3: School 2

2.9K 116 0
                                    


Drexa memejamkan matanya saat cairan lengket yang tak lain jus tomat itu tersiram ditubuhnya. Membuat derai tawa seisi kantin menggema.

"Rasakan!"

"Kalau gue jadi dia, udah bunuh diri kali gue, hahaha."

"Gila, masih aja dia tahan."

"Udah kesekian kalinya si bego itu dimandiin. Bau tanah sih!"

"Crazy girl! Buat masalah apa dia sama geng The Unconvius sampai dia dimandiin gitu?"

"Anjirr dimandiin."

Drexa kembali membuka mata, saat dirasanya dirinya susah tenang. Menatap sekitar dan tak ada yang berbeda.

Seperti biasa, ia jadi sasaran empuk untuk dibuli.

Dia memang pantas dibulli.

"Anjir, cewek cantik gini lo buli juga Gab, tega lo. Tega lo Gabriel."

Lagi, tawa terurai. Menggambarkan betapa si lemah, tak punya tempat disekolah sialan ini.

Drexa diam-diam tersenyum miring. Ia bangkit dari duduknya, berjalan peelahan mendekati cowok yang dipanggil Gabriel itu.

Berjinjit sedikit, lalu membisik, "Tunggu balasan gue Gab."

Dan itu sukses membuat tawa Gabriel terhenti. Menatap cewek yang perlahan meninggalkan kantin seakan rapuh.

Dan beberapa detik setelah nya Gabriel tersenyum penuh arti.

Gadis itu,

Bukan gadis biasa.

********

Karena belajar dari pengalaman, untuk itu Drexa menyiapkan banyak baju ganti di lokernya. Ia sudah menggantinya dengan baju yang bersih. Ia menyisir rambutnya yang sebahu dengan cepat, tak peduli rambut halus itu sedikit rontok.

"Sialan tuh cowok. Liat aja gimana gue bales dendam ke dia nantinya." Gerutu Drexa bersumpah jika cowok tadi masuk kedalam blacklistnya.

"Kampret. Gue pastiin tuh cowok sialan bakal ken--,"

"Siapa?"

Drexa menjatuhkan sisirnya dengan terkejut saat tiba-tiba seseorang berbisik dengan horor ditelinganya. Ia menatap dengan miris sisirnya yang terjatuh.

"Anjing." Drexa tak sengaja mengumpat saat orang yang telah berani mengagetkannya membalikan tubuhnya dengan kasar dan membuat cewek itu mau tak mau menatapnya.

"Hy cewek jadi-jadian. I'm back! Udah ganti bajunya? Kok lo gak minta digantiin baju sama gue?"

Sungguh jika mencekik orang tak membuat Drexa masuk penjara, ia akan melakukannya sekarang juga.

Drexa menatap malas cowok dihadapannya.

"Duh tatapan lo minta dicolok banget ya? Dasar nerd kw goceng!"

"Pergi sebelum lo jadi korban gue selanjutnya." Peringat Drexa terlihat sangat meyakinkan.

Krik.

Krik.

Krik.

"Buahahahhaaha. Kocak abis!" Drexa menggeram kesal saat lelaki ini tertawa renyah dengan tatapan merendahkan.

Sabar Xa, ini masih disekolah.

Ketika tawa memyebalkannya berhenti, ia menatap Drexa dengan senyuman setannya. Ia memajukan tubuhnya dan menghapus jarak diantara mereka. Menunduk sedikit untuk mensejajarkan dirinya dengan Drexa dan berbisik tepat ditelinganya. 

"I'll wait."

Kemudian ia kembali menciptakan jarak diantara mereka.

"Btw, lo gak bakal lepas dari gue setelah ini." Ujarnya enteng disertai senyuman super manis.

Drexa tersenyum miring, "Dan gue peringatin sekali sama lo,"

Dengan berani Drexa berjinjit dan berbisik menggoda ditelinganya.

"Jangan coba masuk kedunia gue,"

"Gabriel."

Kemudian Drexa kembali menjauhkan tubuhnya, dan segera menyingkir dari hadapan cowok sialan ini. Tak lupa sebelum pergi mengacungkan jari tengahnya yang bercat kuku hitam metalik itu.

Sedangkan Gabriel, menatap kepergian adik kelasnya dengan takjub.

"Amazed." Gumamnya dengan segala pikiran gila yang bersarang diotaknya yang miring.

******

Siapa sih yang tak senang kita jam pelajaran sudah berakhir dan menandakan waktunya pulang. Waktu yang ditunggu oleh semua anak sekolahan.

Tapi disaat semua orang pulang, keempat cowok berparas diatas rata-rata itu sedang asik menikmati surga dunia mereka.

Hanya miras dan rokok.

Sesederhana itu.

"Btw Gab, gimana sama adik kelas cantik yang gue bilang waktu itu?" Tanya cowok bernetra teh yang bernama Nevan.

"Pepet ah, cantik banget anjing kayak barbie." Tambah si cowok berambut coklat terang bernama Keyl.

"Bodynya aduhai banget. Cewek idaman gue banget."

"Cewek idaman mata lo empat! Semua cewek lo bilang gitu. Dasar biadab!" Ejek Keyl tak lupa menoyornya.

"Munaf lo Keyl! Kayak lo gak khilaf aja liat yang sebening itu."

"Jangan sampai ada yang ambil dia. Dia target gue." Ujar Gabriel enteng.

"Target lo? Dewi lo kemanain?"

"Abis ditinggal mati pacar makanya Gabriel gila."

Hening.

Semua menatap tajam kearah Keyl. Cowok itu memang kadang-kadang tak bisa mengontrol bacotannya. Sadar perkatannya keterlaluan, Keyl meringis mengacungkan tanpa piece dengan wajah minta digampar higheels.

"Keyl!"

Bukan Gabriel yang bersuara, melainkan cowok beiris seterang amber itu yang sedari tadi diam kini angkat bicara dengan nada memperingati.

Dia Gafa, bisa dibilang cowok paling waras diantara mereka. Bukan hanya waras, Gafa jauh lebih dewasa dalam pemikiran dan sifat. Tak seperti sahabatnya yang macam anak tuyul ini.

Gabriel hanya menatap Keyl tanpa minat.
"Dasar bule ayan." Decihnya.

Keyl mengangkat bahu tak peduli sebagai respon.

Sedangkan Gafa menepuk pundak Gabriel menenangkan. Ketahuilah, Gafa itu kayak kakak mereka. Tegas, gak bacot doang isinya, dan yang terpenting dewasa.

Gabriel hanya tersenyum tipis, seakan menyiratkan bahwa dia baik-baik saja.

*******











AnDREaXATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang