50-End

1.4K 56 9
                                    

Selamat membaca!!!
Jangan lupa vote and comment

Hari ini gue sudah bersiap-siap untuk pergi. Bahagianya bukan main. Entah Anjas bilang apa sama Mama dan Papa, sampai keduanya mengizinkan gue untuk pergi ke tempat yang gue inginkan. Ralat. Tempat yang mungkin memang gue inginkan. Gue juga enggak tahu pasti tempat itu, yang pasti bukan mendaki ke gunung. Entahlah ... yang penting gue bisa bermalam, dan lihat pemandangan alam yang indah di waktu malam.

Kemarin malam Anjas tidak langsung pulang, dia terlebih dahulu meminta izin ke Mama dan Papa untuk mengantisipasi ketidakmungkinan yang terjadi pada hari ini. Gue enggak tahu lebih jelasnya lagi, karena gue langsung masuk ke kamar. Takut enggak dikasih izin. Nyatanya, Anjas berhasil menaklukkan hati kedua orang tua gue.

"April? Teman-teman udah nungguin kamu di bawah." Mama masuk ke kamar gue begitu saja karena kebetulan pintu kamar tidak terkunci.

Teman-teman? Maksudnya, lebih dari satu orang begitu?

"Hati-hati, ya di sana. Maaf mama enggak bisa nemenin," ucap mama sambil mengecup kening gue.

Dalam hati gue bersyukur banget Mama enggak ikut. Bisa kebayang 'kan jika orang tua ikut andil dalam acara remaja?

"Iya, Ma. Enggak apa-apa, malah April senang banget," ujar gue keceplosan.

"Em--itu, Ma. Maksudnya biar papa ada yang nemenin," timpal gue buru-buru.

"Oke. Ya, udah ayo ke bawah!"

Gue membelalakkan mata setelah melihat sekumpulan manusia-manusia tengil sedang berkumpul di ruang tamu gue. Mereka nyengir, memamerkan sederetan gigi putihnya.

"April!" 4J memeluk gue sebentar, menyambut kedatangan gue dengan sangat antusias. Sebaliknya, gue merasa keheranan melihat mereka ada di sini.

"Lah, Anjasnya ke mana, Ma?" tanya gue heran.

"Oh ... tadi katanya dia mau memanaskan mesin sepeda motornya. Tuh, ada di halaman depan," jawab mama.

"Kalau begitu, kami semua berangkat dulu, ya Om dan Tante." 4J mencium punggung tangan kedua orang tua gue.

"Tante titip April, ya di sana. Sampaikan pada Anjas, bahwa April harus pulang dengan keadaan baik-baik saja," ujar mama mengingatkan.

"Siap, Tan!"

"Awas, ya jaga diri kamu baik-baik!" Mama menatap gue serius, tapi kedua bola matanya tampak berkaca-kaca. Gue jadi sedikit enggak tega.

"Iya, Ma."

"Sudah bawa jaket 'kan?" tanya papa.

"Sudah."

"April pergi dulu, ya." Gue berpamitan sambil memeluk kedua orang tua gue satu-persatu.

Mama dan Papa mengantar gue sampai pintu depan. Ternyata, sekumpulan motor dari motor sport sampai motor vespa milik Firdaus sudah berjejer dengan pemiliknya masing-masing.

Gue tersenyum dalam hati, sejak kapan Firdaus menyukai vespa? Gue jadi pengin menaikinya.

"Hai, April!" Panggilan itu membuat gue menoleh ke sumber suara. Eh? Ada Yasa dan Ghifar juga.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 02, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sengklek BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang