Part 30 : Ending.

11.3K 651 26
                                    


°
°
°


Hai Rein, gue berharap lo nggak pernah baca surat ini. Tanpa surat ini sesungguhnya hidup lo akan baik-baik aja. Tapi sampai kapanpun itu, lo juga akan tau entah dari orang lain atau dari gue sendiri.

Rein, maaf karena udah jahat sama lo. Gue ngerasa udah nggak punya muka lagi mau ngomong ini secara langsung. Jujur gue iri sama hidup lo yang bahagia, lo punya keluarga yang sayang sama lo. Lo punya suami yang baik. Sampai sempat terpikir buat sedikit ngasih pelajaran sama lo karena hidup lo terlalu baik-baik aja. Hidup lo terlalu banyak dikelilingi orang-orang baik.

Gue pengen pergi gitu aja, gue pengen semua hal-hal buruk yang tanpa sengaja gue lakuin terkubur tanpa lo pernah tau. Tapi, sekuat apapun gue nyoba buat baik-baik aja, rasa bersalah itu seolah ikut kemanapun gue pergi.

Maaf karena sering ngomongin lo di belakang, bahkan menyumpahi sikap lo atau ngejelek-jelekin lo di depan orang lain tanpa sepengetahuan lo. Di saat lo percaya sepenuhnya. Pada akhirnya gue dapat balasan yang setimpal atas apa yang gue lakuin sama lo.

Gue mau jujur sama lo. Arini mungkin nggak sepenuhnya salah, di sini gue ikut andil di dalamnya. Beberapa bulan yang lalu gue nemuin ponsel lama lo Rein. Sebelumnya gue nggak kepikir untuk buka-buka, maunya langsung gue balikin ke lo. Tapi, bukannya balikin ponsel lo, gue malah kirim foto-foto lo ke Arini. Gue pikir Arini nggak akan senekat itu buat menyebar luaskan foto lo itu. Tapi ternyata Arini nggak sebaik itu buat jaga privasi.

Untuk sementara waktu gue bakal pergi dari hidup lo, mau mencari hal-hal baik diantara orang-orang baik. Maaf karena nggak pamitan langsung, karena gue terlalu malu buat ngakuin hal ini secara langsung sama lo. Yang jelas, gue minta maaf atas semua yang udah gue lakuin. Suatu hari nanti jika gue masih diberi umur panjang, gue berharap bisa ketemu lo dalam keadaan yang baik dan jadi pribadi yang lebih baik lagi.

Aluna Jasmine

Rein terhenyak sesaat setelah membaca deretan kata yang tertulis di sebuah sobekan kertas yang dia temukan di meja belajarnya. Begitu banyak hal-hal yang tidak dia kira akan terjadi dalam hidupnya. Tanpa dia sadari mungkin dia sudah membuat banyak orang tersakiti sehingga banyak orang membenci dirinya.

Hidup Rein yang terlihat begitu baik di luar, sebenarnya hanyalah kamuflase dari begitu banyak beban yang Rein pikul sejak dia masih kecil. Hidup bergelimang harta, bukan berarti dia hidup bahagia. Begitu banyak kesedihan yang ingin dia lampiaskan juga, walau kenyataannya daripada mengungkapkan perasaan sedihnya Rein lebih memilih diam dan mencoba terlihat baik-baik saja.

Rein tersenyum sedih melihat kertas yang masih berada di genggamannya. Masih mempertanyakan kenapa orang-orang iri melihatnya, padahal Rein merasa bahagia juga belum lama setelah dia menikah dengan Rayan. Selama sembilan belas tahun hidupnya sebelum bertemu Rayan tak ubahnya hanya menahan tekanan yang dia dapat dari banyak orang di sekitarnya.

Rein meremas kertas di tangannya, lantas melemparkan ke tempat sampah. Bagaimanapun juga Rein tidak sebaik itu bisa memaafkan orang lain semudah itu. Walau Rein yakin pada akhirnya dia akan memaafkan Luna, tapi tidak untuk sekarang. Karena saat ini hatinya masih belum bisa berdamai, sekuat apapun Rein mencoba untuk berpikir positif, mencari pembenaran atas sikap kedua sahabatnya, tetap saja hal itu menyakitinya.

***

Lima tahun kemudian ...

Seberat apapun masalah yang kalian hadapi sekarang, percayalah hidup akan terus berjalan dan kebahagian pasti akan datang. Bersyukurlah atas kebahagiaan yang kalian dapatkan sekarang, karena tidak setiap saat hidup kalian akan terus bahagia. Ada saatnya kalian akan merasakan susah. Allah itu maha adil. Setelah begitu banyak masalah yang datang, Rein akhirnya berhasil menata ulang kehidupannya menjadi lebih baik. Dan jika ditanya apakah dia bahagia sekarang, tentu saja Rein akan menjawab dia bahagia.

Please be my husband!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang