Hari minggu yang suram.Sudah dua hari sejak kejadian menjijikan itu terjadi. Namun, Drexa masih tak keluar dari kamar.
Levin khawatir karena semenjak pulang dengan berantakan, Drexa langsung mengunci pintu bahkan tanpa memberikan Levin kesempatan bicara.
Sebenarnya, apa yang terjadi pada adik kesayangannya?
Tok tok tok
Sudah lima kali percobaan Levin mengetuk pintu kamar Drexa yang tak kunjung mendapat sahutan dari si empunya.
"Drexa, buka pintunya!"
Levin jengah, kesabarannya menipis.
"Drexa, buka atau gue dobrak!"
"Dre----"
Levin hampir saja tersungkur saat Drexa membuka pintu dan langsung menarik tangannya dengan cepat lalu kembali menutup pintu dengan keras.
Levin tertegun sesaat. Ia baru menyadari kenapa kamar Drexa bisa segelap ini.
"Drexa?"
"......" Tak ada sahutan.
"Dek?"
Kemana Drexa? Kamar ini begitu gelap. Tirai tebal menutupi sang surya yang bahkan tak bisa mengintip melalui celah kaca jendela.
Levin mengambil handphone nya disaku celana jeans yang ia gunakan lalu menghidupkan senter.
Ia mengarahkan senter kearah sekeliling ruangan dan hampir melempar ponselnya saat mendapati Drexa tengah berdiri dihadapannya dengan pandangan yang tak bisa Drexa artikan.
"DreUmhhhhhh."
Panggilan Levin seketika terputus saat dengan tiba-tiba Drexa mendorongnya hingga menubruk pintu lalu mencium bibir Levin kasar seolah ingin menghabisi Levin.
Mata Levin membola seperti ingin keluar saat Drexa menggigit bibirnya dengan keras. Darah yang mengucur dari bibir yang tergigit sama sekali tak membuat Drexa berhenti melakukan apa yang ia inginkan.
Levin baru menyadari,
Kenapa Drexa terlihat sampai sekacau ini?
Bibir Levin terasa begitu perih. Drexa seperti kesurupan. Jika terus dibiarkan ia akan mati konyol ditangan Drexa.
"Drexa!"
Ditengah minimnya pencahayaan yang hampir sama sekali tak ada, Levin melepas kasar ciuman sepihak itu lalu membalikan posisi Drexa sehingga kini Drexa berada dalam kungkungannya. Ia menatap tajam Drexa yang tengah terengah-engah.
"Lo gila!"
Drexa tak mau bicara, ia hendak kembali mencium Levin namun segera tertahan karena Levin mencengkram kuat bahu Drexa yang dengan susah payah ia kendalikan.
Levin berkilat marah. Ia emosi seolah Drexa sedang mencoba bermain api dengannya.
"Jadi lo mau yang kayak begini hah?! Lo mau ciuman sialan?! Gue bisa matiin lo sekarang!"
Bukan hanya gila, namun kedua bersaudara tak sedarah itu juga tak memiliki logika.
Disaat seperti ini, Levin yang pada dasarnya makhluk tidak peka mengabaikan keadaan, ia mencium Drexa dengan bodohnya seperti yang Drexa lakukan.
Namun ciuman Levin terasa penuh emosi. Penuh rasa khawatir. Penuh kemarahan. Penuh keganjilan yang tak bisa ia jelaskan.
Kali ini justru Levin yang terlihat bak orang kesurupan. Cowok itu kehilangan kendali. Disaat Levin memiliki sumbu kesabaran yang tak sampai sejengkal, Drexa justru semakin menyulutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AnDREaXA
Teen FictionJika Tuhan menanyakan dua hal termustahil yang ingin Drexa minta, Drexa hanya ingin Levindra kembali menjadi kekasihnya. Lalu melenyapkan eksistensi Gabriel untuk selamanya. Yang Levindra tahu, semenjak orang tua mereka memutuskan menikah, Drexa mem...