39-Video call

664 36 0
                                    

Selamat membaca!!!
Jangan lupa vote and comment

Bulan menampakkan dirinya bersama cahaya terang yang menyinari bumi. Jutaan bintang berkedip-kedip menghiasi indahnya malam ini. Seharusnya, hati gue bisa bahagia dengan disuguhkannya pemandangan yang sangat indah, tapi tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini ada suatu kejanggalan di dalam hati.

Gue mengunci kaca jendela yang terbuka, dan menutupkan gordennya. Gue beralih menuju kasur, dan berbaring di atasnya. Tiba-tiba saja pikiran gue teringat perkataan Anjas tadi sore.

"Apa gue benar-benar rela, ya jika Anjas berkesempatan untuk lebih dekat dengan Mei? Ya ... walaupun sebatas untuk mengetahui masalahnya," ucap gue pada diri sendiri.

"Bodo amatlah, lama-lama otak gue bisa enggak berfungsi gara-gara mikirin kayak begini," kesal gue.

Sebesar apa pun masalah, jangan menganggap bahwa Tuhan memberi cobaan yang paling berat. Anggap saja masalah yang menimpa orang lain lebih besar ketimbang masalah sendiri.

Gue memilih untuk menetralisirkan keadaan dengan tidur. Semoga saja bergelut pikiran dengan alam mimpi bisa membuat hati menjadi lebih rileks.

Drrt ... drrrt

Baru saja terlelap dalam beberapa detik, tiba-tiba ponsel gue bergetar. Awalnya gue abaikan, tapi lama-kelamaan ponsel itu terus bergetar tanpa henti. Gue ambil ponsel itu, ternyata ada panggilan video call dengan user name Colek. Gue tekan tombol hijau ke atas, sebagai tanda diterimanya panggilan.

Sebelum benar-benar bertatap muka dengannya, gue memilih untuk menenggelamkan wajah di balik selimut.

Selamat malam, Pril! Eh, kenapa hanya selimut? Terdengar suara Anjas di seberang sana, kedengarangannya dia kebingungan.

Hallo, ke mana pemilik Hp ini? Apa dia sedang bercanda?

Wajah gue masih bertahan di balik selimut, meskipun saat ini gue kekurangan oksigen.

Pril, jangan main petak umpet. Nanti ada yang bener-bener ngumpetin loh!

Seketika gue jadi teringat cerita nenek gombel yang suka ngumpetin anak-anak. Iya ... gue tahu sih kalau gue bukan anak-anak lagi, cuma wajah gue 'kan awet muda, entar kalau nenek gombelnya sirik sama gue gimana? Bisa-bisa gue dibinasakan, atau wajah gue di tuker tambah.

"Enggak mau!" teriak gue.

Karena pengaruh licik dari Anjas, akhirnya wajah gue muncul di depan layar.

Tuh muka kenapa panik gitu? Takut, ya, haha. Anjas tergelak melihat gue yang ketakutan.

"Kalau enggak ada hal penting, gue tutup nih VC-nya, mau tidur," ucap gue tanpa basa-basi.

Gue mau menyampaikan sesuatu sama lo.

"Apa?" tanya gue sinis.

Gue kangen, pengin liat senyum lo. Gue jadi enggak bisa tidur, tanggung jawab loh!

Gue hanya mendengus sambil memperlihatkan wajah kesal. Benar-benar menyebalkan!

"Udahlah gue pengin tidur, ya," pamit gue dengan wajah memelas.

Lo kenapa sih? Biasanya juga suka senyum.

Oh, gue tau! Lo pasti marah 'kan gara-gara ucapan gue tadi sore!

Bibir gue bungkam, enggak bisa mengelak perkataannya. Anjas seakan mengerti apa yang sedang gue rasakan.

Mukanya jangan ditekuk gitu dong, gue enggak suka liatnya! Lebih baik malam ini lo berikan senyuman yang paling manis, biar gue bisa tidur dengan nyenyak.

Entah kenapa melihat wajahnya yang memelas, gue jadi ingin tersenyum untuknya. Memberikan sedikit ruang agar Anjas bisa bahagia malam ini; karena senyuman gue.

Cantik banget sih lo, kalau senyum.

Kata-kata Anjas barusan membuat hati gue melayang-layang. Alay memang, tapi itu kenyataannya.

Gue mau tidur dulu, ya. Besok kita ke sekolah bareng. Enggak ada penolakan!

Gue membalasnya dengan senyuman. Jujur saja, gue enggak bisa membohongi kebahagiaan walau sekecil ini.

Selamat malam bahasa Jermannya apa, ya?

Saat itu juga, gue memasang wajah datar. Setidaknya, jika Anjas ingin berbuat romantis, semampunya aja jangan memaksakan diri.

"Gute nacht," jawab gue terpaksa.

Makasih, ya udah ngucapin. Selamat malam cantik!

Anjas mengakhiri panggilan video callnya. Malam ini dia benar-benar bisa menjungkir balikkan suasana. Bikin hati gue kesel sekaligus seneng. Apalagi saat Anjas bilang kalau gue ini cantik.

"Apaan sih, Pril. Kok jadi mikirin Anjas gini!" ujar gue sambil senyum-senyum sendiri.

Karena ingin cepat-cepat hari esok, gue segera mematikan lampu, dan terlelap ke alam bawah sadar.

🐼🐼🐼

Enggak biasanya gue sudah bangun sebelum fajar memancarkan sinarnya. Energi pagi hari ini sangat full, membuat gue semangat untuk menjalankan aktivitas.

Gue segera beranjak dari kasur, dan pergi ke kamar mandi untuk bersiap-siap. Setelah itu, membereskan segalanya sampai yang terakhir memberikan sedikit polesan di wajah agar terlihat lebih fresh.

"Mama, i'm coming!" teriak gue lantang.

"Nah, gitu dong pagi-pagi udah siap segalanya!" ucap mama memberi pujian.

Gue celingukan mencari hero kesanyangan.

"Papa ke mana, Ma?" tanya gue.

"Oh, papa udah berangkat kerja. Katanya ada urusan mendadak di kantor," jawab mama.

Gue hanya mengangguk-anggukan kepala.

"Hari ini kamu naik Angkot saja, ya. Pak Joni enggak bisa nganter, soalnya udah disuruh sama mama buat nganter bekal papa yang ketinggalan," tutur mama.

Gue tersenyum puas di dalam hati. "Enggak apa-apa, Ma. Lagi pula hari ini April mau berangkat bareng teman."

"Hah? Siapa?"

"Anjas."

"Oh, anak ganteng itu. Kalau begitu mama titip kwitiaw goreng, ya?"

"Oke."

Sarapan pagi selesai. Mama juga sudah memasukkan makanan untuk Anjas ke dalam tas gue. Sebelumnya, gue juga udah pamitan terlebih dulu ke mama, jadi gue tinggal nunggu Anjas di teras rumah.

Sudah lima belas menit berlalu, tapi Anjas belum menjemput gue juga. Gue mengecek ponsel beberapa kali, tapi tidak ada notif dari Anjas.

Drrrt .... drrrt

Gue segera mengangkat telepon dari Anjas.

Pril, maaf ya gue enggak bisa jemput lo! Maaf banget.

"Oh, iya kok enggak apa-apa," balas gue agak kecewa.

Sampai jumpa di kelas!

"Iya."

Anjas mematikan panggilannya. Gue hanya menatap nanar layar ponsel yang bergambar panda. Gue memasukkan ponsel itu ke dalam tas, dan terpaksa harus berjalan kaki ke Halte untuk naik Angkot. Jarak dari rumah ke Halte lumayan dekat, tapi karena dikejar waktu jadi gue harus berjalan cepat supaya enggak kesiangan.

Tiba-tiba ada pengendara motor yang berhenti di depan gue. Dia membuka setengah kaca helmnya.

"Ayo naik!"

TBC

Sengklek BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang