Part 29 : Luna.

7.9K 620 37
                                    

°
°
°

Resepsi yang sudah direncanakan jauh-jauh hari pada akhirnya baru bisa terlaksana saat kehamilan Rein menginjak usia delapan bulan. Walau Rayan sempat protes dan memilih untuk resepsi setelah Rein melahirkan saja, tapi si bumil tidak bisa dibantah. Katanya malu jika resepsi setelah anak mereka lahir. Jadilah Rayan hanya bisa menurut dengan terpaksa.

Resepsi diadakan di sebuah gedung yang dulu sudah disewa oleh orang tua Rein. Saat ini Rayan dan Rein tengah menyalami para tamu yang datang. Karena kondisi Rein yang sudah hamil tua, Rayan membatasi tamu yang datang. Hanya rekan kerja mertuanya yang memang harus diundang dan juga beberapa temannya.

Resepsi sederhana itu selesai pukul lima sore, Rayan sengaja tidak mengadakan resepsi pada malam hari karena sang istri harus banyak istirahat saat ini. Beberapa hari sibuk ikut mempersiapkan resepsi membuat Rayan khawatir dengan kondisi istrinya itu.

“Mas,” panggil Rein. Saat ini mereka sedang dalam perjalanan pulang ke rumah orangtua Rayan, dengan diantar supir keluarga Rein. Sejak tadi Rayan memang memilih diam dan hanya mendekap istrinya itu.

“Apa?”

“Arini sama Luna nggak dateng ya,” gumam Rein dengan raut sedih.

Rayan hanya bisa menghela napas, lantas mengusap pundak Rein. “Nggak apa-apa. Mungkin mereka lagi sibuk.”

“Sibuk apa? Kan libur.”

“Rein, mas udah bilang kan. Jangan terlalu dipikirkan.”

Rein menghela napas, lantas menoleh ke arah Rayan. “Tapi tetep kepikiran. Padahal aku kangen.”

“Udah ya, jangan dibahas lagi. Lupain mereka, kamu inget kan kata dokter? Nggak boleh banyak pikiran.”

Rein mengangguk walau dengan ekspresi sedih. Sesaat setelah mereka sampai di rumah, Rayan lantas menuntun Rein menuju kamar mereka. Rayan ikut membantu istrinya melepas gaunnya saat Rein tampak kesulitan menjangkau resleting gaunnya yang ada di belakang.

“Kamu mandi dulu ya, bentar lagi maghrib,” ucap Rayan.

“Iya.”

Selagi menunggu Rein mandi, Rayan keluar kamar dan menuju dapur untuk mengambil minum. Suasana rumah tampak lengang, karena orangtua dan adiknya masih berada di gedung pernikahan bersama mertuanya untuk menemui tamu yang hadir terlambat juga untuk makan bersama dengan keluarga besar. Rayan dengan terpaksa izin pulang lebih dahulu karena kondisi Rein yang sedang butuh banyak istirahat.

Rayan menaruh gelas berisi air putih di meja makan lantas duduk di salah satu bangku. Dikeluarkannya ponsel dari saku celananya, beberapa detik kemudian Rayan sudah sibuk dengan ponselnya sampai melupakan air putih dalam gelas yang masih penuh. Belum diminum satu tegukpun padahal niat awal mencari minum karena haus. Orang kalau sudah main handphone memang lupa segalanya.

Rayan sedang mengecek laporan keuangan usahanya saat Rein datang tergopoh-gopoh dari kamar sembari membawa ponselnya.

“Mas, ada berita tentang Luna!” teriak Rein heboh.

Rayan menoleh sekilas, setelah melihat Rein sudah duduk dengan benar di sampingnya Rayan kembali sibuk meneliti laporan di ponselnya.

“Ihh mas dengerin dulu,” rengek Rein sembari menarik ponsel Rayan dan menaruhnya di meja makan. 

“Apa sayang?” tanya Rayan.

Dan Rein langsung malu-malu mendengar Rayan memanggilnya sayang.

“Masih bisa malu-malu ya? Padahal udah biasa dipanggil sayang,” goda Rayan berhasil mendapat satu cubitan dari Rein.

“Jahil ish! Orang lagi serius juga.”

Please be my husband!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang