Part 4 : Jawaban Rayan.

8.2K 684 14
                                    


°
°
°






Rein suka sama Rayan. Karena pacaran di larang, jadi Rein pikir kita harus menikah dulu sebelum bisa berpacaran dengan bebas. Tapi, kalo Rein nunggu Rayan yang lamar pasti nggak akan pernah terjadi sampai kapanpun. So, Rein di sini. Rayan please be my husband!”

Rayan hampir serangan jantung mendengar kalimat panjang Rein barusan. Ibunya tampak kaget sekali, sedangkan dari arah ruang keluarga terdengar suara batuk-batuk Salma yang tidak kunjung berhenti. Rayan yakin adiknya itu pasti akan menertawakannya habis-habisan.

“Rein-,”

“Jadi mau kan nikah sama Rein?”
Rayan melongo, Ya Allah salah apa dia sampai dilamar cewek duluan begini? Dimana harga dirinya sebagai seorang laki-laki.

Di kolong jembatan mungkin Yan!

“Tunggu!” Rayan buru-buru memotong saat Rein tampak membuka mulutnya untuk bicara kembali. “Rein menikah itu nggak segampang yang kamu pikirkan. Dan om, tante jujur saya belum ada rencana mau menikah dalam waktu dekat. Saya masih kuliah, dan belum punya apa-apa untuk menghidupi istri dan anak saya kelak.”

“Rein bisa bantu kerja,” sahut Rein cepat dengan senyum manisnya. “Rein janji, Rein nggak akan nyusahin. Rein akan bantu-bantu apapun. Rein juga terima kalau hidup sederhana.”

Rayan tidak yakin janji seorang Rein akan benar-benar dia lakukan setelah mereka menikah nanti. Mereka? Tanpa sadar Rayan bahkan sudah berpikir mereka akan menikah nantinya. Rayan mengusap keringat yang mengalir di pelipisnya. Saking gugupnya Rayan sampai keluar keringat padahal dia baru saja mandi.

“Om, tante, Rein minta restu dari kalian ya. Boleh kan Rein menikah sama Rayan?” Kedua orang tua Rayan saling berpandangan. Sebenarnya mereka menyukai pribadi Rein yang ceria, walau kalau boleh jujur bunda Rayan lebih suka perempuan yang menutup kepalanya dengan kerudung daripada rambut panjang Rein yang diwarnai bagian ujungnya. Kesan pertama yang cukup untuk membuat sang bunda tidak menyukai Rein.

Rayan menghela napas berat. Rasanya lebih sulit daripada menyelesaikan soal ujian.

“Kalau om terserah Rayan, Rayan sudah besar dia harusnya bisa menentukan mana yang terbaik untuk dirinya sendiri.” Rein tersenyum, dan kalau Rayan tidak salah dengar sempat terucap terima kasih dari gadis itu. Entah terima kasih untuk apa.

“Rein,” panggil Rayan membuat Rein langsung menatap Rayan.

“Ya?”

“Apa alasan kamu sampai nekat seperti ini? Cuma karena mau pacaran?”

Rein langsung menggeleng tegas. “Nggak. Rein sadar diri mungkin dimata Rayan, dan tante mungkin Rein terlihat seperti bukan gadis baik-baik. Rein akui Rein memang bukan gadis baik,” ucap Rein sembari menatap ke arah ibunda Rayan.

Wanita paruh baya berkerudung itu tampak terkejut. Bagaimana gadis itu bisa tau? Pikirnya.

“Rein ingin berubah, jadi perempuan yang lebih baik. Kalo Rein bukan seperti kriteria Rayan, atau tante, Rein siap untuk berubah. Hanya tolong, ajari Rein.”

Baik Rayan, dan kedua orang tuanya terlebih sang bunda terhenyak mendengar ucapan Rein. Bagi Rayan, baru kali ini dia bertemu seorang gadis yang seberani Rein. Bahkan dihadapan orang tuanya. Nggak sedikit perempuan di kampus mencoba mendekatinya, dari yang biasa saja sampai yang berpakaian tertutup ala perempaun muslimah. Tapi nggak ada yang seberani Rein sampai meminta untuk diajari agama secara langsung seperti ini. Rayan paham betul Rein masih sangat cetek dalam hal agama. Walau Rayan sendiri merasa dia sendiri juga nggak pandai. Tapi Rayan akui, dia kagum dengan kemauan Rein.

Please be my husband!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang