3. Rendezvous

2.7K 360 7
                                    

Jari jemari lentik milik Jung Illa bergerak cepat di permukaan layar ponsel pintarnya. Mengetikkan kata demi kata yang terangkai di otaknya menjadi sederet kalimat yang kemudian ia kirimkan pada Niall. Lagi-lagi ia harus membohongi pria itu karena ia masih harus menetap di Korea dalam jangka waktu yang tidak bisa ditentukan. Illa berkali-kali meminta Niall untuk membatalkan kontrak pemotretan itu dan mencari model pengganti dirinya. Namun Niall tetap bersikukuh kalau Illa adalah model yang paling tepat untuk pemotretan kali ini.

Ayahnya memperhatikan dari balik kemudi. Putri kesayangannya itu tampak gelisah. Berkali-kali menghela nafas dengan berat.

"Ada apa, sayang?" Tanya sang ayah pelan.

"Ah, tidak ada." Singkat Illa.

Namun Tuan Jung tetap mengerti kalau ada sesuatu yang membuat putrinya itu cemas.

"Ada hubungannya dengan fotografermu di Seattle?" Tebaknya. Dan Illa hanya mengangguk cepat.

"Kenapa? Mereka memecatmu?"

"Kalau mereka memecatku, justru aku tidak akan bingung seperti ini, ayah."

"Lantas?"

"Mereka tetap menginginkan aku yang jadi model untuk pemotretan itu."

Tuan Jung tidak bereaksi dan hanya fokus pada jalanan di hadapannya. Namun sebenarnya, Illa pun tidak menginginkan reaksi dari sang ayah. Karena biasanya, ayahnya akan marah setiap kali mereka membahas tentang pekerjaan Illa sebagai model itu.

"Ayah, setelah menemui temanmu ini, bolehkah aku kembali ke Seattle? Satu hari saja. Aku merasa kalau aku harus menyelesaikan kontrak pemotretan itu. Lantas aku akan segera ke Seoul. Aku janji— ah tidak. Aku bersumpah, ayah."

"Kenapa kau masih harus kesana?"

"Mereka mengundur jadwal pemotretannya. Mereka menunggu sampai aku kembali ke Seattle." Jawab Illa sambil menyibakkan rambut panjangnya ke belakang.

"Hah, semudah itu mereka merubah jadwal?"

Jung Illa tidak menjawab. Kalau dipikir, memang sedikit tidak masuk akal kalau orang-orang itu mengubah jadwal pemotretan itu. Padahal majalah harus sudah terbit awal bulan besok dan ini sudah tanggal 20.

"Memangnya alasan apa yang kau berikan pada mereka, sampai mereka masih menginginkanmu menjadi modelnya?"

Illa menggigit bibir bawahnya yang dilapisi lipstick warna coral itu. Bertepatan dengan mobil yang dinaiki mereka berhenti di sebuah restaurant mewah. Tuan Jung mematikan mesin mobil, namun tidak langsung turun. Ia menunggu Illa menjawab pertanyaannya.

"Aku..." ucap Illa tertahan. "Aku bilang pada Niall kalau nenek meninggal."

Tuan Jung melirik Illa sekilas, lantas menghela nafas pelan. Pria 56 tahun itu melepas safety belt yang melingkari tubuhnya, kemudian bersiap turun.

"Nenekmu memang sudah meninggal. Lantas apa yang kau harapkan?"

"Aku hanya tidak ingin mereka marah padaku. Jadi kurasa itu alasan yang paling tepat."

"Ayo kita turun. Mereka sudah menunggu di dalam."

Jung Illa ikut melepas safety belt, lantas menyusul sang ayah yang sudah turun dari mobil terlebih dahulu. Begitu bersentuhan dengan udara luar, Illa sedikit menggigil. Seoul tengah diselimuti angin kencang khas musim gugur. Gadis itu merapatkan parka coklat yang dikenakannya, kemudian masuk ke dalam restaurant dengan nuansa klasik itu.

Keduanya menuju sebuah ruangan yang letaknya berada di lantai 2. Bunyi heels dari sepatu yang dikenakan Illa beradu dengan lantai restaurant yang terbuat dari marmer. Saat melewati beberapa orang disana, Illa bisa mendengar bisik-bisik yang keluar dari lisan mereka. Kebanyakan memuji betapa sempurnanya figur Illa. Cantik, tinggi dengan kaki jenjang, dan juga selera fashionnya yang luar biasa.

[1] In Your Eyes 🍃 Yoon Jeonghan✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang