"Aku tidak tahu apakah aku bisa kesana atau tidak. Semua tergantung persetujuan dari Jeonghan."
Jeonghan melemparkan tatapan tajamnya saat mendengar Illa menyebut namanya. Pria itu hanya duduk di balik meja makan seraya memainkan ponselnya. Illa tengah memasak nasi goreng kimchi untuk Jeonghan sambil menerima telepon dari ayahnya.
"Baiklah, aku akan coba tanyakan. Aku tutup teleponnya."
Illa mematikan panggilannya, lantas memasukkan ponsel ke saku celana pendeknya. Tak lama kemudian, masakannya pun jadi dan Illa hidangkan di atas piring. Ia berikan pada Jeonghan sebagai menu sarapannya.
"Jeonghan—"
"Pergilah. Temui ayahmu." Jeonghan memotong ucapan Illa. Membuat gadis itu sedikit tersentak.
"Aku bahkan belum mengatakan semuanya padamu." Protes Illa.
"Ayahmu ingin bertemu denganmu, kan?"
"Dia mengajak mengunjungi nenekku nanti siang."
"Berangkatlah. Kau pasti sudah lama tidak mengunjungi nenekmu."
Bahkan sejak kematian neneknya hingga detik inipun, Illa belum berkunjung sama sekali. Ia masih berada di Seattle saat menerima kabar bahwa neneknya meninggal. Di upacara kremasi pun ia tak hadir. Illa memang tidak pernah dekat dengan neneknya sejak dulu. Dan Illa merasa, upacara itu bukan hal yang terlalu penting.
Dan berakhirlah dengan hujatan yang Illa terima dari seluruh keluarganya. Namun Illa tidak peduli. Keluarganya —yang berasal dari pihak ayahnya, memang tidak pernah memperlakukan Illa layaknya keluarga.
Jadi untuk apa ia berempati?
"Sebenarnya aku tidak ingin kesana." Sanggah Illa.
"Tapi dia nenekmu. Kalau tidak ada dia, tidak akan ada kau. Pergilah. Hormati leluhurmu."
Illa menghela napas pelan. Sejak semalam ia merasa ada yang berubah dengan sikap Jeonghan. Mungkinkah Jeonghan masih marah padanya karena sikap lancangnya beberapa hari yang lalu? Tapi Illa memiliki tujuan yang baik. Meskipun Jeonghan tidak berpikir demikian.
"Kau masih marah padaku?" Tanya Illa pada akhirnya.
"Marah? Karena apa?" Jeonghan balik bertanya. Pria itu sudah menghabiskan sarapannya.
"Karena sikap lancangku beberapa hari yang lalu."
Jeonghan tidak langsung menjawab. Ia meneguk airnya terlebih dahulu, baru menjawab Illa.
"Jangan ulangi lagi. Atau aku akan benar-benar marah."
Setelahnya, Jeonghan mengambil jaket tebal dan memakainya. Ia harus mengisi sebuah acara off air setelah melakukan recording untuk acara musik hari ini.
"Jeonghan," panggil Illa saat pria itu mengambil kunci mobilnya.
"Ada apa?"
"Di malam natal besok, apa kau ada jadwal?"
"Tentu saja. Aku tidak pernah libur saat malam natal."
"Lantas saat malam tahun baru?"
"Aku tidak libur sampai pertengahan januari, Illa. Masa promosi albumku masih lama. Ada apa?"
Illa hanya menggeleng seraya tersenyum tipis.
"Sepertinya aku masih harus membiasakan diri. Ya sudah, berangkatlah."
Jeonghan tahu, gadis itu kesepian. Mungkin saat di Seattle dulu, Illa sering menghabiskan waktu bersama Niall dan teman-temannya. Namun sekarang, tidak ada siapapun yang menemaninya. Bahkan saat malam natal dan tahun baru besok, Illa harus menghabiskannya seorang diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] In Your Eyes 🍃 Yoon Jeonghan✔
FanficSaat semua sorot kamera itu padam, hanya Jung Illa yang tahu. Ada luka di dalam sorot mata Yoon Jeonghan. autumn quartz - 2018