Bandara Icheon, Korea Selatan. 13.30 KST.
Siang hari yang hangat. Musim dingin telah berlalu, dan sekarang musim semi tiba. Musim yang dinanti banyak orang, musim dimana bunga-bunga bermekaran dengan indahnya. Membuat senyum pun turut bermekaran di bibir setiap manusia yang menikmati hari pertama musim semi ini.
Semua orang mulai berpakaian normal, namun tetap menggunakan jaket karena negara sub tropis seperti Korea Selatan akan tetap dingin walau musim dingin telah berlalu. Setidaknya jaket yang dipakai tidak setebal beberapa waktu yang lalu.
Sama seperti gadis 18 tahun yang kini kembali menginjakkan kaki di negara kelahirannya setelah lebih dari 10 tahun harus menetap di negara lain.
Senyum manis itu tak henti merekah, apalagi ia mendarat di musim yang tepat, musim kesukaannya, musim semi.
Sengaja ia mengambil penerbangan tengah malam agar sampai tengah hari karena udara hangat. Alasannya, gadis yang dibesarkan di London ini tidak begitu menyukai dengan udara dingin yang menurutnya hanya mengundang rasa kantuk.
Sekarang, pemandangan musim semi di kota Icheon semakin terlihat ketika gadis berkuncir kuda itu keluar dari bandara dan berdiri sambil celingukan seolah mencari sesuatu.
Senyumnya kembali merekah ketika mata coklatnya menangkap seseorang yang baru keluar dari mobil hitam di seberang jalan. Dengan langkah lebih cepat, gadis itu berlari ke arah mobil hitam menghampiri pria yang sedang bersandar di mobil itu, menunggunya.
"Good afternoon, uncle!" sapanya pada laki-laki 28 tahun yang bernotabe sebagai adik dari ayahnya, atau biasa disebut paman.
"Good Afternoon, Y/n-ya. Wahhh, you're very beautiful and always beautiful everytime," puji paman gadis bernama Kim Y/n dan akrab dipanggil Y/n di keluarga besar Kim itu.
"Ahh, thanks, uncle. You make me fly! Hehehe," Y/n terkekeh kecil.
"Hm, Ini Korea, bisakah kau menggunakan bahasa Korea saja? Atau jangan-jangan kau melupakan bahasa Korea setelah hampir sebelas tahun di London?" Terka paman Y/n.
"Aniyo, Ahjussi! Aku masih bisa bahasa Korea." Sanggah Y/n, membuat pamannya tertawa.
"Baiklah. Ayo kuantar ke rumah Kakekmu, dia merindukanmu."
"Ahjussi tidak merindukanku?" Tanya Y/n dengan bibir mengerucut.
Paman Y/n tersenyum, lalu mengusak puncak kepala sang keponakan yang ternyata masih tetap sama, manja, "Aku sangat merindukanmu, aku rindu semua tentangmu. Kenakalanmu, kejailanmu, kecerdasanmu, semuanya. Semua yang disini merindukanmu."
Y/n tersenyum. "Kajja! Nae bogoshipoda!" Seru Y/n dengan semangat sambil memasuki mobil pamannya.
Selama perjalanan, tidak ada keheningan sama sekali, ada saja topik yang dibahas dua manusia yang telah lama tidak bertemu ini. Sekalian untuk melepas rindu.
Jujur saja, pria bernama Kim Minhyun ini sangat merindukan keponakkan perempuan super pecicilan Kim Y/n, pasalnya dia adalah satu-satunya keponakan perempuan yang dia miliki. Eh-- maksudnya keponakkan yang bisa ditemuinya secara terang-terangan, tanpa ada rahasia dari keluarganya.
.
.
.
.
.Perjalanan dari bandara menuju kediaman keluarga besar Kim hanya memakan waktu 30 menit, dan sekarang mobil hitam itu sudah terparkir di halaman luas sebuah mansion mewah bak kerajaan. Mansion yang dulunya sangat ramai oleh suara riuh anak-anak, sekarang terlihat sangat sepi seperti rumah lama tak berpenghuni.
Senyum itu kembali merekah dibibir salah satu bocah yang dulu pernah meramaikan halaman mansion ini, bocah yang sudah tumbuh menjadi gadis cantik salah satu mahasiswi di sebuah universitas favorite di London. Ia melangkah menuju pintu utama setelah keluar dari mobil sang paman, berlalu begitu saja tanpa peduli namanya yang terus diteriaki.
Dalam langkah pelannya yang tak menimbulkan suara, Kim Y/n terus mengedarkan pandangan menyapu setiap sudut ruang luas yang ia lewati, mencari seseorang yang sangat dirindukannya.
Hingga langkahnya terhenti ketika mata coklatnya menangkap sosok pria tua sedang duduk di kursi goyang menghadap jendela yang menyajikan pemandangan taman samping mansion.
Ide jailnya muncul saat itu juga, Y/n berjalan sangat pelan, meminimalisir timbulnya suara, lalu menutup mata pria itu dengan kedua tangan putihnya, kemudian berdehem.
"Hey! Siapa ini? Ada yang ingin bermain rupanya?" Tanya pria itu seraya mengangkat tangan untuk menyentuh sesuatu yang lancang menutup matanya.
Si pelaku malah terkekeh, tidak menjawab.
"Y/n-yaa, jangan bermain." Ucap pria itu lagi, membuat Y/n berdecak dan langsung menurunkan tangannya.
"Kenapa Kakek selalu bisa menebaknya? Aish!" Kesal Y/n seraya berjalan menghentakkan kaki menghadap sang Kakek yang sekarang tertawa melihat reaksi cucu kesayangannya itu.
"Bagaimana Kakek bisa melupakan kebiasaan cucu pecicilannya ini, hm?"
"Iya iya. Oh iya, Y/n meninggalkan koper di--"
"Di sini." Seru pria yang sekarang berdiri seraya melipat tangannya di depan dada, disampingnya ada koper besar berwarna violet milik Y/n.
"Hehehe. Mianhaeyo, Ahjussi. Aku terlalu bersemangat bertemu Kakek." Ujar Y/n.
"Sudahlah. Nam Ahjumma, tolong letakkan koper ini di kamar atas. Milik gadis nakal itu."
"Siapa yang Ahjussi katai nakal?" Sungut Y/n tidak terima karena merasa diledek.
"Kau merasa, ya?"
"Aish! Ahjussi menyebalkan!"
"Apa kau datang kesini hanya untuk bertengkar dengan Ahjussi mu itu?" Sindir Kakek Y/n yang merasa terabaikan.
"Aniyo! Aku kesini untuk kabur upft--" Y/n cepat-cepat menutup mulutnya setelah mengatakannya, keceplosan.
"Kabur?"
"A-anieyo! Bukan itu maksud Y/n, maksudnya Y/n kesini untuk liburan. Sekarang Y/n kan sudah kuliah, jadi bisa belajar jarak jauh. Aman."
"Kau.. tidak sedang membohongi Kakek, kan?"
"Tidak! Y/n berkata jujur. Iya kan, Ahjussi?" Y/n memainkan alisnya, memohon.
"Benar, Appa. Dan sejak tadi, di mobil, Y/n mengoceh terus ingin segera mengelilingi kota Seoul."
"Majjayo! Kajja! Kita jalan-jalan!"
"Hah?"
"Kajja, Ahjussi! Aku ingin berbelanja!"
"Selalu. Kau tak pernah berubah jika berhubungan dengan belanja."
.
.
.
Tbc~MunLovea
Senin, 29 Oktober 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth Untold (BTS Little Sister) - [SELESAI]✔
Fanfiction[IMAGINE PROJECT] BOOK 1 KIM UNIVERSE Kisah ini hanyalah tentang perjuangan seorang gadis yang berusaha mengungkap semua kebenaran pada keluarganya.. Terlalu lama meninggalkan kota kelahirannya, membuatnya harus menerima fakta bahwa terlalu banyak k...