Selamat membaca!!!
Jangan lupa vote and commentSunyi. Tidak ada banyak murid di sini. Mereka kurang menyukainya, lebih senang menggeluti asupan perut daripada memenuhi kebutuhan otak. Dari tadi gue luntang-lantung enggak jelas. Tidak ada tujuan selain menghindar dari kelas.
Ribuan buku berjejer indah di dalam rak. Terlihat sangat rapih. Apakah hampir semua murid tidak pernah satu kali pun membaca buku? Pasalnya, buku-buku ini masih utuh; tidak ada bekas coretan, lipatan, dan sejenisnya. Mungkin, anak SMA zaman sekarang lebih tertarik ke lawan jenis daripada harus berkutat dengan buku. Normal sih, tapi aneh.
Sudah bisa ditebak bukan, gue sedang ada di mana? Iya, gue berada di perpustakaan. Paling pojok, duduk sendirian bersama tumpukan buku.
Gue menaruh kepala di atas tumpuan kaki yang gue lipatkan. Semua terasa berat, lelah, dan juga menyesakkan. Gue jadi ragu terhadap sikap Anjas yang selalu baik tapi menjengkelkan itu. Gue rasa, gue salah menilai dia.
Tiba-tiba kejadian di taman tadi, teringat kembali. Hati gue seakan dibuat hancur dalam sekejap. Tidak bisa dipungkiri bahwa hati tak bisa dibohongi --sakit hati-- atas rasa nyaman yang ada dalam hidup gue, kini ketakutan itu kembali menggerogoti.
"Tidak ada satu pun cowok yang bisa gue percayai lagi," ucap gue dengan tatapan sendu.
"Gue takut, gue takut setelah ini bakal ada cowok yang akan mengganggu hidup gue." Gue semakin mengeratkan pelukan, dan meringkuk dalam tangisan.
"Kenapa gue harus takut coba?! Gue bukan cewek lemah! Seharusnya gue yang membasmi cowok-cowok seperti itu," kesal gue memaki diri sendiri.
"Tapi gue enggak bisa, gue terlalu takut menghadapi cowok brengsek macam dia."
"Jangankan cowok brengsek, cowok seksi aja gue takutnya kebangetan."
"April!"
Panggilan itu membuat gue segera menghapus air mata. Bukan hanya itu, gue juga menghapus ingus-ingus yang menjelajahi sekitar hidung. Gue tahu itu suara Yasa. Untungnya, gue sedang menghadap tembok, jadi membelakangi si pemilik suara. Eh, tunggu dulu. Berarti tadi gue marah-marah sama tembok kalau begitu?
"Lo bolos di waktu yang tepat," ujar Yasa.
Gue masih membelakanginya. Ragu untuk membalikkan badan. Cewek itu kalau nangis suka tulus dari hati, makanya setelah nangisnya berhenti, dia akan kaget melihat wajahnya. Iya, kayak gue. Pasti berantakan.
Entah apa yang ada dalam pikiran gue. Terkait semua yang terjadi di taman tadi, rasanya gue menjadi takut jika harus berhadapan dengan cowok. Terlebih, posisi gue berada di pojok.
"Tinggalin gue sendiri," ucap gue pada akhirnya.
Tidak terdengar sahutan, dan juga ... suara kaki yang melangkah. Apa Yasa sudah pergi? Seharusnya gue bersyukur jika itu terjadi. Tidak merepotkan. Tapi gue penasaran dengan keberadaannya, balik atau jangan. Emm, sepertinya balik, karena hati gue berkata seperti itu.
Gue membalikkan badan. Kosong. Tidak ada siapa pun di sana.
"Huh, lega," ucap gue senang.
"April? Lo ke mana aja? Gue nyariin tau." Fathin tiba-tiba muncul dan langsung memeluk gue.
Gue mengernyitkan dahi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sengklek Boy
Humor[COMPLETED] *Belum direvisi Cover by @Khonguel Highs rank #1 (23-12-2018) in sengklek [ROMANCE IN HUMOR] Gimana sih rasanya kalo jadi cewek takut sama cowok? Ya kali dia bakal jomblo seumur hidup:v Tapi, ada suatu keajaiban yang membuat gue merasa n...