Part 28 : Klarifikasi.

7.8K 617 36
                                    

No edit, maaf typo.

°
°
°



Rayan menghela napas entah untuk yang keberapa kalinya hari ini, sejak tadi dia berusaha untuk tidak ikut bicara karena takutnya malah menambah runyam suasana. Akan tetapi makin ke sini, dia merasa mama Nisa malah semakin memojokkan Rein. Beruntung sang bunda teringat belum membuat minum, jadi saat ini hanya ada Rein, Rayan dan kedua tamu mereka di sana.

“Jadi nak Rayan gimana? Udah ada rencana mau nikah?” tanya mama Nisa dengan ramahnya.

Rayan memaksakan senyumnya untuk sekedar sopan santun. Sebelah tangannya menggenggam tangan Rein yang terasa dingin.

“Sebelumnya maaf tante,” ucap Rayan memulai. Diliriknya sang istri yang masih betah menundukkan kepalanya sejak tadi, Rayan tentu tidak tega membiarkan sang istri menahan dongkol terus menerus.

“Ya?”

“Saya sudah menikah.”

Semua diam. Terlihat mama Nisa yang tampak shock sedangkan di sampingnya sang putri tampak menunduk malu. Berbeda dari dua tamunya, Rein diam-diam tersenyum dan sebisa mungkin menahan diri untuk tidak menjerit saking senangnya. Rasanya seperti semua beban yang dipanggulnya hilang begitu saja.

“Loh tapi, bukannya kamu dan Nisa-“

“Saya dan Nisa hanya sekedar kenal, kami juga tidak pernah berteman dekat apalagi sampai pacaran.” Rayan menyela. Rein meremat tangan Rayan yang berada di genggamannya, hal itu membuat sang suami langsung menoleh dan ikut tersenyum saat melihat Rein menggigit bibirnya sendiri dengan senyum lebar yang berusaha ditahannya.

“Dan kenalkan, ini istri saya,” jelas Rayan sembari merangkulkan tangannya pada Rein. “Namanya Rein, saat ini dia tengah mengandung anak pertama kami.”

Mama Nisa tertawa, seolah tidak percaya pada apa yang dia dengar barusan. Dan sesaat setelahnya seolah tersadar jika sebelumnya dengan tidak tahu malu dia menawarkan sang anak dengan begitu banyak prestasi, padahal orang yang dia kira adalah pacar anaknya itu ternyata sudah menikah bahkan istrinya tengah hamil. Ditatapnya sang anak dengan pandangan marah, sungguh malu sekali rasanya.

Dengan menahan geram mama Nisa pamit pada Rayan dan pergi begitu saja tanpa menunggu balasan. Nisa yang sudah berniat untuk ikut kabur menghentikan langkahnya saat Rayan memanggil namanya.

“Duduk dulu Nis, ada banyak hal yang perlu aku jelasin di sini,” ucap Rayan.

Rein menarik tangan Rayan. “Mas aku nyusul bunda aja ya,” ijin Rein.

“Jangan. Di sini dulu ya, nemenin mas.”

Rein mengangguk patuh. Toh sebenarnya dia memang ingin berada di sana, hanya saja tidak ingin mengganggu pembicaraan Rayan dan Nisa. Tapi karena Rayan sendiri memintanya untuk tetap berada di sana, jadi Rein dengan sedang hati akan menemani Rayan.

“Jadi Nisa, tolong jangan ganggu kami. Kamu perempuan baik, tentu kamu tau batasannya kan?” tanya Rayan dengan pelan. Rayan tidak mau sang bunda tau pembicaraan mereka.

Nisa yang sejak tadi menunduk mengangkat wajahnya dan menatap Rayan. “Aku nggak ganggu kalian.”

Rayan memicingkan matanya. “Tapi aku sendiri merasa terganggu dengan kamu yang diam-diam menemui Rein dan berbicara yang nggak sepantasnya kamu bicarakan.”

Nisa menahan matanya untuk tetap menatap lurus ke arah Rayan. “Okay. Maaf. Aku cuma butuh satu jawaban dari kamu untuk memastikan, setelah itu aku akan berhenti.”

Rayan mengangguk setelah terdiam cukup lama.

“Apa aku punya kesempatan?” tanya Nisa.

Rayan menatap Nisa lama sebelum menggeleng menjawab pertanyaan dari Nisa. Nisa tersenyum, tampak raut sedih tergambar jelas di wajahnya.

Please be my husband!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang