[2600 words]
"Kau yakin? Ini masih siang hari."
"Tidak apa-apa. Aku ingin pergi denganmu saat siang hari. Sesekali."
"Baiklah. Aku ambil blazer dulu."
Illa masuk ke dalam kamar dan mengeluarkan sebuah blazer dari dalam lemari pakaian. Karena masih musim semi, suhu udara tidak terlalu dingin. Illa lantas mengusapkan sunscreen pada wajahnya, dan tak lupa lipstick warna coral pada bibirnya. Ia tak banyak membubuhkan make up karena sudah pasti ia harus menutupi wajahnya dengan masker.
Illa keluar dari kamar dan Jeonghan sudah menunggunya di dekat pintu. Gadis itu memakai sepatunya, Jeonghan pun berinisiatif memasangkan masker di wajah Illa. Membuat Illa tertawa kecil, "Terimakasih." Ujarnya.
"Maaf harus membuatmu terus menutup wajah saat keluar berdua denganku."
"Don't mind it. Ayo."
Jeonghan membukakan pintu dan Illa keluar terlebih dahulu. Tentu saja pria itu sudah memakai masker juga topi warna hitam. Keduanya lantas berjalan menuju lift dan turun ke lantai dasar dan menuju mobil yang terparkir di basement. Saat berpapasan dengan penghuni apartemen lain pun, tidak ada yang sadar kalau itu adalah Jeonghan.
"Kalau kita hanya menikmati secangkir kopi, tidak apa-apa, kan?" Tanya Jeonghan saat mobilnya sudah memasuki jalan raya.
"Tentu saja. Tapi setidaknya kau harus cari kedai kopi yang memiliki sekat di setiap mejanya." Jawab Illa.
"Ada satu kedai kopi yang seperti itu. Aku ajak kesana."
Jeonghan melesatkan mobilnya menuju kedai kopi yang ia maksud. Ia sudah beberapa kali kesana dan itu tempat yang bagus. Tak lama, mereka sampai. Paradise Coffee adalah salah satu kedai kopi kesukaan Jeonghan di seluruh penjuru Seoul. Keduanya turun dari mobil dan masuk ke dalam kedai kopi itu.
Illa sempat sedikit tercekat saat Jeonghan menggenggam telapak tangannya. Pipinya mendadak terasa panas dan Illa yakin Jeonghan bisa melihat itu jika ia tidak memakai masker. Terlebih saat Jeonghan menyatukan buku-buku jari mereka, Illa merasa hangat.
Jeonghan dan Illa memesan minuman langsung ke barista. Seperti biasa, Illa memilih capuccino hangat. Sementara Jeonghan menjatuhkan pilihannya pada americano dingin. Bersama beberapa cookies untuk menemani kopinya.
Sambil menunggu pesanannya dibuatkan oleh sang barista, Illa mengajukan sebuah pertanyaan pada Jeonghan.
"Kalau suatu hari aku ingin ke Seattle, kau bersedia ikut?"
Jeonghan tampak menimang-nimang selama beberapa detik, kemudian menjawab, "Tentu saja. Tapi jika aku tidak ada jadwal."
Illa tertawa simpul dan kedua matanya membentuk sepasang bulan sabit. Hal itu membuat Jeonghan gemas, lantas ia mengacak pelan pucuk kepala Illa. Hubungannya dengan Illa membaik belakangan ini. Dan kebetulan karena hari ini sedang tidak ada jadwal, Jeonghan memanfaatkannya untuk jalan-jalan sebentar dengan istrinya itu. Jeonghan mengajak Illa
Setelah sekitar 5 menit menunggu, pesanan mereka pun jadi. Jeonghan mengeluarkan beberapa lembar uang dari dalam dompetnya dan membayar minumannya. Illa membawa dua cup berisi minuman miliknya dan Jeonghan. Sementara Jeonghan membawakan tray kecil dari kayu berisi cookies hangat. Mereka lantas menuju lantai dua menuju meja dengan sekat pembatas. Dan kebetulan, di sana tidak terlalu ramai. Jeonghan memilih sebuah meja yang ada di sudut ruangan. Karena situasi yang sepi, Jeonghan berani untuk membuka maskernya. Ia juga mengatakan pada Illa kalau semuanya akan baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] In Your Eyes 🍃 Yoon Jeonghan✔
FanfictionSaat semua sorot kamera itu padam, hanya Jung Illa yang tahu. Ada luka di dalam sorot mata Yoon Jeonghan. autumn quartz - 2018