Seorang gadis berusia sekitar delapan tahunan lengkap dengan seragam sekolah, sedang duduk menyendiri, ditaman komplek rumahnya. Matanya sembab kentara bahwa si gadis habis menangis.
Mamanya baru saja meninggalkan sang gadis kecil hanya bersama pembantu untuk kembali bekerja. Sejak papa sang gadis meninggal dua tahun lalu karena kecelakaan pesawat, yang memang saat itu berprofesi sebagai pilot, ibunya mengurung kesedihan direlung hati dengan bekerja keras.
Padahal secara materi, bahkan mereka sangat lebih dari cukup. Tetapi penderitaan sang ibunda karena ditinggal suaminya, membuat Nara, ibu sang gadis menjadi jarang memperhatikannya karena terlalu terpaku pada kesedihannya.
Ia menangis bukan karena ditinggal sang ibu, melainkan dijauhkan oleh teman-temannya karena dianggap menyusahkan. Padahal sebenarnya, ia gadis baik hati dengan paras hampir sempurna yang mampu membuat teman-teman sepermainan selalu iri padanya.
"Hey."
Dia berjengit kaget saat merasa seseorang menepuk bahunya. Ia menoleh dan mendapati anak yang mungkin sebayanya menatap Drexa dengan senyum ceria.
"Kok kamu sendirian? Awas diculik wewe gombel." Ujarnya bercanda.
Krik.
"Eh,kok gak bereaksi ya?" Gumamnya polos.
"Ummm, kenalin, nama aku Alana Xaviera. Panggil aja Princess."
Gadis kecil itu mengernyit saat nama asli dan panggilan tak nyambung.
"Aku tau kenapa kamu heran kan? Kata kakak, sikap aku kayak anak laki, tapi aku secantik princess mimi peri. Kamu tau gak siapa dia?" Ujarnya polos.
Drexa masih tetap diam. Hanya menatap.
"Umm, Ashley Andreaxa? Susah juga ya nama kamu. Panggilan kamu siapa? Gak mungkin kan aku panggil pake nama lengkap?" Ujarnya setelah secara tak sengaja membaca nametag gadis itu.
Drexa terlihat ragu, "Egh, Andreaxa." Cicitnya.
"Ohhh, ehh tapi tetep kepanjangan. Aku suka lupa kalau soal nginget. Gimana kalau yang lain aja panggilannya."
"Si--siapa?"
"Andre? Ah kayak nama laki. Axa? Lah makin jelek, hehe. Andra? Loh kok makin absurd ya?"
"Ehh gimana kalau Dre, umm Drexa aja gimana?" Usulnya antusias.
Gadis kecil itu kembali diam, bukan tak tertarik pada pembicaraan, melainkan sangat bingung harus bereaksi seperti apa.
Dengan keberanian begitu besar, Alana meraih tangan Drexa dan menjabatnya. Tak lupa cengiran ceria khas anak-anak.
"Mulai sekarang, kita berteman. Aku Alana, dan kamu Drexa." Ucapnya final memutuskan begitu saja."Dre....Drexa?"
********
Sejak perkenalan pertama dengan seorang Alana Xaviera, kehidupan seorang Drexa kecil, tak sesuram dulu.
Setiap pulang sekolah yang awalnya selalu sedih karena dibuli, kini Drexa lebih ceria.
Alana seakan menjadi tonggak yang membantu Drexa berdiri setiap kali ia terjatuh.
Drexa mempelajari banyak hal dari Alana. Tetapi yang paling ia ingat adalah, bagaimana seorang Alana mengajarkan Drexa cara berbaur.
"Dek."
Tepukan pada pundaknya yang tiba-tiba membuat Drexa kecil berjengit kaget. Ia spontan menoleh.
"Aduh neng cantik, jangan bengong aja atuh neng. Untung eneng gak keserempet motor." Ucapnya yang ternyata seorang pria paruh baya.
Drexa mundur beberapa langkah, merasa terancam dan tanpa mengucapkan barang sepatah kata lari begitu saja. Mengabaikan teriakan pria paruh baya itu yang kebingungan dengan tingkah Drexa.
Hingga.....
Bugh!
Drexa menghentikan langkahnya dan mencoba mengatur nafasnya yang terengah-engah. Melihat dari jarak beberapa meter, sekelompok remaja sedang saling pukul. Drexa sama sekali tak mengerti jika dirinya dalam bahaya.
Hingga tak lama suara sirine polisi tampak terdengar, membuat para remaja itu kalang kabut. Mereka kontan berlarian menghindari berurusan dengan polisi. Tetapi sialnya, salah satu dari mereka menbrak bahu Drexa keras hingga ia terjatuh dan meringis pelan.
Menyadari ia menabrak sesuatu, ia menoleh dan berdecak sebal.
Anak kecil!
Ia tak mungkin meninggalkan anak kecil ini disini bukan? Dengan segala kekesalan, ia terpaksa menarik gadis cantik kecil itu dengan kasar lalu menggendongnya ala bridal style sambil berlari. Karena sungguh tak mungkin ia mengajak anak kecil itu ikut berlari bersamanya.
Drexa yang kaget mendadak linglung. Ia memberontak. Menyusahkan.
"Lepasin aku om!" Teriaknya.
Anjirrr. Om?!
Ia tak peduli pemberontakan anak kecil itu, dan berlari hingga sampai di sebuah bangunan tua besar namun masih terawat. Pria itu membawa Drexa masuk.
"Anjirrrrr." Umpatnya ngos-ngosan dan tanpa sadar menurunkan Drexa dari gendongan.
Ternyata teman sesama pria itu sudah duluan disana.
"Shit! Syalan banget tuh aparat keamanan. Dateng diaaat yang gak tepat anjuu." Kesalnya.
"Lagian kita belum menang dari mereka." Ujar pria yang lain.
"Kalau pun kita menang, tuh geng sialan bakal ngajak tarung lagi. Cih pengecut."
"Om kenapa ngajakin aku kesini? Aku mau pulang om!"
Hening......
Suara khas anak-anak terdengar, membuat mereka kaget karena baru menyadari ada yang 'lain' diantara mereka.
"Buset. Ini tuyul dateng darimana coba?"
"Tuyul mate lo lima. Itu bocah bego."
"Lah dianak nyempil masuk mana? Lewat lubang tikus kali ya?"
Seseorang yang tadi diam buka suara.
"Anju gue lupa. Nih anak gak sengaja gue tabrak ampe jatuh. Ya karna gue kagak tega liat tampang nih bocah,ya gue gendong aja."
"Anjirr Dio! Anak siapa itu lo bawa?!?!?!?" Histeris Ali, salah satu dari mereka.
Yang dipanggil Dio hanya mengedik bahu tanda tak tahu.
Ali berdecak, "Njing, gimana cara ngembaliinnya?!"
"Btw, nih bocah boleh juga. Yakin gue nih bocah kalau dah gede bakal cantik amet coyy." Celetuk Doni.
Dio menoyornya.
"Boleh juga apanya nyed?! Dasar pedofil lo!"
Dio berjongkok untuk mensejajarkan dirinya dengan Drexa.
Dio tersenyum lembut, "Nama kamu siapa?"
Drexa yang tadi menunduk kemudian mendongak, mengerjapkan mata indahnya beberapa kali membuat Dio tertegun.
Busyet,cantik amat.
"An...and...Andreaxa om."
Dio kembali tersadar saat bunyi cekikikan terdengar.
"Sial. Dia manggil lo om? Hahahaha lo emang udah setua itu apa ya?" Ejek Ali ngakak.
Dio memandang Ali tajam, "Diem lo!"
Kemudian ia kembali tersenyum pada gadis kecil dihadapannya.
"Jangan panggil om. Panggil kak Dio aja."
"Anjirr Di,lo seriusan kek pedofil kalau ngemeng gitu. Gak cocok!" Doni tergelak ditempatnya. Dio mencoba tak peduli.
"Ka--kak" ujar Drexa terbata.
"Jadi Andreaxa, kakak anterin kamu pulang ya."
*******
KAMU SEDANG MEMBACA
AnDREaXA
Roman pour AdolescentsJika Tuhan menanyakan dua hal termustahil yang ingin Drexa minta, Drexa hanya ingin Levindra kembali menjadi kekasihnya. Lalu melenyapkan eksistensi Gabriel untuk selamanya. Yang Levindra tahu, semenjak orang tua mereka memutuskan menikah, Drexa mem...