40: No Bullied

1.7K 79 3
                                    

Gabriel tak tahu. Tak ingin mencari tahu mengapa Drexa adalah pilihan yang ia percaya untuk mencari bukti tentang kematian sang kekasih tercinta. Ia hanya mengikuti naluri. Bersangka jika Drexa mampu melakukannya.

Drexa sendiri hanya mengiyakan. Melakukannya demi sesuatu yang menguntungkan walau ia adalah salah satu alasan dari rahasia terbesar yang mampu merenggut nyawa seseorang yang rela berkorban hanya demi sebuah kalimat persahabatan; Aku Sayang Drexa."

Drexa merasa bersalah. Namun jika dengan sedikit sandiwara lagi ia bisa membuat Levin tak terluka, ia akan melakukannya.

Memanfaatkan kegilaan Gabriel Alexandrio sebagai tameng, Drexa menjadi sangat egois karenanya.

Tangan mereka saling bertautan dalam genggaman. Hampir seluruh pasang mata melihat mereka yang tampak seperti sepasang kekasih.

Drexa sebenarnya sangat keberatan. Terlebih pandangan hampir seluruh siswa menatap rendah. Hanya kearah Drexa lebih tepatnya.

Dikoridor langkah mereka terhenti, ada Nevan yang menghalangi jalan. Tetapi....bersama seorang gadis? Lagipula, tangan mereka saling bertautan seperti dirinya dan Gabriel.

"Rain?" Gumam Drexa.

Nevan hanya menyengir sedangkan gadis disampingnya hanya menatap datar kearah mereka.

Drexa memperhatikan. Matanya membulat saat terlihat sedikit cairan merah dari telapak tangan antara mereka yang hampir jatuh.

Drexa segera melepas genggaman Gabriel begitu saja. Lalu dengan spontan melepas genggaman Nevan dan Rain.

Ia berdecak saat dugaannya benar. Nevan sama gilanya. Ia pasti menyayat telapak tangan Rain dengan silet seperti yang pernah Gabriel lakukan pada pergelangan tangan Drexa saat ia tak mau menurutinya.

Tetapi....mengapa Rain terlihat biasa?

Seolah-olah apa yang Nevan lakukan bukanlah hal baru untuknya.

Atau memang bukan?

"Rain, kok lo diem aja sih?! Tangan lo luka goblok." Drexa terlihat semakin kesal saat Rain justru masih terlihat sangat tenang.

"Rain--!"

"Andreaxa."

Drexa menoleh tajam kearah cowok beriris teh yang tengah tersenyum lebar namun menatap Drexa tak biasa.

"Bisa lo jangan ikut campur?"

Drexa terdiam.

Benar juga. Mengapa ia peduli? Sejak kapan ia peduli? Sejak.....kapan?

Gabriel merangkul bahu Drexa tiba-tiba. Tersenyum manis saat Drexa balas menatapnya.

"Jangan dipeduliin. Nevan cinta Rain. Makanya dia begitu. Rain-nya nakal sih. Lagian, Nevan gabakal sampai membunuh Rain. Paling sekarat. Hahahaha."

Drexa tak kaget lagi saat Nevan dan Gabriel tertawa. Jiwa psikopat Gabriel dkk memang tak perlu siapapun ragukan.

Mengerikan.

Sesaat Gabriel berhenti tertawa dan memandang guyon kearah Rain. Ia tersenyum sangat menenangkan. Seolah kejadian berusan bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan.
"Lagian Rain juga gak keberatan. Iya kan Rain?"

"Ayo pergi Andreaxa."

Gabriel kemudian menyeret Drexa lagi. Gabriel memperlakukannya sangat kurang ajar. Membuat Drexa semakin muak saja.

"Lepas!"

Lagi, langkah mereka terhenti. Kini dikoridor arah gudang yang memang jarang dilalui guru, siswa atau siswi.
Drexa melepas rangkulan Gabriel datar. Ia menatap Gabriel hina.

AnDREaXATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang