37: Home

1.8K 73 2
                                    

"Kebiasaan."

Langkah kaki Drexa terhenti saat hendak menapaki tangga karena mendengar sebuah suara yang sangat dikenalinya.

Drexa berbalik.

Benar saja, didepan pintu utama, Levin sedang bersidekap sambil menatap Drexa tajam.

Ia menyengir terpaksa, "Eh, ada Levin, hehe."

"Darimana aja lo?"

Nada dinginnya membuat Drexa menelan ludah susah payah. Tetap mempertahan cengiran, ia menatap Levin guyon.

"Oh i-itu, gue ke rumah....Alana. Iya, rumah Alana."

"Alana pulang sama gue."

Drexa tercenung.

Terdiam. Merasakan sesak tanpa sebab menjalar kedada. Alana.....pulang bersama Levin?

Drexa tersenyum miris. Menertawai satu fakta yang tak mungkin ia lupa.

Tentu saja. Orang tua mereka telah menjodohkan Levin dengan Alana.

Tapi Levin hanya mengantarkan Alana pulang. Bukan.....merebutnya kan?

Levin berdeham singkat. Mengembalikan atensi Drexa yang malah terbengong sesaat. Drexa menatapnya dengan senyum ramah.
"Gue ke markas."

Levin melebarkan mata. Melotot padanya. Gadis itu selama ini hampir tak pernah mengatakan secara gamblang saat ia pergi ke markas.

"Ke markas~ Ngerokok, minum, ngevape, dan sedikit....ngedrug?" Melihat reaksi Levin, Drexa melanjutkan santai, berkata dusta. Sesaat sorotnya menatap Levin hampa, tak berapa lama kembali menatap ceria.

"Gue ke markas geng gue. Kalau lo berniat mampir kesana, hati-hati aja. Temen gue suka kelepasan soalnya." Ia mengatakan sarannya dengan gamblang begitu enteng.

Melangkah hendak meninggalkan, Levin justru mencekal lengannya.

Menekannya.

Dan Drexa sadar sepenuhnya, kata-kata Drexa akan menjadi kemarahan untuk seorang Levindra Leavata.

Karena Drexa dan segala 'geng' nya, adalah sesuatu hal yang paling Levin tak suka.

"Berapa kali?~"

Suara rendah Levin menggeram tertahan, tanpa menatap Levin atau berbalik karena Drexa memunggunginya, ia meringis.

"Berapa kali gue bilang Ashley Andreaxa Leavata, lo dan semua geng sampah lo itu gak guna."

Terhina.

Levin tak tahu bahwa ia sedang menghina langsung seorang pemimpin geng terbesar seantero ibukota yang merangkap sebagai adiknya.

Drexa tersenyum sakit dalam hati.
Iya, Levin pasti akan menghukumnya.

Tak lama sebuah tarikan tangan kuat yang tak ingin Drexa lepaskan menyeretnya paksa. Menarik Drexa menuju lantai dua tak peduli apakah Drexa bisa menyamai langkah panjang nan lebar yang tergesa itu.

Levin....benar-benar marah ya?

Brak!

Suara bedebuman pintu tak membuat Drexa kaget. Levin membawanya kekamar Drexa. Mendorongnya paksa keranjang queen sizenya hingga Drexa terlentang dan menahan bahunya keras.

Hampir menindihnya.

Drexa sejauh ini sama sekali tak melawan. Lagipula ia tak berniat.

Gilanya, ia menikmati semuanya.

Sorot mata Levin jelas menunjukan kemarahan. Menatap Drexa seolah ia makhluk yang tak pantas mendapatkan pengampunan.

"Nge-drug?"

AnDREaXATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang