Jung Illa membuka kedua mata dan rasa sakit langsung mendera kepalanya. Ia memekik pelan seraya memegangi keningnya. Illa pun beringsut duduk, kemudian menyadari kalau ini bukan kamarnya. Gadis itu panik. Ia mencari ponsel di atas tempat tidur, namun tidak ada. Ia lantas mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar dan melihat benda persegi itu di atas rak kecil berisi koleksi buku.
Illa sudah akan menuruni tempat tidur. Gadis itu menyibakkan selimut dan alangkah terkejutnya ia karena mendapati pakaiannya sudah berganti dengan kaos warna putih yang agak kebesaran dan celana training hitam. Sial, mengapa Illa baru sadar?
Ketika masih beradu dengan pikirannya, tiba-tiba pintu kamar terbuka. Illa mengangkat kepala dan melihat seseorang berjalan ke arahnya. Ia terkejut —lagi. Gadis itu sudah akan membuka mulut, namun terlebih dahulu,
"Kau sudah sadar?" Tanya si pemilik kamar.
"Apa yang terjadi padaku?" Illa ganti bertanya lirih.
"Menurutmu?"
"Sialan kau, Yoon Jeonghan. Siapa yang mengganti pakaianku?"
"Kau pikir ada orang lain di tempat ini?"
Illa memijit keningnya yang terasa sakit tak karuan. Lancang sekali pria ini, batinnya. Namun ia masih benar-benar lemas. Ia tidak punya cukup tenaga untuk melayangkan tinjunya pada Jeonghan.
"Aku ambilkan obat untukmu dulu." Ujar Jeonghan seraya membalikkan badannya. Pria itu pun keluar dari kamarnya.
Illa memperhatikan punggung Jeonghan yang perlahan menghilang. Jadi kemarin ia tak salah lihat. Meskipun pandangannya kabur, samar-samar ia melihat Jeonghan datang menghampirinya sebelum semuanya berubah menjadi gelap. Hanya saja Illa tidak menyangka kalau pria itu akan membawanya ke tempat ini yang menurut Illa adalah apartemennya.
Illa perlahan beringsut turun dari tempat tidur. Dengan agak susah payah akhirnya kakinya menapak di lantai. Ia pun berusaha berdiri dan pandangannya berkunang-kunang. Gadis itu kembali memegangi kepalanya. Tekanan darah rendah yang ia alami benar-benar menyiksa.
"Astaga! Jung Illa kenapa kau berdiri?" Jeonghan bergegas memegang pergelangan tangan Illa dan mendudukkannya lagi. Ia lantas mengulurkan obat dan segelas air untuk gadis itu.
Illa mengucapkan terimakasih, kemudian meminum obat pemberian Jeonghan.
"Aku menelpon dokter dan setelah diperiksa, katanya kau kelelahan. Tekanan darahmu juga sangat rendah. Sejak semalam kau tidak bangun juga." Jelas Jeonghan. Illa hanya terpekur sambil merasakan kepalanya seperti berputar.
"Ada masalah apa? Kau bertengkar dengan ayahmu?" Tanya Jeonghan. Pria itu duduk di samping Illa.
"Kau tahu kalau semalam ayahmu datang ke rumah ayahku?" Illa ganti bertanya. Jeonghan tidak menjawab.
"Kau tahu, kan?" Tanya Illa lagi. Atau lebih tepatnya menebak.
"Ayahku mengirim pesan padaku." Jawab Jeonghan pelan.
"Lantas kau tidak peduli?"
"Kenapa tidak kau terima saja, Illa?"
Illa menolehkan kepalanya dan mendapati Jeonghan tengah menundukkan kepalanya. Jujur saja, ia sangat terkejut dengan ucapan Jeonghan barusan.
"Apa maksudmu?" Tanya Illa. Tangannya mencengkeram erat gelas di genggamannya.
"Kenapa tidak kau terima saja permintaan ayahmu? Karena sekeras apapun kau menolak, itu tidak akan ada gunanya."
"Jangan bilang kau menerima perjodohan ini, Jeonghan."
Jeonghan mengangkat kepalanya, kemudian menatap wajah Illa. Dan itu membuat Illa kembali melihatnya. Kilatan luka yang terpancar dari sorot mata Jeonghan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] In Your Eyes 🍃 Yoon Jeonghan✔
FanfictionSaat semua sorot kamera itu padam, hanya Jung Illa yang tahu. Ada luka di dalam sorot mata Yoon Jeonghan. autumn quartz - 2018