°
°
°Rayan berjalan pelan menyusuri koridor kampus yang sudah sepi. Di sampingnya Rein berjalan santai tanpa peduli pada sekitar. Rayan sesekali mencuri pandang ke arah Rein, walau hanya bisa menghela napas saat Rein tampak tak tertarik untuk sekedar balik melirik ke arahnya. Rein masih kesal padanya. Jelas sekali dari wajah kusutnya.
Di tengah jalan, langkah mereka terhenti saat tiba-tiba sekelompok mahasiswa berjalan mendekat ke arah Rein. Rayan mendadak awas. Dia baru sadar jika Rein ternyata punya banyak fans.
“Hai Rein,” sapa seseorang yang berambut ikal gondrong dengan gitar dipunggungnya.
Rein mengangguk ramah. “Eh iya, ada apa?”
“Gini, kami salah satu band yang bakal tampil di pameran amal. Kebetulan banget vokalis kami nggak bisa ikut karena lagi sibuk skripsi. Denger-denger katanya kamu lumayan jago nyanyi. Mau nggak kalau sementara waktu gantiin vokalis band kami? Atau kalau nggak sekedar buat ngisi besok pas pameran amal juga nggak apa-apa. Gimana?”
Rein refleks melirik Rayan, kumpulan mahasiswa itu mengikuti arah pandangan Rein. “Oh ini siapa?” tanya mahasiswa berambut ikal tadi sambil menunjuk Rayan.
Rayan tampak membuka mulutnya, tapi Rein lebih dulu bicara. “Dia kakakku, aku harus izin dulu sama dia.”
“Oh kamu punya kakak yang seumuran? Kayaknya kalian sepantaran kan? Atau kembar?”
“Nggak kembar kok, beda setahun,” ucap Rein asal.
Kumpulan mahasiswa itu tampak mengangguk walau beberapa dari mereka menatap curiga ke arah Rayan. Rayan sendiri hanya bisa memasang ekspresi datar. Rasanya sangat tidak menyenangkan disebut kakak oleh Rein. Hei dia itu suaminya Rein, suami sahnya! Inginnya Rayan berkoar seperti itu, tapi dia sadar beginilah cara Rein membalas dendam padanya. Ini jelas karena kesalah pahaman Nisa tentang hubungan mereka. Dan Rein kesal dengan hal itu. Nggak sekali dua kali orang menyangka Rein adalah adiknya, dan Rayan tidak sempat menjelaskan. Sekarang Rayan paham bagaimana perasaan kesal Rein saat orang lain menyebut Rein sebagai adiknya.
“Jadi gimana Rein?” tanya si rambut ikal lagi tampak memaksa.
Rein melirik Rayan sekali lagi. “Emm maaf ya, tapi kayaknya nggak bisa. Aku juga lumayan sibuk, jadi maaf ya.”
Si rambut ikal tampak memasang wajah kecewanya. Beberapa temannya tampak mendumel. Tapi Rein sama sekali tidak peduli.
“Ya udah, nggak apa-apa.” Si rambut ikal tampak memaksakan senyumnya pada Rein.
Kumpulan mahasiswa itu lantas berlalu dari hadapan Rein dan Rayan. Tinggalah mereka berdua yang masih saling bertatapan dengan jarak terbentang cukup jauh. Rayan menghela napas lantas berjalan pelan, mendekati Rein. Tangannya seperti sudah seharusnya langsung menggenggam tangan mungil Rein.
“Sekarang mas tau gimana perasaan kamu,” gumam Rayan pelan dengan wajah murung. “Nggak enak banget diakui sebagai kakak. Besok kita ambil undangan yuk, kita bagikan buat orang-orang yang nyangka kamu adik aku biar nggak salah paham.”
Rein pada akhirnya tidak bisa menahan senyumnya. Tangannya membalas genggaman tangan Rayan. “Maaf tadi marah-marah sama mas.”
Rayan menggeleng. “Nggak, aku yang salah. Aku pikir sementara kita memang harus merahasiakan pernikahan kita, setidaknya sampai resepsi diadakan nantinya. Tapi rasanya nggak nyaman kamu jadi dekat sama banyak cowok. Baru juga berapa hari udah berapa cowok deketin kamu.”
Rein terkekeh. “Ciee, ada yang cemburu nih.”
Rayan mendengus. “Iyalah...” lirihnya tanpa sadar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please be my husband!
ChickLitNamanya Brilliant Ivena Rein, atau akrab disapa Rein. Sejak kecil Rein tumbuh dengan kasih sayang yang melimpah dari orang-orang terdekatnya. Tumbuh menjadi remaja cantik dan dikagumi banyak kaum adam. Dia juga berprestasi di bidang akademik, menjad...