Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
-
maaf sebelumnya aku ngetik ini sambil ngantuk wkwk sorry for the typos and any other errors
-
“giliran kita habis ini.”
si laki-laki berjas yang keadaan kemejanya sudah tidak karuan itu menoleh kepada sumber suara alias wanita surai hitam yang duduk di sebelahnya.
menghela napas, hwang hyunjin tidak bisa melakukan apapun selain mengangguk pelan.
netranya meminggir, melirik kilas siyeon yang menyandarkan punggung ke kursi tunggu klinik ibu dan anak yang sudah direncanakan untuk mereka datangi sejak beberapa hari lalu.
hyunjin harus mengaku ia sempat menghindar acap kali siyeon menagih janjinya menemani untuk memeriksa kandungan. pekerjaan di kampus tidak berhenti mengejar, membuat kepenatannya menjadi berlipat ganda mengingat seungmin sudah tidak pernah menginjak lantai apartemen mereka hampir seminggu lamanya.
banyak sekali yang berlalu-lalang di dalam kepala hyunjin. ia kembali ingin kabur, jika saja tidak diingatkan oleh nurani bahwa dirinya merupakan seorang pria dewasa yang memiliki setumpuk tanggung jawab atas perbuatan yang sudah dilakukan.
hyunjin ingin menjernihkan pikirannya sedikit demi sedikit, bersamaan dengan menyelesaikan satu beban besar yang tengah menghadang di depan mata.
“kapan gue harus ke rumah lo buat nemuin papa?” celetuk hyunjin di tengah keheningan yang tidak canggung namun juga tidak nyaman.
atensi siyeon alih dari apapun yang tengah ia lamunkan. gadis itu menengok sebentar, hanya untuk kembali menatap kosong ke arah depan.
“lo sendiri ngerti orangtua gue nggak pernah peduli.” cicit siyeon, jemarinya bergelut satu sama lain di atas pangkuan. “terakhir gue pulang, pas gue wisuda kuliah.”
hyunjin tidak terkejut. ia pernah menjadi kekasih siyeon, pernah menjalin relasi sedekat nadi dengannya. semua keluh kesah selalu siyeon sampaikan tanpa absen. mereka sama-sama terbuka, dan entah kenapa mengingatnya membuat hati hyunjin menghangat.
masa-masa dahulu memang indah, tapi hyunjin tetap punya prinsip.
siyeon udah bekas. nggak boleh diambil lagi.
entah berapa banyak perempuan maupun laki-laki yang sudah singgah, tapi sekali hubungan mereka putus maka hyunjin tidak akan pernah mau untuk berbalik. sama saja dengan memunguti sampah yang sudah ia buang.
sayangnya, keadaan kali ini tidak membiarkannya teguh pada pendirian itu. keteledoran kecilnya berdampak besar, seolah menjadi bumerang dan memberinya karma atas tingkah laku selama ini.
“siyeon.” panggil hyunjin kemudian. “gue tau ini telat banget, tapi gue minta maaf.”
sebaris kalimat yang diujar lirih itu mau tidak mau menyita fokus si wanita park lagi. ia kini menengok, mencoba menghargai kata-kata hyunjin selanjutnya.