Jung Illa menatap pantulan dirinya dalam cermin. Semua masih terasa seperti mimpi baginya. Rasanya baru kemarin ia menjejakkan kaki di Seoul, namun hari ini ia harus menjadi mempelai wanita Yoon Jeonghan. Seorang penyanyi papan atas Korea Selatan yang sedang menjadi pujaan bagi orang-orang.
Helaan napas berat keluar dari mulutnya. Pernikahannya akan segera dilaksanakan. Tidak ada pesta ataupun perayaan yang meriah. Hanya dihadiri oleh ayahnya, ayah Jeonghan, manajer Jeonghan yang belum pernah Illa temui sebelumnya, juga beberapa orang dari agensi. Pernikahan pun diadakan di sebuah gereja kecil yang ada di pinggir kota. Illa harus berkendara selama satu jam lebih untuk sampai kesini.
Bukan pernikahan seperti ini yang Illa impikan. Dan bukan hidup seperti ini yang Illa harapkan. Lamunannya buyar saat Illa mendengar sang ayah menyebut namanya. Pria itu menghampiri putrinya, kemudian menyentuh bahu Illa.
"Kau sudah siap, sayang? Jeonghan dan yang lain sudah menunggu."
Illa mengangguk pelan, kemudian meraih tangan ayahnya. Ia lingkarkan salah satu tangannya pada lengan sang ayah. Dengan tangan yang lain, Illa memegang sebuah bouquet bunga baby's breath. Mereka berjalan menuju altar. Perasaan Illa bercampur aduk. Gugup, bingung, namun kesedihan lebih banyak mendominasi hatinya saat ini. Begitu memasuki ruangan utama gereja, Illa terhenyak.
Jeonghan berdiri di altar dengan kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celana. Pria itu mengenakan setelan jas warna putih dengan bunga mawar terselip di sakunya. Rambutnya berwarna coklat gelap dan ditata rapi. Yang paling menyedihkan adalah saat Illa melihat di bangku jemaat hanya ada beberapa orang saja. Tidak lebih dari 10 orang. Illa hampir menangis saat sang ayah menyerahkannya pada Jeonghan.
Tangan kanan Jeonghan terulur dan digapai oleh Illa. Mereka lantas berdiri di hadapan seorang pendeta yang akan menikahkan keduanya. Tidak banyak yang disampaikan pendeta itu sampai akhirnya membimbing Jeonghan dan Illa mengucapkan ikrar pernikahannya.
Mereka berdua mengucapkannya begitu saja. Tidak ada ketulusan meskipun sumpah itu diucapkan di depan Tuhan. Toh itu bukan keinginan mereka. Mereka tidak saling mencintai meskipun telah bersumpah akan melakukannya sampai mati. Anggap saja ini semua hanya akting. Hanya cara agar menyenangkan orang tua masing-masing.
Keduanya pun bertukar cincin. Sebagai pembuktian kalau mereka adalah milik satu sama lain. Walaupun Illa sendiri tidak yakin apakah ia akan tetap memakai cincin ini setelahnya.
Jeonghan pun terlihat tenang selama pemberkatan itu berlangsung. Bahkan saat memakaikan cincin di jari manis Illa. Jeonghan tahu tangan gadis itu gemetar, namun ini semua harus segera diselesaikan.
Lantas tanpa ragu, Jeonghan mendaratkan sebuah ciuman di bibir Illa. Hanya ciuman biasa dan tidak lama. Setelah itu, Jeonghan melihat keterkejutan di raut wajah Illa. Namun Jeonghan tidak berkata apapun. Ia bersikap seolah itu adalah hal yang wajar.
Karena Jeonghan hanya ingin segera pergi dari tempat ini. Ia harus menyelesaikannya dengan cepat.
Dan mulai hari itu, hidup keduanya pun dipertaruhkan.
---000---
Joshua menatap layar ponselnya dengan gusar. Sejak tadi Illa tidak menjawab panggilannya. Padahal ia ingin mengajak gadis itu minum kopi. Namun karena tidak kunjung mendapat jawaban, akhirnya Joshua pergi seorang diri. Suhu di kota Seoul turun drastis sejak 2 hari yang lalu. Dan itu sebagai tanda awal kalau musim dingin akan segera tiba.
Aroma kopi bercampur karamel yang manis memenuhi udara di dalam coffee shop. Seorang barista menyajikan secangkir machiatto hangat untuk Joshua. Joshua memilih sebuah tempat duduk yang ada di depan si barista tadi. Alunan musik jazz mengalun lembut di telinganya. Ia pun teringat akan kencan pertamanya bersama Illa dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] In Your Eyes 🍃 Yoon Jeonghan✔
FanficSaat semua sorot kamera itu padam, hanya Jung Illa yang tahu. Ada luka di dalam sorot mata Yoon Jeonghan. autumn quartz - 2018