"Imo.."
Sohyun tersenyum tipis, matanya sudah berkaca-kaca. Ia tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya, namun berbeda lagi dengan wanita yang sedang mengusap batu nisan itu, wanita itu tampak terkejut hingga air mata yang semula mengalir juga ikut terhenti.
"Imo Rene, ini Sohyun.."
Deg! Salahkah jika ia terkejut? Tidak. Setelah 14 tahun berlalu, wanita dengan tatapan tegas itu kembali mendengar suara salah satu dari tiga bocah perempuan yang dulu selalu manja padanya.
Kim Irene, wanita itu menutup matanya, menghela napas, mengumpulkan banyak ketegaran untuk bisa berbalik dan menatap bocah kecilnya. Bocah kecil yang sempat menjadi alasannya membawa Y/n pergi dari Korea, namun bocah itu membuat hati Irene berdesir hanya dengan suaranya.
Jujur, sekarang, Irene sangat merindukannya. Dulu, Sohyun adalah bocah yang bisa bersikap lebih dewasa dari dua bocah perempuan lain, karena dia yang tertua. Sohyun yang selalu menghampirinya saat ia merasa lelah, dan Sohyun yang akan membuat senyumnya mengembang. Setelah itu, baru dua putrinya yang lain. Ia memiliki tiga orang putri, walau dua diantaranya bukan berasal dari rahimnya.
"Imo, Bogoshipoda.."
Sohyun yang tidak bisa menahan diri, akhirnya berjalan lebih dekat kearah Irene. Namun langkahnya terhenti ketika Irene berbalik, ia tersenyum.
"Imo.."
"Sohyun-ah.."
Barusaja Sohyun akan bergerak memeluk sang Bibi, tepukkan Hansol membuatnya menoleh. Hansol berdiri di belakangnya dengan raut terkejut, bahkan Hansol tidak menatap Sohyun walau gadis itu sudah berbalik kearahnya.
"Sohyun-ahh.."
"Kim Y/n.."
Irene menutup matanya, air matanya kembali lolos. Wanita itu beranjak dari duduknya, memegang pundak Sohyun hingga gadis itu menoleh, lalu memeluknya erat, menumpahkan semua kesedihan di pelukkan itu.
Sohyun yang bingung, hanya diam dan membalas pelukkan bibinya. Ia mengusap punggung sang Bibi sambil melontarkan kalimat yang sekiranya bisa membuat perasaan wanita itu baik.
"Imo.. Uljima, Sohyun-." Kalimat Sohyun terhenti, tangan lembut yang sejak tadi mengelus punggung Irene tiba-tiba terasa lemas dan terjatuh begitu saja.
Ia membeku, bukan hanya tangannya saja yang melemas, tapi juga kaki dan seluruh tubuhnya. Sohyun kehilangan tenaganya dan pasrah jika tubuhnya terjatuh, namun dengan sigap dua manusia disana menopang tubuh kecilnya.
"Sohyun-ah?"
"Kim Y/n.." Hanya ini yang bisa Sohyun ucapkan, ia menatap nanar sebuah nama yang barusaja ia sebutkan, sebuah nama yang terukhir di batu nisan berwarna hitam. Batu nisan yang tadi diusap oleh Irene, batu nisan yang membuat Irene meneteskan air mata setiap kali melihatnya. Batu nisan dengan tulisan, Kim Y/n.
Irene kembali menarik Sohyun kedalam pelukkannya, menangis sejadinya disana. Sementara Sohyun tidak memberi respon, gadis itu hanya diam, menatap nisan hitam dengan mata yang mulai berkabut dan memanas.
"Sohyun-ah, mianhae.. Jeongmal mianhae. Imo mohon, ma'afkan semua kesalahan Y/n selama dia masih berada di sekitar kita. Mungkin Y/n belum sempat meminta ma'af sebelumnya."
"Kim Y/n.."
"Sohyun-ah, Ma'afkan Imo dan Shamchon karena merahasiakan ini darimu selama tiga tahun. Kami... Kami terlalu terguncang dan tidak memikirkan apapun-"
"Termasuk memberitahuku? Tiga tahun? Y/n sudah pergi tiga tahun yang lalu? Dan aku tidak tahu? Katakan Imo!!" Sohyun melepaskan pelukkannya, ia memegang kedua pundak sang Bibi dan sedikit mengguncangnya, menuntut penjelasan atas semua ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth Untold (BTS Little Sister) - [SELESAI]✔
Fanfic[IMAGINE PROJECT] BOOK 1 KIM UNIVERSE Kisah ini hanyalah tentang perjuangan seorang gadis yang berusaha mengungkap semua kebenaran pada keluarganya.. Terlalu lama meninggalkan kota kelahirannya, membuatnya harus menerima fakta bahwa terlalu banyak k...