Illa mendorong pintu kaca besar dan masuk ke dalam restaurant. Ia lantas mengedarkan pandangannya ke ruangan besar dengan dekorasi bertema klasik tersebut. Dan ekor matanya menangkap seseorang tengah melambaikan tangan padanya. Illa menghela napas pendek, kemudian menghampiri sebuah meja. Ia duduk di hadapan orang tadi —yang saat ini memberikan sebuah senyuman cerah pada Illa. Namun Illa sama sekali tidak berminat melakukan hal yang sama.
"Kupikir kau tidak akan datang, Illa."
"Aku bukan tipe orang yang tidak bisa dipegang ucapannya. Jadi, Sejeong, apa yang membuatmu ingin makan siang denganku di sini?"
Orang itu —Sejeong tersenyum lagi. Benar-benar gadis yang ramah, batin Illa.
"Ah, kita mengobrol santai saja. Bagaimana kalau pesan makanan dulu?"
Sejeong mengangkat tangannya dan seorang waiters pun menghampirinya sembari membawa buku menu. Sejeong mempersilakan Illa memilih menu makan siangnya sendiri. Dan akhirnya, Illa menjatuhkan pilihannya pada salad segar dan smoothies strawberry. Sementara Sejeong memilih rib eye steak dengan beberapa batang asparagus, juga segelas teh lemon. Waiters pun meninggalkan keduanya.
Illa masih tidak paham mengapa Sejeong mengatakan kalau ia ingin makan siang dengannya. Semalam Sejeong menelponnya dan Illa menyetujuinya begitu saja. Ia masih tidak bisa berpikir jernih kala itu, setelah apa yang terjadi antara dirinya dan Joshua.
"Aku belum sempat menanyakan padamu, darimana kau mendapatkan nomor ponselku?" Tanya Illa.
"Oh, aku sebelumnya minta maaf. Aku meminta nomor ponselmu dari Kak Jisung. Kau kenal dia, kan?"
"Kak Jisung? Manajer Jeonghan?"
Sejeong menganggukkan kepalanya. "Aku sempat tidak yakin. Tapi ternyata dia punya nomormu."
"Tentu saja. Aku sudah pernah bertemu dengannya." Sahut Illa.
"Kau sudah pernah bertemu pimpinannya Jeonghan?"
"Belum. Tapi aku pernah bicara dengannya di telepon."
"Benarkah?"
"Dia... tidak suka padaku."
"Dia memang sangat aneh."
"Ada perlu apa kau mengajakku makan siang bersama?"
Illa tidak pernah suka basa-basi. Terlebih dengan orang yang tidak akrab dengannya. Memang, ia dan Sejeong pernah bertemu. Namun itu sebentar sekali. Mereka hanya berada di balik panggung dan berjalan di catwalk yang sama. Lantas berfoto bersama, mengobrol sesaat, dan pergi. Hanya itu saja. Juga itu sudah terjadi lebih dari setahun yang lalu. Biasanya Illa sudah akan lupa pada orang asing yang ditemuinya lebih dari 6 bulan. Bukannya memiliki ingatan yang buruk, ia hanya tidak suka berinteraksi dengan banyak orang asing.
"Apa salahnya? Kita pernah bertemu, kan? Jadi kurasa tidak apa jika aku ingin berteman baik denganmu." Jawab Sejeong seraya tersenyum manis. Illa hanya menatapnya lurus.
"Aku tidak bisa berteman dengan banyak orang."
"Karena Jeonghan?"
"Tidak juga. Aku memang tidak pernah memiliki banyak teman. Aku sengaja membatasi diri."
"Tidak apa, Illa. Ngomong-ngomong, aku ingin menawarimu menjalin kerjasama denganku. Aku berencana akan membuat brand fashion milikku sendiri dan aku sedang mencari modelnya. Setelah beberapa hari yang lalu bertemu denganmu lagi, aku merasa kalau kau sangat cocok dengan konsep yang akan kupakai untuk launching besok."
"Aku tidak bisa."
Sejeong merasa tertampar saat Illa menolaknya tanpa ragu. Ia bahkan tidak mampu berkata selama beberapa detik.
![](https://img.wattpad.com/cover/148741949-288-k681141.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] In Your Eyes 🍃 Yoon Jeonghan✔
FanfictionSaat semua sorot kamera itu padam, hanya Jung Illa yang tahu. Ada luka di dalam sorot mata Yoon Jeonghan. autumn quartz - 2018