Selamat membaca!!!
Jangan lupa vote and commentKini, gue dan Anjas sudah berada di warung nasi pinggir jalan. Anjas sedang mengantri untuk membeli makanan.
"Anjas, gue enggak pesan, ya!" ucap gue memberitahukannya, dan Anjas hanya menganggukkan kepala.
Sudah beberapa menit yang lalu gue menunggu, tapi Anjas belum kemari juga. Antriannya memang cukup panjang, padahal ini masih pagi.
Anjas datang membawa sepiring nasi di tangan kanannya, dan segelas air teh di tangan kirinya.
"Lo beneran enggak mau pesan? Gue traktir deh," ucap Anjas sedikit membujuk.
"Enggak usah, gue udah sarapan di rumah," tolak gue.
"Iya udah, gue mau disuapin sama lo!" perintahnya. "Enggak boleh nolak!"
Gue mengambil napas, lalu menghembuskannya kasar.
"Manja banget sih!" gerutu gue sambil membawa piring yang ada di tangannya.
"Benar, ya kata orang, yang baik belum tentu ikhlas," sindir Anjas.
"Ikhlas kok ikhlas," balas gue seadanya.
Satu suapan berhasil masuk ke dalam mulut Anjas. Gue ambil lagi satu sendok nasi sebagai persiapan jika mulut Anjas sudah kosong. Anehnya, sudah beberapa menit gue menunggu, tapi mulut Anjas masih mengunyah.
"Sudah habis belum? Gue bosan menunggu," ucap gue greget.
Anjas hanya menggelengkan kepala. "Couuba makan!"
"Enggak mau! Gue udah kenyang!" tolak gue.
Anjas menelan nasi yang ada di dalam mulutnya secara perlahan. Terlihat dari pergerakkan jakunnya.
"Nasinya lembut, aromanya juga enak. Coba deh!" ucapnya sambil memasukkan sesendok nasi yang gue pegang ke dalam mulut gue.
Gue kaget mendapat perlakuan seperti itu dari Anjas, enggak sempat untuk menolak. Aroma dari nasinya sangat tidak enak, membuat gue ingin memuntahkannya.
"Gimana? Enak 'kan?" tanya Anjas penuh harap.
Sebuah hentakan dari perut seperti memaksa gue untuk mengeluarkan seisi mulut.
"Uoo ... uoo." Gue memuntahkannya di hadapan Anjas karena sudah tidak kuat menahannya lagi.
Anjas mematung di tempat, setelah itu berlari meninggalkanku.
"Lap pakai tisu! Mulut lo kotor," suruhnya tiba-tiba. Gue menurut saja.
Anjas berjongkok, membelakangi gue. Apa yang sedang dilakukannya? Gue buru-buru membersihkan sisa-sisa kotoran yang ada di bibir. Gue menghampirinya, dan Anjas tengah menggali tanah dengan kedua tangannya.
"Lo ngapain?" tanya gue. Anjas bungkam, tidak menggubris pertanyaan gue.
Tanah yang sudah digalinya itu diambil dan ditaburkan ke permukaan tanah yang terkena muntah gue sehingga tertutupi. Gue yang melihat hal itu menjadi tidak tega, dan akhirnya membantunya untuk menggalikan tanah.
"Ngapain lo?" tanya Anjas.
"Ck, ada yang bertanya itu dijawab!" cercahnya.
"Lo juga tadi enggak jawab pas gue tanya," balas gue tapi tetap fokus menggali tanah.
"Udah jangan menggali lagi! Biar gue aja!" suruhnya. Gue pura-pura tidak mendengar perkataannya.
Anjas mencengkram tangan gue yang membuat gue meringis kesakitan. Gue melihat ke arahnya, dan Anjas sudah melihat gue dengan tatapan tajam.
"Gue cuma ingin bantu lo!" ucap gue pada akhirnya.
"Gue yang enggak rela dibantu sama lo! Gue enggak tega melihat tangan lo kotor," sanggahnya.
Gue tidak bisa berkutip lagi, jantung gue berdegup kencang. Anjas beranjak, dan membeli sesuatu ke sebuah warung yang ada di pinggir jalan. Tidak lebih dari 1 menit pun Anjas sudah kembali dengan membawa sebotol air mineral di genggaman tangan kanannya. Anjas membuka penutup botol itu, lalu mengalirkan air ke tangan gue yang kotor.
"Terima kasih," ucap gue tulus. "Airnya sedikit lagi, gantian. Biar sekarang gue yang membersihkan tangan lo!"
"Enggak usah, nanti kita terlambat ke sekolah. Ayo!" ajaknya tanpa menunggu persetujuan gue.
🐼🐼🐼
Anjas semakin mendekat ke arah tempat gue berada setelah sebelumnya pamit untuk mencuci tangannya. Dari tadi gue menunggu--duduk-- di depan kelas tanpa berniat untuk masuk.
"Kenapa belum masuk?" tanya Anjas.
"Nunggu lo," jawab gue.
"Makasih udah ditungguin," balasnya sambil mengacak-acak puncak kepala gue.
Gue tidak bisa lagi menahan senyum, enggak tahu kenapa rasanya senang banget diperlakukan seperti itu.
"Assalamualaikum!" ucap gue dan Anjas bersamaan saat memasuki kelas.
Tidak ada yang jawab salam. Keadaan kelas sangat ricuh, sepertinya Jamkos.
Gue meninggalkan Anjas, pergi ke bangku. Fathin tidak ada di bangkunya, gue mengedarkan pandangan dan menemukannya di bangku paling belakang."Pagi kawan!" ucap gue sambil memeluk satu-persatu 4J.
"Eh, April. Lo ke mana aja?" tanya Fathin.
"Baru datang, hehe," jawab gue apa adanya.
Gue ambil tempat duduk di samping Rahma, ia menatap gue dengan wajah berseri-seri.
"Kenapa lo?" tanya gue dengan alis berkerut.
"Biasa ... lagi Bucin sama si Abdul, haha," ujar Putri.
"Bramasta, bukan Abdul!" sanggahnya sambil mengerucutkan bibir.
Gue, Fathin, dan Putri tergelak melihat tingkah Rahma.
"Perut gue lapar," ucap Rahma pelan.
"Mau ke kantin? Ayo!" seru Putri.
"Makijan!" teriak Fathin.
Kita semua tidak jadi beranjak dari tempat duduk, setelah mendengar ucapan Fathin.
"Apa itu Makijan?" tanya gue.
"Mari kita jajan!"
"Haha, ada-ada aja," balas gue sambil terkekeh.
"Dasar kelamaan jomblo lo!" ejek Rahma.
"Ngaca dong!" balas Fathin tak mau kalah.
"Udah-udah ayo ke kantin," ucap gue menengahi.
Kira-kira Rahma bakal jadian enggak, ya sama Bramasta alias si Abdul?😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Sengklek Boy
Humor[COMPLETED] *Belum direvisi Cover by @Khonguel Highs rank #1 (23-12-2018) in sengklek [ROMANCE IN HUMOR] Gimana sih rasanya kalo jadi cewek takut sama cowok? Ya kali dia bakal jomblo seumur hidup:v Tapi, ada suatu keajaiban yang membuat gue merasa n...