36-Tangis

710 37 0
                                    

Selamat membaca!!!
Jangan lupa vote and comment

Anjas dan Ghifar sedang pemanasan di pinggir lapangan. Gue hanya melihat mereka saja tanpa berniat untuk melakukan hal yang sama. Rasa bosan mulai melanda, gue lihat keadaan sekolah masih sepi, sepertinya anak Ekskul belum pada datang.

"Pril, beli air minum!" teriak Anjas dari tengah lapang.

"Ke mana? Emang kantin buka?" tanya gue.

"Mana gue tau," jawabnya santai.

Gue tidak beranjak, masih nyaman dengan posisi duduk. Lagi pula cuaca hari ini cukup panas, sangat mendukung untuk berteduh di bawah atap sekolah.

Anjas dan Ghifar menghentikan aktivitasnya. Mereka berdua berjalan mendekat ke arah gue dengan keringat yang sudah bercucuran, terutama di sekitar pelipis.

"Mana airnya?" pinta Anjas.

Gue hanya nyengir, tak ingin mengangkat bicara.

"Kenapa nyengir? Pamer gigi bersih?" ledek Anjas yang langsung membuat bibir gue bungkam.

"Beli minum gih!" suruh Ghifar yang entah ditujukan untuk siapa.

Anjas pergi begitu saja dari hadapan gue. Enggak seperti biasanya Anjas pergi tanpa izin. "Anjas kenapa, ya?"

"MKP kali," jawab Ghifar.

"Hah? Apa itu?" bingung gue.

"Masa kelelahan pria," jelasnya.

Gue diam, tidak terhibur dengan perkataan Ghifar. "Lo ngelucu?"

"Gue bukan pelawak," tukasnya.

"Ish nyebelin," gumam gue sangat pelan.

Sudah beberapa menit gue menunggu kedatangan Anjas, tapi sampai saat ini dia belum menampakan dirinya. Beberapa anak Ekskul yang lain mulai berdatangan, dan gue masih tetap memilih untuk menunggu. Tiba-tiba gue teringat dengan kejadian di antara Putri dan Ghifar tadi siang. Sebenarnya ada apa dengan Putri dan Ghifar?

"Ghifar?" Gue memilih untuk membuka obrolan.

"Iya," sahutnya.

"Sebenarnya, lo kenapa sih kayak yang lagi musuhan sama Putri?"

"Apa lo lagi MKP?" tanya gue lagi sambil cekikikan.

Ghifar melirik gue dengan sinis, setelah itu matanya memelas.

Eh? Kenapa?

"Pu-putri tau kalau gue deket sama adik kelas, kayaknya dia marah," ucap Ghifar dengan mata berkaca-kaca.

Gue yang melihat hal itu mendadak panik, sekaligus malu karena orang-orang di sekitar melihat Ghifar yang lagi nangis sesenggukkan.

"Ghifar, ayo kita ke kelas!" ucap gue panik.

Ghifar tidak menggubris perkataan gue, dia masih fokus menangis. Gue mengedarkan pandangan, mencari bantuan. Anjas datang dengan membawa satu kresek putih di tangannya.

"Anjas!" teriak gue sambil melambai-lambaikan tangan.

Anjas mendengar teriakan gue, dia mempercepat langkahnya.

"Ada apa?" tanya Anjas.

"Buruan bantuin gue buat merangkul Ghifar ke kelas!"

"Loh, Ghifar bisa nangis juga?" ledek Anjas sambil cekikikan.

Sontak hal itu membuat tangisan Ghifar menjadi lebih keras lagi.

"Buruan, ayo!" greget gue.

🐼🐼🐼

Sudah 1 jam tangisan Ghifar belum juga reda. Anak-anak Ekskul juga sudah pada datang. Untung saja gue duduk di bangku paling belakang.

"Pril?" tanya Ghifar dengan suara yang sangat serak.

"Gue pengin minum," ucapnya dengan wajah memelas.

Gue bergidik ngeri. Sejak kapan Ghifar secengeng ini? Ketampanannya menjadi sirna seketika.

"Anjas," panggil gue sambil menusuk-nusuk punggungnya dengan jari telunjuk gue.

Anjas menolehkan kepalanya. "Apa sayang?"

Gue langsung memukul punggungnya.

"Aw! Sakit tau!"

"Alay!" bentak gue.

"Mana? Sini air minumnya?" paksa gue.

"Nih," ucapnya.

"Ini airnya, asal lo harus penuhi syarat gue," ujar gue pada Ghifar.

"Apa syaratnya?" tanya Ghifar.

"Lo enggak boleh nangis lagi, enggak boleh dekat-dekat sama adik kelas, dan enggak boleh jauhan lagi sama putri. Setuju?"

"Oke deh," ucap Ghifar pada akhirnya.

Tak lama kemudian, Kak Ropikul beserta yang lainnya masuk ke dalam kelas. Gue lirik sedikit Ghifar, ternyata keadannya sudah mulai membaik walau matanya masih merah, dan ada sedikit ingus.

Karena Ghifar adalah teman gue, jadi gue memberikan tisu kepadanya. Gue enggak tega melihat keadaannya.

"Makasih, ya," ucap Ghifar.

"Sama-sama," balas gue.

"Ghifar, lo udah enggak nangis lagi, kan?" tanya Anjas tiba-tiba.

"Enggaklah," jawabnya bangga.

"Bagus! Kalau gitu giliran gue yang duduk di samping April," ucap Anjas.

"Apaan sih, di situ juga sama-sama duduk kali," sanggah gue.

"Bedalah, duduk di samping lo lebih nyaman," ujar Anjas yang membuat sekujur tubuh gue merinding.

"Bau-bau asmara nih," sindir Ghifar.

"Hei, ada apa di pojok sana! Tolong diam!" tegur Kak Ropikul.

"Iya, Kak," balas Ghifar.

"Oh, iya sebelum ke lapangan, kakak akan memperkenalkan anggota baru di Ekskul kita," ucap Kak Ropikul membuka kegiatan.

"Ayo masuk!"

Seorang gadis berponi masuk ke dalam kelas. Hati gue ikut merinding saat melihat wajahnya.

"Silakan perkenalkan diri kamu!" ucap Kak Ropikul mempersilakan.

"Selamat siang teman-teman semua! Perkenalkan nama gue Mei Merynding, jangan ikut merinding karena mendengar nama gue, ya. Gue baik kok enggak gigit," ucapnya sambil tersenyum tipis.

"Silakan duduk!"

Mei melangkah semakin dekat ke arah gue, lalu tanpa meminta izin, Mei duduk begitu saja di samping Anjas. Ia membalikkan badannya, dan memberikan senyuman yang tidak ... damai.

TBC

Sengklek BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang