43-With Yasa(2)

594 41 0
                                    

Selamat membaca!!!
Jangan lupa vote and comment

Gue dan Yasa menoleh ke arah sumber suara. Di hadapan gue saat ini ada Anjas dan ... Mei? Ah, kenapa gadis itu sekarang selalu bersama Anjas? Bukan apa-apa jika mereka selalu bersama, tapi untuk apa? Haruskah menghabiskan waktu berdua untuk mengetahui masalah seseorang?

Tanpa diminta, hati gue bergejolak tak menentu. Gue enggak menjawab pertanyaan Anjas, dan memilih untuk meninggalkan tempat ini.

"Ayo pulang!" suruh gue pada Yasa.

Yasa tidak bergerak sedikit pun. Dia terus menatap gue, hal itu membuat gue sedikit risih.

"Kalian mau ke mana? Ayo kita gabung!" Anjas menyusul keluar, dan mengajak gue untuk ikut bersamanya.

"Gue mau pulang!" ucap gue sambil menatap ke arah lain. Gue belum berani menatap Anjas.

"Lo yakin?" tanya Yasa ragu. Hujan memang  belum reda, masih senantiasa mengguyur bumi.

Gue hanya membalasnya dengan anggukkan. Sebenarnya, gue bingung dengan perasaan gue sendiri. Kenapa setiap kali melihat Anjas dan Mei bersama, hati gue merasa tak rela. Sebegitu pentingnya kah Anjas dalam hidup gue?

Yasa menyalakan mesin motornya yang membuat lamunan gue tersadarkan. Tanpa berpikir lebih lama lagi, gue segera naik ke atas motornya Yasa. Tiba-tiba Anjas menggenggam pergelangan tangan gue.

"Masih hujan, lo harus tetap di sini!" Anjas mencoba membujuk gue supaya mengurungkan niat, tapi itu tidak mempan.

"Lepasin!" suruh gue.

Anjas melepaskan genggaman tangan itu.

"Ya, udah kalau lo masih ngeyel pakai jaket gue!" Anjas membuka resleting jaketnya, lalu memakaikannya menutupi punggung gue.

"Enggak usah. Makasih," tolak gue sambil melepas jaketnya.

"Yasa, ayo jalan!"

Yasa tidak mengelak. Dia menuruti perintah gue, lalu menancap gas dan meninggalkan tempat ini.

Di perjalanan, gue merasa kedinginan banget. Suhu tubuh gue sangat dingin, sampai menggigil. Untungnya, rumah gue enggak berada jauh dari ruko itu. Gue pasti bisa bertahan. Yasa mematikan mesin motornya. Ternyata kita sudah sampai di depan rumah gue. Gue buru-buru membuka pagar, ah sial. Pagarnya dikunci. Biasanya, jika terkunci seperti ini, mama dan papa masih bekerja. Sedangkan Pak Joni suka ikut mama; sebagai supir.

Gue membalikkan badan, menatap Yasa yang masih duduk di atas sepeda motornya.

"Ikut ke rumah gue aja!" ucapnya setengah berteriak. Hujan semakin deras, baju seragam pun sudah basah kuyup.

Gue mengikuti perkataan Yasa, enggak berani menolak dalam keadaan tubuh gue yang seperti ini. Tak lama kemudian, gue berhenti di depan rumah Yasa. Jarak antara rumah kami sangat dekat, hanya terhalang oleh satu atau dua rumah saja. Gue lupa tidak menghitungnya atau mungkin malas. Sejauh ini, meski kita tetanggaan, gue sangat jarang bertemu dengan Yasa. Gue yang suka diam di rumah, sedangkan Yasa mempunyai kepribadian introvert.

"Ayo masuk!" ajaknya.

Kaki gue sedikit ragu untuk melangkah masuk. Baru pertama kalinya, gue datang ke rumah cowok tanpa ada hal penting apa pun.

Sengklek BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang