Part 20 : Undangan.

7.3K 630 43
                                    

°
°
°

Setelah melakukan persiapan dua minggu penuh, akhirnya hari ini pameran amal bisa dilangsungkan. Terlihat beberapa panitia tampak sibuk mempersiapkan setiap stand. Tak terkecuali Rein yang sejak pagi langsung didapuk sebagai foto model dadakan di stand photography. Sedangkan Rayan dipaksa oleh Ana untuk menemani Nisa dan teman-temannya di stand kerajinan tangan. Padahal Rayan sudah menolak, tapi mau bagaimana lagi jika hampir semuanya memaksa? Rayan tidak habis pikir, dia merasa semua orang sengaja mendekatkannya pada Nisa. Nggak tau aja dia udah nggak available.

Ok lupakan Nisa dan Rayan. Kembali ke masalah pameran. Pameran ditata menyerupai huruf U. Di bagian belakang ada panggung kecil untuk band. Sedangkan yang lain seperti stand makanan, pernak-pernik, lukisan, ditata berderet.

Jam tujuh tepat beberapa orang mulai berdatangan. Beberapa remaja tampak berkerumun di depan panggung. Beberapa tampak berjalan-jalan mengitari stand demi stand. Ada juga yang sekedar mampir, bertanya-tanya tapi lantas pergi begitu saja tanpa membeli sama sekali. Entah kebetulan atau karena pesona seorang Rein, pengunjung di stand photography sejak pagi cukup banyak. Kebanyakan adalah kaum adam yang rela merogoh kocek cukup besar untuk sekali jepretan foto berdua dengan Rein. Ada juga yang berfoto dengan pacar atau teman mereka.

Semakin siang, semakin banyak juga pengunjung yang datang. Rein sudah tampak kelelahan harus bergaya berkali-kali di depan kamera. Begitu saja suah capek, bagaimana foto model yang sehari-hari kerjaannya berpose di depan kamera. Tampaknya saja mudah, mereka tinggal berpose tapi sebenarnya sulit juga. Apalagi di sini beberapa cowok yang berfoto dengan Rein sering curi-curi kesempatan untuk menyentuh Rein. Kalau bukan untuk amal Rein ogah jadi foto model.

Jam dua belas, panitia bergantian untuk istirahat. Bagi yang beragama islam menyempatkan waktu istirahat untuk segera sholat. Rayan langsung pergi menghampiri sang istri untuk mengajak sholat bersama. Tapi sampai di sana Rayan harus menelan kekecewaan karena ternyata sang istri sudah lebih dulu istirahat bersama teman-temannya.

“Mas Rayan,” panggil seseorang di belakang Rayan tiba-tiba.

Rayan menoleh. Keningnya berkerut dalam saat melihat Nisa berdiri di sana bersama mamanya(?) Sama seperti Rein, Rayan mulai ikut heran, kenapa dimana-mana seolah ada Nisa?

“Ya?” tanya Rayan bingung.

“Ini mama mau ngomong,” jelas Nisa dengan senyum tak lepas dari wajahnya.

Rayan mengalihkan atensinya pada mama Nisa. “Kenapa tante?” tanyanya berusaha sopan.

“Nak Rayan kapan datang ke rumah? Ajak orang tuanya ya. Kalau memang mau serius dengan anak tante jangan diajak pacaran aja, tapi lebih baik langsung dilamar. Tante nggak akan kasih izin kalau lama-lama pacaran, takutnya jadi zina. Tante yakin nak Rayan juga tau hal itu kan?”

Rayan tidak menutupi ekspresi terkejutnya. Sejak kapan dia pacaran dengan Nisa?

“Maaf tante-“

“Yan! Dipanggil Ana, disuruh bantuin ngangkat meja tambahan dari gudang.” Tiba-tiba saja temannya datang dengan napas ngos-ngosan.

Rayan mendelik pada temannya yang bernama Heru itu. “Sebentar Ru, gue lagi ngomong sama mamanya Nisa.”

“Aduh Yan, itu udah ditunggu yang beli. Masa iya makan sambil berdiri, nggak enak Yan sama mereka. Sebentar doang, lo juga belum dzuhur kan? Nanti bareng sama gue.”

Rayan hanya bisa menghela napas. Selalu saja ada yang menggagalkan rencana pengakuannya. Dia lantas menatap kembali mama Nisa. “Saya permisi dulu tante. Assalamu’alaikum...”

Please be my husband!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang