Part 13 : Ini Rein, adiknya Rayan.

7.2K 590 32
                                    


°
°
°

Perjalanan pulang dari jualan terasa mencekam bagi Rein. Sejak tadi Rayan terlalu diam dengan wajah datarnya itu. Entah apa yang sedang suaminya itu pikirkan sekarang, Rein tidak berani bertanya.

Karena itu pula dibanding mengungkapkan rasa penasarannya, Rein memilih untuk merapatkan duduknya di boncengan Rayan dan melingkarkan tangannya di perut suaminya itu. Sesaat Rayan tampak kaku mendadak, tapi lama-kelamaan tubuhnya rileks, bahkan sebelah tangannya sempat mengusap pelan tangan Rein yang melingkari perutnya.

Rein tersenyum, lantas memajukan wajahnya dan menumpukan dagunya di pundak Rayan. Rayan tidak pernah suka tebar kemesraan di depan umum, tapi karena ini malam jadi Rein merasa bebas memeluk Rayan. Toh sebetulnya nggak ada salahnya, mereka kan bukan remaja yang masih pacaran tapi bonceng motor udah dempet-dempetan sampai jok belakang masih bisa di duduki satu orang lagi saking mepetnya. Mereka sudah sah, dan sesungguhnya skinship itu penting agar mereka bisa lebih dekat satu sama lain.

Sampai di rumah sudah hampir tengah malam. Rayan langsung mandi sedangkan Rein memilih tidak mandi dengan alasan dingin. Toh dia tidak terlalu berkeringat. Jelas sekali itu hanya alasan Rein saja agar tidak perlu mandi.

Rein sedang asik bermain game saat Rayan keluar dari kamar mandi dengan piyama garis-garis berwarna hitam putih, itu pilihan Rein ngomong-ngomong.

Rayan langsung membaringkan tubuh lelahnya di samping sang istri yang masih sibuk bermain game. Menyadari Rayan sudah berbaring di sebelahnya, Rein lantas menaruh ponselnya di meja samping tempat tidur.

“Mas aku mau ngomong sesuatu,” ucap Rein sembari menghadapkan tubuhnya pada Rayan. Rayan ikut-ikutan memiringkan tubuhnya menghadap Rein.

“Apa?” tanya Rayan. Tangannya tanpa sadar menyingkirkan helaian rambut Rein yang menutupi mata kesukaan Rayan itu.

“Dari kemarin Kak Damar aneh, nggak tau aku kepedean apa gimana.”

“Kak Damar suka sama kamu,” ucap Rayan pendak.

“Iya sih, aku ngerasa kok dari sikapnya. Terus gimana mas?”

Rayan tersenyum, Rein sangat berbeda darinya. Cewek itu selalu mengungkapkan apapun yang mengganjal, atau mengganggunya sedangkan Rayan lebih suka memendamnya sendiri. sesungguhnya dia merasa tidak suka dengan perhatian Damar itu, tapi Rayan memilih menahannya.

“Kamu suka sama Kak Damar?”

Rein langsung menggeleng. “Aku kan sukanya sama mas,” ucap Rein dengan cengiran lebarnya.

Rayan gemas bukan main, pengen peluk boleh nggak sih?

“Oh iya, mas juga mau ngomong sesuatu. Tentang yang mas ketemu sama Nisa waktu itu.”

Ekspresi Rein mendadak muram, tapi Rayan tetap ingin membahasnya sekarang. Dia akan berusaha jujur pada Rein.

“Sebenernya Nisa itu minta mas buat jadi panitia persiapan pameran amal dua minggu lagi. Hasil pamerannya bakal disumbangin buat korban palu dan donggala sana. Dan, kalo kamu mau kamu bisa ikut jadi panitianya buat ngumpulin orang. Mas yakin kalo kamu yang ngajakin pasti pada mau datang. Karena ini pameran amal, jadi ya memang nggak ada bayaran dalam bentuk uang. Tapi semoga jadi amal ibadah kita.”

Rein mendadak tertarik dengan tawaran Rayan, walau dipikirannya bukan tentang pameran itu. Jika dia ikut jadi panitia, dia bisa memantau Rayan di sana. Rein masih saja berpikir negatif dengan Rayan dan Nisa.

“Boleh sih mas, aku bisa bantu apa?” tanya Rein.

“Kamu bisa ngajakin anak-anak manajemen datang aja udah bantu Rein. Nggak ada salahnya ngajak orang untuk berbuat baik.”

Please be my husband!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang