-
tw : absent parent
-
dari sekali tilik saja, sudah nampak jelas bahwa emosi sunwoo memuncak di ubun-ubun kala seungmin selesai bercerita. namun entah kenapa, ia memilih untuk menggigit bibir kuat-kuat, menahan sumpah serapah untuk tidak keluar begitu saja.
"terus udah lo putusin?"
seungmin masih lekat menatap televisi, begitupun si pemilik rumah yang kedua orangtuanya tengah bekerja menjaga toko kue mereka. jinyoung tidak datang hari ini--sunwoo mencegahnya lantaran ingin bertatap empat mata saja dengan si bocah kim yang lain.
layar datar yang entah menampilkan apa--baik seungmin maupun sunwoo sama sekali tidak menyimak meski mata mereka tepat tertuju ke sana--menjadi latar suara saat kedua mahasiswa semester empat itu hening.
sunwoo menunggu pertanyaannya mendapat jawaban, sementara di sisi lain seungmin masih terlalu kelu untuk melontarkan kalimat jujur. ia melipat kakinya ke dada, menunduk sedikit seolah menolak untuk membeberkan isi hatinya meski sudah menduga bahwa bagaimanapun ia mencoba lari, sunwoo akan selalu ada tepat di belakangnya untuk mengejar.
"gue tanya udah lo putusin apa belom, kim seungmin?"
kesabaran sunwoo habis dengan cepat. ia setengah membanting remote televisi yang sedari tadi digenggam erat--menjadi pelampiasan amarah yang terus-menerus diakibatkan oleh sahabatnya sendiri--untuk kemudian memutar tubuh sembilan puluh derajat, menujukan tatapan tajam kepada seungmin yang duduk di sebelahnya.
bukan hanya keberanian seungmin yang menghilang. wajah yang sudah kusut semenjak ia mengetuk pintu rumah minimalis sunwoo kini ikut tenggelam diantara dua lengan yang memeluk lutut, menyisakan surai kecoklatan untuk disoroti laser mata oleh laki-laki lainnya.
helaan napas frustasi bisa terdengar, dan seungmin yakin seribu persen jika ia tidak segera mengeluarkan suara mungkin sunwoo akan menarik kerahnya dalam sepersekian detik.
"gue nggak bisa, sunwoo. gue sayang sama felix, dan ngedapetin dia juga bukan hal yang gampang buat gue." cicit seungmin, audio terlampau lirih. "kalo gue lepasin dia sekarang, sama aja kayak gue ngaku kalah sama kak changbin, dong?"
pada akhirnya gumaman nyaris tak terdengar dari seungmin tetap menghasilkan kejujuran. ia merasa seperti sedang ditelanjangi di depan umum, seluruh sisi lemahnya terbongkar dengan terang-terangan di depan sunwoo--si keras yang tidak akan tinggal diam melihat orang terdekatnya menderita.
jika saja seungmin punya orang untuk bersandar. jika saja sunwoo akan membiarkannya menangis di atas karpet biru langit di sudut kamar yang dingin. mungkin seungmin sudah tidak peduli lagi, mungkin si bocah malang ini akan mengeluarkan semua isak yang sudah ditahan-tahan.
"lo--tck,"
emosi sunwoo mencapai puncaknya, terlihat dari bagaimana sulitnya ia mengujar kata. intonasinya meninggi begitu saja, tapi ia masih bingung akan cara yang tepat untuk menyadarkan akal sehat seorang kim seungmin.
laki-laki yang memakai sweter putih semakin meringkuk, merasa terlalu ringkih untuk sekedar mengembalikan tatapan sunwoo yang menembus belakang lehernya. ia mungkin bisa mati di tempat jika diadu baku hantam oleh si tuan rumah.
"kim seungmin,"
suara sunwoo kembali terdengar, kali ini dengan nada yang rendah namun jauh lebih tegas dan memaksa.
"lo udah tau kalo lo udah kalah sama si brengsek changbin, lo udah nyadar dari lama. terus apa lagi yang mau lo perjuangin? nggak ada lagi, anjing." sentak sunwoo. "lo mau nunjukkin apa ke felix, hah? mau nyoba jadi seseorang yang berguna? yang sempurna di mata dia? nggak mungkin lah, bego. lo nggak bisa, jadi plis mending lo mundur aja."
paragraf panjang yang diujar sunwoo penuh duri, menancap secara langsung ke dalam relung hati seungmin yang memang sudah layu sejak awal.
tanpa sadar seungmin mengangkat kepalanya, menoleh cepat pada sunwoo. tiba-tiba, harga dirinya serasa dicabik-cabik hingga tak bersisa.
ia sudah terbiasa mendengar semua olokan sunwoo padanya, tapi hari ini otaknya mendadak berkabut akan perasaan sakit yang menjalar dari dada.
"oh, gitu ya? gue emang nggak pantes buat dia?" tanya seungmin, nadanya penuh penghakiman sepihak. "i don't deserve to be loved from the start, ain't i?"
manik seungmin yang menatapnya balik penuh kebencian, amarahnya yang terpancing dan akal sehat yang akan kembali muncul ke permukaan, itu semua memang sudah diprediksi oleh sunwoo.
ia pikir rencana awalnya berbuah sukses untuk mengembalikan cara berpikir seungmin yang sudah banyak terbutakan, tapi tidak saat air mata laki-laki berambut cokelat itu mulai membasahi sisi wajahnya yang memucat.
seungmin menangkap kalimatnya dengan cara yang berbeda dan benar-benar salah, sampai pada tahap hal-hal sensitif yang tidak seharusnya terucap menjadi ikut larut dalam perdebatan.
sunwoo terkejut saat seungmin bersiap untuk pergi. ia buru-buru menahan temannya sebelum hari ini menjadi salah satu hari terburuk dalam sejarah persahabatan mereka.
"seungmin bukan itu maksud g--"
"i don't deserve to be loved so that's why my parents left me out, isn't it?!" sela seungmin, bentakannya membuat udara dingin di sekitar mereka menguap menjadi abu. "iya, bener emang. lo nggak usah jelasin lagi, gue udah sangat-sangat ngerti dan tahu diri gimana nggak berartinya gue, bahkan di mata orangtua gue sendiri. fuck off, kim sunwoo."
"wait, i didn't mean to--SEUNGMIN!"
sunwoo hanya bisa mengerang dan mengacak rambutnya pasrah saat seungmin membanting pintu rumahnya dari luar, pergi begitu saja tanpa sempat ia menjelaskan lebih jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝙥𝙧𝙚𝙩𝙩𝙮 𝙥𝙖𝙥𝙚𝙧𝙬𝙤𝙧𝙠
Fanfictionmr. hwang is insufferably annoying and seungmin's never be able to get rid of it. ©2018