42-With Yasa(1)

636 42 0
                                    

Selamat membaca!!!
Jangan lupa vote and comment

Pertandingan antar tim basket putri telah selesai. Tidak lama kemudian, dilanjutkan dengan pertandingan antar tim basket putra. Kapten di SMA kami adalah ... Yasa.

Gue jadi penasaran sama bakatnya dia, pengin lihat seberapa besar kemampuannya dalam prestasi nonakademik. Pasalnya, di kelas Yasa memang paling pintar. Tapi dia orang yang enggak banyak bicara, sekalinya ngomong suka nyelekit.

Permainan dimulai! Waktu yang diberikan masih sama dengan pertandingan bola basket putri tadi; 4×12 menit.

Oh, ya. Nama kapten dari tim lawan adalah Sonjay. Badannya cukup berisi, postur tubuhnya juga lebih pendek dari teman-teman yang lainnya. Mungkin, alasannya untuk masuk Ekskul basket adalah sebagai penunjang pertumbuhan tinggi badannya, dan menghilangkan sebagian lemaknya.

Meski begitu, Sonjay tidak kalah aktif daripada teman-temannya yang berpostur tubuh ideal, yang memang hampir sebagian besar anak basket pria menjadi incaran para wanita.

Tempat duduk untuk penonton tiba-tiba sudah terisi penuh. Hampir sebagian besar dipenuhi oleh para gadis. Mereka berteriak histeris saat Yasa memegang bola basketnya.

"Ayo sayang, semangat!"

"Tetap fokus, aku selalu ada di sampingmu!"

Bulu kuduk gue merinding saat mendengar teriakan-teriakan dari para gadis itu. Tidak bisakah mereka bersikap biasa saja? Orang ganteng masih banyak kok.

"Lo risih enggak sih, dengar teriakan mereka?" tanya gue pada Fathin.

Fathin enggak menjawab pertanyaan gue. Dia masih tetap fokus menyaksikan pertandingan.

"Eh ... eh masuk!" teriak Fathin kegirangan.

Fathin menoleh ke gue. "Lo enggak senang, Pril? SMA kita dapat poin."

Gue enggak menggubris perkataannya. Entah kenapa meski SMA gue mendapat poin, tapi gue merasa biasa saja. Terlebih, yang memasukkan bolanya adalah Yasa.

Sebentar lagi permainan ini akan segera berakhir. Menurut gue, strategi penyerangan yang dilakukan tim lawan tidak begitu kuat, sehingga poin mereka masih kosong. Sebaliknya, tim Yasa masih bersikeras untuk mendapatkan poin tambahan.

Gue sekarang tahu, kenapa Yasa dijadikan kapten basket. Itu disebabkan karena Yasa mempunyai kemampuan yang hebat di bidang olahraga. Dari segi taktik dan strateginya juga patut diacungi jempol. Pantas saja Yasa banyak penggemarnya.

Ternyata, permainan sudah berakhir dengan skor 1-0. Tim Yasa memenangkan permainan ini. Tim basket putri dan putra mendapat gelar kejuaraan dan dua piala besar. Gue sebagai teman kelasnya, ikut merasa bangga kepada Putri dan Yasa.

🐼🐼🐼

Sudah hampir setengah jam gue menunggu Yasa di parkiran. Sendirian. Fathin, Rahma, dan Putri sudah pulang terlebih dahulu. Bukannya setia menunggu, gue bukan tipe seperti itu. Hanya saja Yasa menitipkan barangnya ke gue, sedangkan dia sedang menjadi artis dadakan. Menjumpai fans-fansnya yang ingin berfoto bareng.

"Yasa lama banget, ih!" gerutu gue kesal.

"Nunggu gue aja bilangnya lama, terus ke mana aja lo selama ini," sindir seseorang yang tak asing lagi suaranya.

Yasa muncul dari belakang, ternyata dia sudah ada di sini.

"Maksud lo apaan tadi ngomong gitu?" tanya gue merasa tak paham.

Yasa mengembuskan napas pelan.

"Lo selama ini nunggu Anjas ngasih kepastian?" tanya Yasa dengan nada suara yang masih tenang.

"Hah? Enggak, kok," elak gue.

"Emangnya kenapa?" tanya gue.

"Enggak apa-apa. Gue cuma nanya aja," jawabnya sambil mengenakan helm.

"Ini pakai!" suruh Yasa.

Gue mengambil helm itu, dan memakainya. Tanpa basa-basi lagi, Yasa melajukan sepeda motornya.

Gue mendongakkan kepala ke atas, menemukan langit yang sedang bergemuruh ria. Rupanya matahari sudah lenyap, cahayanya pun tertutupi oleh awan hitam.

Beberapa rintik air jatuh mengenai sebagian tangan gue. Tak lama kemudian, rintik kecil itu sudah menjadi guyuran air hujan.

"Kita menepi dulu," ucap Yasa.

Yasa memberhentikan sepeda motornya di depan ruko yang berjualan mi bakso.

"Ayo masuk!" ajaknya.

Gue hanya mengikutinya.

Yasa pergi ke tempat kasir, sedangkan gue memilih untuk duduk saja. Hanya satu menit, Yasa sudah kembali dan mengambil kursi yang ada di depan gue, lalu duduk.

Tak lama, seorang pelayan menghampiri meja kami.

"Ini Mas pesanannya!" ucap pelayan sambil memberikan 2 mangkok mi
bakso, dan 2 air botol mineral.

"Makasih."

Yasa mulai menyantap mi-nya seakan menganggap gue yang ada di hadapannya bagai angin yang berlalu.
Saat Yasa ingin menyuapkan bakso ke dalam mulutnya, dia menghentikan aktivitasnya. Gue yang sedang memerhatikannya buru-buru memalingkan wajah.

"Lo mau?" tanya Yasa. "Diam aja kayak yang enggak punya mulut."

"Daripada nyerocos yang enggak unfaedah," sanggah gue enggak mau kalah.

Yasa mengembuskan napas. "Lo mau enggak?"

Gue nyengir sambil mengangguk-anggukkan kepala. "Mau!"

Yasa mendekatkan 1 mangkok mi itu ke arah gue. Dengan senang hati gue menerimanya, dan langsung menyantapnya tanpa jeda setelah sebelumnya berdoa terlebih dahulu.

"Lo kelaparan?" tanya Yasa setengah mengejek.

Gue enggak menggubris pertanyaan Yasa, lebih memilih untuk menghabiskan mi ini. Rasanya jauh lebih nikmat, sangat mendukung dengan suasana yang dingin seperti ini.

Gue terbatuk karena tersedak bakso.  Namun, saat gue ingin mengambil botol air mineral, Yasa malah mengambilnya. Gue gelagapan karena tenggorokan sakit. Yasa tergelak melihat gue yang kesakitan.

"Ya-sa, uhuk ... uhuk."

"Eh? Ini minum-minum!" ucap Yasa mulai kepanikan karena gue enggak berhenti-hentinya terbatuk.

Yasa berjalan mendekat ke arah gue,  lalu mengambil kursi di samping gue, dan mendudukinya. Yasa mulai menepuk-nepuk pelan pundak gue, memijatnya perlahan hingga batuk gue mulai menghilang.

"April! Yasa! Kalian sedang ngapain di sini?"

Konflik masih terus berlanjut...

Jangan lupa terus ikuti cerita ini
Dan terima kasih yang sudah stay di sini..

Oh, ya selamat bermalam minggu duhai para jomblo😋

Sampai jumpa❤

TBC

Sengklek BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang