6. The Sunrise

2.3K 362 15
                                    

Pesawat mendarat di bandara Sea-Tac pukul 6.45 pagi. Illa harus memastikan kalau Jeonghan tetap berada di dekatnya karena ia tidak mau pria itu tersesat di tempat yang belum pernah didatangi. Mereka lantas masuk ke dalam sebuah taxi yang ada di sekitar bandara. Driver menanyakan kemana harus mengantar keduanya. Jawaban keduanya pun berbeda.

Jeonghan menyebutkan salah satu hotel bintang 5 yang ada di pusat kota. Sementara Illa meminta sang driver mengantar ke apartemen yang selama ini ia tinggali.

"Sorry?" Tanya sang driver yang bingung atas jawaban 2 penumpangnya itu. Taxi belum berjalan meskipun argo sudah menyala.

"Kita tidak usah menginap di hotel, Jeonghan. Itu akan menghabiskan uangmu. Ke apartemenku saja." Illa mengatakan dengan sedikit memaksa.

"Kenapa? Toh aku menyewa hotel dengan uangku sendiri." Bantah Jeonghan yang langsung membuat kepala Illa berdenyut.

"Aku tidak peduli berapa banyak uangmu tapi kita disini hanya tiga hari. Jangan merepotkanku."

"Justru aku menyewa hotel karena aku tidak mau merepotkanmu."

"Baiklah, terserah."

Illa menghela nafas dengan kesal kemudian berkata pada sang driver, "Pak, tolong antar aku ke apartemenku. Kalau pria ini, terserah dia saja."

Driver bermata kelabu itu menganggukkan kepalanya dengan kikuk, kemudian menjalankan taxinya ke tempat yang disebutkan Illa. Sepanjang jalan, tidak ada yang berniat membuka pembicaraan. Hanya terdengar suara musik yang mengalun pelan dari radio yang ada di dekat kemudi si driver. Sampai akhirnya Illa berkata,

"Kau jangan menghamburkan uangmu, Jeonghan. Aku kesini untuk mencari uang. Kau tahu? Uang seribu dollar itu sangat banyak untukku. Mungkin bagimu itu hanya cukup untuk membeli satu potong pakaian. Tapi bagiku, itu bisa kupakai untuk bertahan hidup selama satu bulan."

Jeonghan tidak bereaksi. Atau lebih tepatnya, Illa yang tidak tahu apa yang terlihat di balik masker hitam Jeonghan. Pria itu memang tidak bersuara. Namun ia tidak tuli.

"Bukankah seribu dollar itu sangat sedikit?" Akhirnya Jeonghan memberi respon meskipun agak terlambat.

"Bagiku tidak. Itu cukup untuk menyewa satu kamar apartemen dan makan. Yah... aku makan hanya dua kali sehari. Aku vegetarian, jadi itu bisa semakin menghemat pengeluaranku." Terang Illa.

"Kau jadi vegetarian karena keadaan." Jeonghan menebak. Dan Illa hanya menyunggingkan senyum tipis.

"Kau pria yang bisa membaca orang lain, ya?"

Lantas suasana kembali hening. Illa melihat jalanan melalui kaca samping taxi. Tidak ada percakapan sampai taxi berhenti di depan sebuah bangunan tinggi. Illa membayar taxinya, kemudian mereka turun. Jeonghan memperhatikan bangunan di hadapannya.

"Ayo cepat masuk. Kau tidak ingin dilihat banyak orang, kan?" Tegur Illa yang membuat Jeonghan mengikuti gadis itu. Saat masuk ke bangunan itu, ada semacam lobi yang terhubung dengan lorong.

Jeonghan mengernyitkan kepala. Tidak ada resepsionis yang berdiri disana untuk menerima para tamu. Mungkin sedang tidak di tempat, pikir Jeonghan. Keduanya lantas masuk ke dalam lorong yang panjangnya mungkin hampir 10 meter. Ada 1 lift di sudut lorong, namun Illa memilih menaiki tangga.

"Kenapa tidak naik lift saja?" Tanya Jeonghan. Illa sudah menebak kalau Jeonghan akan menanyakan hal itu.

"Liftnya rusak. Lagipula kamarku ada di lantai empat. Tidak terlalu jauh." Jawab Illa.

Tak lama kemudian, mereka sampai di depan sebuah kamar nomor 406. Illa menempelkan RFID card yang ia keluarkan dari dompetnya dan otomatis pintu terbuka.

[1] In Your Eyes 🍃 Yoon Jeonghan✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang