Pukul.Tendang.
Tonjok.
Gabriel sungguh merasa sangat bosan dengan adu jotos yang saat ini mereka lakukan dengan kelima preman kekar yang menurutnya payah ini.
Cih, hanya badan saja yang gede, lawan anak SMA masih sering kena pukul.
Kembali aja ke tk.
Mengingat bagaimana kemampuan Gabriel yang jago beladiri, memang membuatnya tak kesulitan.
Tetapi ia merasa takjub dengan gadis yang sesekali ia peehatikan saat melawna preman sangat lihai.
Bringas.
Kasar.
Bengis.
Gadis itu benar-benar seperti ahlinya.
Tuh kan, Gabriel jadi semakin penasaran dengan Andreaxa.
Gabriel mendekati Drexa, ia sempat-sempatnya berbisik saat mereka sedang baku hantam seperti ini.
"Mau coba hal yang lebih seru?"
Walau masih menonjok lawannya, ia tetap kebingungan dengan maksud Gabriel.
"Maksud lo ap----"
Dan detik berikutnya adalah, Gabriel menautkan jari mereka berdua. Menggenggam tangan mungil nan halus itu lalu berlari tanpa mau peduli apakah gadis itu bisa menyeimbangi lawannya.
"Bangsat. Jangan kabur woii!"
Mereka saling berlari dan mengejar. Berlari kearah jalan raya besar, mata Drexa tak sengaja melihat sebuah angkot kosong yang kuncinya ditinggal.
"Gue ada ide."
Drexa menarik Gabriel mundur secara tiba-tiba. Memasuki angkot, Gabriel tanpa banyak bicara mengikuti. Drexa dengan cepat duduk disamping kemudi.
"Bocah goblok. Kembali kaliaaaannnn!"
Drexa memutar kunci dan menginjak pedal gas. Mengemudi dengan kecepatan cari mati.
Gabriel masih sempat-sempatnya menggeleng takjub, "Uwah. Cara lo nyetir bener-bener cara mendekatkan diri pada Tuhan yang paling menyenangkan. Gue coba nanti."
Ya Tuhan, Gabriel benar-benar terpana.
Drexa tak memedulikan. Masih berusaha saling menyalip. Menambah kecepatan hingga full saat preman tersebut ternyata mengikutinya dengan motor.
"Shit. Mereka bakal ngepung." Gumam Drexa jengkel.
Gabriel memutar otak dengan cepat. Matanya tak sengaja melihat tumpukan kardus dipojok belakang angkot.
Ia melompat kebelakang. Mengambil beberapa tumpukan balok kardus yang cukup berat.
"Setan. Kembali sana ke neraka."
Dengan senyum lebar, Gabriel menembak balok kardus kearah mereka dengan tepat sasaran. Membuat tiga preman langsung jatuh bersamaan dengan motornya.
Drexa benar-benar tahu cari aman dengan tidak melewati jalan raya yang ramai.
Setelah puas, Gabriel kembali melompat ketempat duduk disamping kemudi.
Ia menatap Drexa yang mendadak pucat.
"Remnya blong."
Disaat Drexa mencoba tak panik, Gabriel justru menyungging senyum lebar.
"Ini akan sangat menyenangkan."
Drexa hampir mengumpat kaget saat dengan kurang ajarnya, Gabriel melompat duduk disampingnya. Di jok yang sama.
"Sisa dua preman. Terlalu payah dan membosankan kalau lo habisin mereka sekarang."
Drexa mencoba menulikan telinga.
"Ini bagian gue. Waktunya istirahat babe."
Drexa sekali lagi ingin mengumpat karena Gabriel yang mengambil alih kemudi tiba-tiba dengan mendorong Drexa pelan.
Gabriel mengemudi dengan tak kalah tak warasnya. Cengiran lebar semakin menghias wajahnya.
"Gue bakal hadang dua preman itu."
Drexa hendak melompat kebelakang, tetapi dengan santainya Gabriel malah menyambar tangan Drexa.
"Apa?"
"Jangan."
"Gab, jangan gila sekarang! Preman itu masih ngejar kita!"
"Apa gue terlihat peduli?"
"Gab!"
Drexa tak habis pikir, Gabriel masih sempat-sempatnya bercanda seakan mereka tidak berada diambang maut seperti sekarang.
"Bisa tutup mulut sampah lo?"
"Sialan."
"Love you too babe."
"Gab! Gue serius njing!"
"Nanti aja seriusin guenya. Ngebet amat sih yang."
Drexa benar-benar lupa kalau bicara dengan Gabriel akan semakin membuang waktunya.
Drexa membulatkan matanya saat didepan mereka sebuah truk melaju kencang.
"Shit."
Gabriel justru semakin menambah kecepatan.
"Gab! Shit! Lo mau bunuh kita?!"
Tak peduli pekikan Drexa, Gabriel dengan tiba-tiba memutar stir kekiri dengan kencang. Bersamaan dengan dua preman tersebut ya terhadang truk yang memutar stir kekanan dengan umpatan.
"Yeayyy." Pekik Gabriel senang. Tak menyangka ini akan sudah sangat menyenanangkan.
Drexa mengatur nafasnya. Ia kira Gabriel akan dengan bodohnya menabrakan mereka ke truk.
"Jangan seneng dulu lo! Remnya blong pea!"
Gabriel hanya tertawa. Mengucel rambut Drexa pelan yang segera gadis itu tepis.
"Mau lihat yang lebih menyenangkan?"
Drexa mendelik. "Jangan aneh-aneh gob----GABRIEEELLL!!!"
DUGH
Mereka bergulir kesisi kiri padang berumput. Angkot yang mereka tumpangi menabrak pohon didepannya.
Dan Drexa menutup mata. Tidak menyadari bahwa ia menindih tubuh Gabriel.
"Mau sampai kapan pelukannya?"
Suara yang bagai malaikat kematian membuat Drexa langsung membuka mata. Terkejut dan hendak berdiri namun Gabriel malah memeluknya.
"Lo cantik." Bisiknya.
"Kayak chucki."
Drexa segera berdiri dan mendengus, menatap jengah pada Gabriel yang malah terbahak.
Ia ikut berdiri.
"Terus gimana sekarang? Udah telat."
Gabriel mengedikkan bahu tak peduli.
"Bolos?"Drexa memukul bahunya keras membuat Gabriel meringis, "Enak aja. Gue gak mau ngikutin kebodohan lo yang hakiki."
Gabriel mencibir, "Bisa aja lo mak dugong."
"Gini-gini juga masih jelekan lo kemana-mana."
Gabriel terkekeh kecil. Drexa memang selalu tak mau kalah. Atau mungkin tak akan pernah mau kalau darinya.
Tanpa diduga, Gabriel mengacak pelan rambut Drexa. Membuat Drexa menganga. Hanya tak menyangka jika Gabriel mampu bersikap sedikit,
Manis?
"Ayo ikut gue kali ini."
"Kemana?"
"Ke jurang."
******
Gue pikir sekalian aja updatenya. Happy reading ya guys.
KAMU SEDANG MEMBACA
AnDREaXA
Teen FictionJika Tuhan menanyakan dua hal termustahil yang ingin Drexa minta, Drexa hanya ingin Levindra kembali menjadi kekasihnya. Lalu melenyapkan eksistensi Gabriel untuk selamanya. Yang Levindra tahu, semenjak orang tua mereka memutuskan menikah, Drexa mem...