34. Night At The Balcony

2.4K 267 76
                                    

⚠️ This part contained violence thing which might be disturbing. For anyone who's easy to get triggered with this kind of thing, please don't blame on me. Once again, it's just a fictional story so please don't take it too seriously.

⚠️It might be the darkest part of the whole story!!!

⚠️2200+ words

Enjoy~~







"Sudah satu setengah tahun, sajangnim. Saya ingin membuat musik lagi. Banyak penggemar yang menanyakan kapan saya comeback dan ini sudah terlalu lama."

"Belum bisa untuk saat ini, Jeonghan. Debut Sixth Sense* tidak terlalu sukses dan perusahaan menanggung banyak kerugian. Aku bahkan masih harus membayar hutang ke tiga investor. Tunggulah sebentar lagi."

"Tidak harus dengan album fisik, sajangnim."

"Tapi kau juga harus melakukan promosi agar lagumu laku. Dan promosi di program musik itu juga membutuhkan biaya. Perusahaan masih sangat kekurangan dana. Kuharap kau bisa memahami keadaan saat ini, Jeonghan."

"Kalau begitu biarkan aku membuka channel musikku** sendiri. Aku bisa mendapat uang dari iklan yang kudapatkan di sana."

"Tidak. Aku berjanji akan membuatkan album baru untukmu. Tapi kumohon sabarlah sedikit lagi."

Jeonghan menghela napas dengan berat. Tidak ada yang bisa ia lakukan untuk memaksa atasannya itu agar membuatkan comeback baginya. Dan lagi-lagi, yang bisa dilakukan Jeonghan hanyalah menunggu tanpa kepastian. Meskipun awalnya tidak ada niatan untuk menjadi penyanyi, toh pada akhirnya Jeonghan menikmati karirnya yang perlahan bersinar itu. Karena wajah tampan dan juga suaranya yang indah, Jeonghan dengan mudah bisa mengumpulkan penggemar.

Namun kini, Jeonghan mulai skeptis tentang jumlah fansnya. Mengingat bahwa tidak ada kegiatan apapun yang dilakukannya selama satu setengah tahun. Ia rindu tampil di atas panggung dengan hingar bingar penggemar yang meneriakkan namanya.  Ia rindu membuat lagu. Dan juga tak menampik, Jeonghan butuh uang.

Saat menceritakan hal ini pada sesama rekan penyanyi, beberapa di antara mereka ada yang menyarankan untuk pindah ke agensi yang lebih baik. Namun Jeonghan tidak mungkin memutuskan kontraknya dengan Lucky Star begitu saja. Mencari agensi baru tidaklah semudah itu. Ia tidak mau direpotkan dengan kontrak baru yang bisa jadi justru lebih buruk dari agensinya sekarang ini.

Ayahnya selalu menanyakan, kapan ia akan membuat album lagi dan itu semakin membuat Jeonghan merasa tertekan. Tidak ada yang bisa dilakukan olehnya kecuali juga meminta ayahnya untuk bersabar sedikit lebih lama lagi. Meskipun Jeonghan sendiri juga tidak tahu, akan sampai kapan ia bertahan dalam ketidak pastian.

Hingga suatu hari, Jeonghan menerima telepon dari managernya, Yoon Jisung. Pria yang sudah menemani Jeonghan sejak debut itu berkata, "Seo Hyunsik sajangnim mengundurkan diri dari jabatannya pagi ini. Kita harus menghadiri urgent meeting sekarang. Aku akan menjemputmu."

"Apa? Kau bercanda, kak?"

"Tidak ada waktu untuk membahas ini di telepon, Jeonghan. Kau siap-siap saja sekarang. Sepuluh menit lagi aku sampai di rumahmu."

Lantas sambungan telepon terputus. Jeonghan masih terkejut setengah mati. Ia pun hanya mengambil leather jacket hitam miliknya dan mengenakan masker untuk  menutupi wajahnya. Benar saja. 10 menit kemudian Jisung menjemputnya. Jeonghan bergegas masuk ke mobil Jisung yang terparkir di halaman rumahnya. Sang ayah tidak di rumah jadi Jeonghan tidak perlu repot-repot berpamitan padanya.

[1] In Your Eyes 🍃 Yoon Jeonghan✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang