi di antara kami semua. Bahkan secara spontan kami menghentikan aktivitas makan masing-masing. Cewek itu benar-benar merusak suasana pesta kecil ini.

Endra beranjak berdiri dari duduknya lalu berjalan mendekati Destin.

"Santai aja ngomongnya kali, Neng. Selow!" ujar Endra sambil memasukkan kedua tangannya pada saku celana. Bisa kulihat, cowok itu menatap Destin intens.

"Lagian, kita mah bebas-bebas aja. Buat seru-seruan doang. Lah situ ngapain coba belum jam istirahat udah ke kantin?" lanjut Endra menunjuk Destin dengan dagunya.

"Ish suka-suka gue dong kenapa situ yang sewot?" sahut Destin tidak terima.

"Halaah ngaku aja, palingan situ iri, kan, sama kelas kita yang kompak?" Endra mengibaskan tangannya.

"Hah? Apa-apaan sih? Norak tahu ngga?!" balas Destin sengit, "Udah yuk Af, kita cabut aja dari sini. Lama-lama gue bisa alergi!" Cewek itu menggamit lengan temannya lalu berjalan meninggalkan kantin sambil mengibaskan rambutnya yang hitam panjang itu.

"Dih tuh cewek, bukannya bilang maap kek, apa kek, ini malah makin sewot!" ujar Novika menatap kepergian dua cewek itu.

"He to the loo ... hello hello hellooo .... Pergi aja sono ke laut!" Suara Anissa yang melengking seketika membuat kami menutup kedua telinga masing-masing, tak terkecuali Tito yang duduk di sebelahnya. Kurasa gendang telinganya nyaris pecah.

"Dasar ular kepala empat! Sebel gue sama dia," umpat Uyung bersungut-sungut.

"He'em gue juga sebel sama cewek itu dari dulu!" timpal Fida tak mau kalah.

"Gayanya selangit!" lanjut Uyung lagi.

"Yah, palingan dia iri sama kelas kita ini yang always kompak!" ujar Arul sambil mengunyah roti bakarnya.

Memang sih, kelas kami termasuk kelas yang di dalamnya terdapat anak-anak yang kompak dalam melakukan segala hal. Baik di sekolah maupun di luar sekolah.

"Udah, udah guys anggap saja tadi ada iklan lewat!" ujar Tito berusaha menyudahi.

"Masih mending kalau iklan dapet duit. Lah itu ...?" kata Fida lagi, masih terlihat sengit.

Dengan senang hati kami mengakhiri pesta kecil ini sebelum bel istirahat berdering beberapa menit lagi.

***

Perpisahan Kala Hujan [Completed] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang