"Apakah hujan secara tiba-tiba memang sering terjadi di kota ini?"
Jung Illa merespon pertanyaan Jeonghan dengan mengedikkan kedua bahunya. Ia meminum kembali kopi dinginnya. Mereka tengah berada di sebuah taxi yang akan mengantar ke Space Needle, menara yang menjadi kebanggaan warga Seattle. Tadi saat Jeonghan memintanya untuk dibawa berkeliling kota, Space Needle adalah tempat pertama yang langsung terlintas di kepala Illa.
"Kau tidak tahu kalau kota ini dijuluki kota hujan, huh?" Sahut Illa.
"Mana aku tahu. Ini pertama kalinya aku datang ke tempat ini." Jeonghan mulai kesal atas respon Illa tadi.
"Kalau kau ingin musim panas, datanglah di bulan Juli."
"Sayangnya aku tidak ingin kesini lagi."
Illa mencibir. Suhu udara mulai menurun dan ia mulai merasakan kedinginan. Gadis itu pun meminta pada sang driver untuk menaikkan suhu di dalam taxi.
"Tahu begitu lebih baik aku pesan kopi panas tadi." Gumam Jeonghan yang bisa didengar oleh Illa.
"Bisakah kau berhenti mengeluh? Bukan aku yang memanggil hujannya." Illa kesal pada lelaki di sampingnya ini.
Jeonghan menutup mulutnya. Dalam hati ia menggerutu karena hujan mengganggu rencananya melihat keindahan Seattle. Meskipun Illa sudah meyakinkan kalau hujan tidak akan mengacaukan hari ini, tetap saja Jeonghan tidak suka. Karena Jeonghan benci pada hujan.
"Kalau kita sudah sampai, aku akan membelikan kopi panas untukmu." Ujar Illa pada akhirnya.
Sekitar 25 menit kemudian, taxi berhenti di tepi jalan yang ada di seberang bangunan tinggi bernama Space Needle. Illa membayar taxinya, kemudian mengajak Jeonghan berteduh di bangunan yang ada di sepanjang pinggir jalan. Angin bertiup cukup kencang saat itu. Parka tebal yang dipakai Illa tidak banyak membantu menghalau dinginnya angin dan suhu rendah kota. Ia pun menarik lengan Jeonghan yang juga tertutup parka tebal dan mengajaknya berlari.
Sampailah keduanya di dalam bangunan. Illa membeli 2 buah tiket masuk untuk dirinya dan juga Jeonghan. Begitu mendapatkan tiket, mereka berkeliling sebentar dan kemudian naik ke puncak menara.
"Kau sudah sering kesini?" Tanya Jeonghan saat keduanya berada di dalam lift.
"Tidak terlalu. Aku hampir delapan tahun tinggal di kota ini namun baru empat kali kesini. Dan ini yang kelima kalinya." Jawab Illa.
"Kau kesini bersama pacarmu?" Tanya Jeonghan lagi. Namun belum sempat Illa menjawab, pintu lift terbuka. Para penumpang pun keluar. Begitu pula dengan Jeonghan dan Illa yang melangkahkan kakinya keluar dari lift.
Gadis itu mengajak Jeonghan ke restaurant yang ada disana. Mengingat kalau mereka belum makan siang. Illa dan Jeonghan duduk di bangku yang masih kosong. Tempat itu tidak terlalu ramai karena ini bukan akhir pekan. Tak lama kemudian, makanan keduanya diantarkan oleh seorang waiters. Jeonghan dan Illa pun makan dalam diam.
"Kau... sudah berapa lama kau jadi penyanyi?" Illa berusaha sedikit mencairkan suasana.
"Um, mungkin lima tahun." Jawab Jeonghan. "Aku awalnya tidak ingin jadi penyanyi."
Illa mengerjapkan kedua matanya. Mendadak suasana menjadi semakin kaku. Gadis bersurai panjang dan gelap itu menghindari pandangan dari Jeonghan. Ia edarkan penglihatannya ke seluruh penjuru restaurant. Lalu lalang pengunjung membuat Illa mengalihkan atensinya.
"Hei, kau sudah selesai makan?" Tanya Illa pada Jeonghan.
"Hm, sudah dari tadi." Jawab Jeonghan.
"Ayo," Illa beranjak dari tempat duduknya. Ia mengajak Jeonghan menyusuri puncak Space Needle. Menyaksikan skyline Seattle 360 derajat. Lantai yang dipijak terbuat dari kaca bening, membuat Jeonghan sedikit gemetar kakinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] In Your Eyes 🍃 Yoon Jeonghan✔
FanfictionSaat semua sorot kamera itu padam, hanya Jung Illa yang tahu. Ada luka di dalam sorot mata Yoon Jeonghan. autumn quartz - 2018