Rasa ini bener-bener aneh. Dan perasaan ini gue temuin saat gue bareng sama lo. Hanya sama lo.
💛Leo berusaha membuka matanya dan menyesuaikan penglihatannya dengan cahaya. Ia mengerjap beberapa kali. Yang ia lihat pertama kali hanya ruangan bernuansa putih dan bau obat-obatan. Ia masih merasakan sakit di bagian punggungnya.
Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan didapatinya Lita tengah tertidur dalam posisi duduk di sisi ranjangnya. Berbeda dengan temannya yang lain, yang juga tertidur namun di atas sofa.
"Lita?", Leo mengelus pelan rambut Lita.
"Nggh", Lita mulai bergerak dan mengangkat wajahny hingga matanya bertemu dengan mata Leo.
"Lo udah sadar?", tanya Lita smbil memeriksa keadaan sahabatnya itu.
"I'm fine", sahut Leo dengan senyuman. "Btw, gue kenapa disini?", sambung Leo.
Lita terdiam, namun tak lama kemudian ia menangis. Leo bisa melihat punggung Lita yang bergetar.
"Hei, lo ngapain nangis?", ucap Leo sambil memegang bahu Lita agar Lita menatapnya.
"Lo gini ka—karena gue", ucap Lita sesenggukan.
Leo mengingat kejadian beberapa waktu lalu. Ya, ia mengingatnya sekarang.
"Ini bukan salah lo kok", ucap Leo dengan sebuah lengkungan manis di bibirnya.
"Ma—maaf Yo. Semua ini karena gue", ucap Lita dengan air mata yang terus mengalir.
"Udah, jangan nangis lagi. Udah gede jugaan", ucap Leo dengan kekehan di akhir kalimatnya.
"Maaf ya", ucap Lita lagi.
"Udah, lupain aja", jawab Leo.
"Ehem", suara deheman seseorang menyadarkan Leo dan Lita bahwa mereka tidak hanya berdua di ruangan itu.
"Dunia terasa milik berdua ya, kita mah cuma ngontrak", cibir seseorang yang Leo yakini adalah Afka.
"Em, gue keluar ya", ucap seseorang yang sedari tadi hanya memandangi mereka dengan tatapan sendu. Kevan.
"Gue juga", ucap Bayu yang kemudian keluar menyusul Kevan.
"Keluar kuy. Gerah gue", ucap Afka sambil merangkul pundak Rakta.
"Dasar jomblo!", cibir Rakta sambil melepaskan tangan Afka dari pundaknya dan bergegas keluar dari ruangan itu yang disusul oleh Afka.
"Em, makan dulu ya", ucap Lita berusaha mencairkan suasana.
"Iya"
Lita menyuapi Leo dengan telaten. Sesekali mereka tertawa kecil. Entahlah perasaan apa ini, Leo tidak tau. Yang pasti ia bahagia saat bersama Lita. Sedangkan sepasang mata coklat terang menyaksikan pemandangan itu dengan hati yang sedikit retak.
Sepertinya ia memang harus mengalah saat ini. Kevan tidak yakin bisa melanjutkan perjuangannya ini. Sedangkan Lita sama sekali tidak pernah melihatnya. Ia menyerah.
"Lit", panggil Leo setelah ia meminum obatnya.
"Apaan?", sahut Lita sedikit kesal karena tadi Leo mencubit pipinya.
"Masih marah?", tanya Leo sambil terkekeh.
"Kepo kayak Dora", sahut Lita ketus.
"Udah dong jangan marah terus", Leo terus menggoda Lita sambil menekan-nekan pipi Lita yang sedikit—gemuk.
"Diem deh", ucap Lita sambil menyingkirkan tangan Leo.
"Iya-iya", Leo menuruti perkataan Lita.
"Tadi dokter bilang lo udah boleh pulang besok", ucap Lita namun Leo hanya diam.
"Jawab kek!", ucap Lita sedikit keras karena kesal.
"Tadi kan lo nyuruh gue diem, makanya gue diem", sahut Leo dengan polosnya.
"Nggak gitu juga! Ih dasar cowok nggak peka!", ucap Lita smbil menghentak-hentakan kakinya kemudian keluar meninggalkan Leo yang tersenyum.
Manis.
***
Keesokan harinya Leo sudah boleh pulang dari rumah sakit. Lita sudah mengantarnya pulang. Mereka sudah berbaikan karena Leo mengancam tidak akan memberikannya coklat lagi. Akhirnya Lita menyerah dengan akhir mereka berbaikan."Makan dulu", ucap Lita yang baru saja masuk ke dalam kamar Leo dengan membawa nampan yang berisi bubur dan segelas air putih.
"Gue gapapa Lita. Astaga, berasa lagi sakit keras gue diginiin terus", Leo terus mendumel seperti itu dari kemarin.
"Enggak boleh bantah! Pokoknya makan. Gue nyuapin", tegas Lita yang kemudian menyendok bubur dan memberikannya pada Leo.
"Gue udah kenyang", ucap Leo setelah memakan setengah dari isi mangkok itu.
"Nih minum", ucap Lita menyodorkan segelas air pada Leo.
Leo menenggak habis air itu.
"Nih obat lo. Minum", titah Lita yang langsung Leo lakukan.
"Bosen gue Lit. Keluar yok. Gue udah sehat kok. Lo nya aja yang terlalu khawatir", ucap Leo yang membuat Lita membulatkan mata.
"PD gila! Siapa juga yang khawatir banget sama lo", ucap Lita sinis.
"Yaudah. Keluar yok", ajak Leo lagi.
"Nggak. Lo belum sehat banget", bantah Lita.
"Ayolah Lita. Please", Leo memohon kepada Lita.
"Besok aja. Mumpung hari Sabtu jugaan", ucap Lita yang hanya diangguki oleh Leo.
"Gue mau balik. Besok nggak usah sekolah dulu kalok nggak kuat", pesan Lita.
"Astaga Lita, gue cowok Lit", ucap Leo geram.
"Gue tau lo cowok. Kalok lo cewek udah dari dulu gue peluk lo", sahut Lita enteng.
Tanpa aba-aba Leo bangkit dari tempat tidurnya dan memeluk Lita. Tubuh Lita menegang. Entah perasaan apa ini. Rasanya jantung Lita serasa mau copot. Leo mendekatkan bibirnya ke telinga Lita.
"Gue mau jadi cewek kalok terus dipeluk sama lo"
***Bonus foto Leo lagi sakit nih:(
Haii
Semangat nulis aku turun nih.
Aku merasa nggak dapet dukungan dari kalian.
Jujur, aku nggak bisa boongin perasaan aku sendiri kalok aku itu sedikit—kecewa.
Tapi aku harus tetep semangat:)
Votment ya:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Memory✔️
Teen FictionSemua orang pasti ingin merasakan indahnya masa remaja bersama orang-orang yang kita cintai. Dan akan selalu bisa mengenangnya di dalam memori yang manis. Begitupun dengan Lita. Selalu ingin agar memori masa lalunya kembali:)