seungmin tersentak kecil kala sunwoo membanting pintu mobilnya keras-keras dari jok penumpang bagian depan.
mereka pulang dari rumah jinyoung setelah sesi penceritaan akbar tentang seungmin dan hyunjin yang sudah berbaikan, dan apa saja yang sebenarnya terjadi.
sunwoo bersikeras untuk tidak ikut seungmin pulang, tapi jinyoung bilang orangtuanya akan segera sampai di rumah. ia baru akan mencegat bis di halte terdekat tapi ternyata hujan lebih dulu turun.
dari sekali lirik saja, sudah dapat disimpulkan bahwa kim sunwoo tengah dalam suasana hati yang sangat buruk.
seungmin menghela napas. mulai menjalankan si kendaraan beroda empat, sembari membuka konversasi empat mata yang tidak bisa diumbar begitu saja dengan jinyoung.
mereka bertiga bersahabat, jelas. menghabiskan sebagian besar waktu juga selalu dengan tiga kepala yang sama. namun entah kenapa seungmin maupun sunwoo merasa ada intimasi yang berbeda acap kali dialog hanya digelar untuk berdua.
seungmin tidak akan banyak mengelak atau mengejek sunwoo seperti jika jinyoung ada untuk menyaksikan. sementara sunwoo sendiri, nada bicaranya jauh lebih serius dan mengintimidasi setiap hanya berhadapan dengan seungmin.
semua terjadi begitu natural, mereka berdua sama-sama larut. seungmin tidak pernah keberatan, tapi jika boleh jujur sunwoo sangat benci situasi seperti ini.
rasanya ingin tidak pernah mengenal seungmin saja sejak awal, karena ia tahu dirinya yang selalu menjadi satu-satunya pihak yang berdebar lebih keras, mencoba ingin melindungi dan memahami yang lain, dan menaruh perasaan lebih pada debat-debat berintonasi tinggi mereka.
sunwoo membenci seungmin yang sudah membuat akal sehatnya berhamburan tidak karuan. tapi di sisi lain ia tidak bisa meninggalkannya begitu saja, sama artinya dengan membiarkan seungmin disakiti oleh semua orang.
"deja vu rasanya." celetuk sunwoo, di tengah keheningan yang hanya diisi suara gemericik hujan dan gemuruh kecil.
seungmin menoleh cepat, lantaran ia adalah yang ingin memulai konversasi duluan namun bimbang untuk merangkai kata-kata, alih-alih sunwoo menyambar kesempatan duluan.
"maksud lo?" tanya seungmin, benar tidak mengerti jalur kalimat sunwoo barusan.
yang tidak menyetir menghela napas berat, seolah hidupnya tengah dihadapkan di ujung tanduk. ia memalingkan muka ke jendela, entah apa yang bisa dilihat dengan kaca yang buram dialiri air hujan.
"rasanya kayak pas lo sama felix. lo maafin dia lagi, dan lagi. gitu terus sampai lo sendiri yang sakit hati. sementara dia oke-oke aja, udah nyari pengganti lo."
ujaran sunwoo menusuk hati, terutama jika objek di sampingnya adalah topik utama yang menjadi kejengkelan di setiap sela spasinya.
seungmin tidak tahu harus merespon apa kendati emosinya sedikit berbuncah. sunwoo melanjutkan keluhannya.
"lo kenapa sih gampang banget maafin orang? lo tau nggak, dengan gampangnya lo mengampuni mereka, sama aja lo mau kelihatan lemah. kalau udah gini, lo yakin emang hyunjin nggak bakal bohongin lo lagi? yakin dia nggak bakal main sama cewek lagi?" tutur sunwoo, nadanya naik sedikit. "kalau gue jadi lo, gue udah tinggalin dia, pergi dari apartemen, pindah kampus sekalian kalau bisa."
pegangan jemari seungmin pada kemudi menguat, giginya bergemeretak secara tidak sadar. netranya menatap kuat ke jalanan, meski isi kepala melayang kemana-mana.
sunwoo dan segala kata-kata gamblangnya. laki-laki itu sekeras batu, dan membalasnya dengan hal sama tidak akan membantu.
seungmin menarik napas selama beberapa detik, memadamkan api kecil yang memuncak di ubun-ubun sebelum merespon perkataan sunwoo.
"woo, prinsip orang tuh beda-beda. mungkin lo bakal langsung ninggalin orang kalau dia buat salah sama lo, karena lo bukan tipe yang percaya sama kesempatan kedua. oke, gue respect itu, karena lo orang yang keras. maksa diri buat nerima orang lain lagi juga nggak bakal cocok buat lo."
"tapi bukan berarti lo bisa maksa orang lain buat jadi kayak gitu. jalan pikir gue beda. gue tau semakin sering gue ngalah, semakin besar kesempatan buat disakitin. tapi gue berani ngambil resiko itu, karena gue yakin tiap kali gue disakitin, maka gue akan jadi pribadi yang lebih kuat."
"mungkin di mata lo gue orang yang lemah, tapi cuma gue yang bisa ngerasain gimana kuatnya mental gue setiap orang berbuat jahat ke gue. gue emang nangis, dan lo juga yang lihat semua. tapi luka di hati gue langsung sembuh saat itu juga."
paragraf-paragraf panjang itu diulas dengan tenang, tanpa amarah. meski sunwoo mendengarnya sebagai serangan balik, tapi seungmin menganggapnya sebagai diskusi kecil.
mereka berdua seperti dua kutub yang sangat berbeda. seungmin sering bilang itulah alasan mereka selalu cocok dan cenderung melengkapi satu sama lain. sunwoo selalu menyangkalnya, mengatakan bahwa prinsip hidupnya terlalu keras untuk diterima oleh si bocah kim yang lain.
hari ini kata-kata seungmin menjelaskan, bagaimana ia tidak pernah memprotes apapun yang dilakukan sunwoo. jika laki-laki itu marah, maka seungmin akan menerimanya dengan lapang dada. ia tidak pernah menyuruh sunwoo untuk meredam emosi, karena itu adalah caranya untuk hidup dan menyelesaikan masalah.
seungmin jauh berbeda. ia mungkin terlihat rapuh di luar, tapi seiring hari ia lebih mudah untuk melupakan sakit yang dibalurkan orang kepadanya. ia hidup dengan lebih baik setelah orang meninggalkannya, karena ia hanya melihat itu sebagai pembelajaran.
"lo punya cara hidup yang beda dari gue, nggak apa-apa. yang nggak boleh adalah lo maksa gue buat ngikutin cara lo juga." sambung seungmin.
sunwoo tidak bisa langsung menjawab. ia menelan mentah-mentah apa yang dikatakan seungmin, batinnya memberontak tapi ada hal lain yang sangat ingin ia sampaikan sebelum semuanya terlambat.
"gue cuma nggak mau lihat lo nangis."
di luar dingin, tapi suara sunwoo penuh kehangatan ketika ia mengatakannya. terlalu halus untuk ukuran kim sunwoo, hingga hati seungmin melebur dibuatnya.
kedua laki-laki itu masih tidak menatap manik satu sama lain, tapi siapapun tahu mereka sama-sama larut dalam keheningan yang menyuarakan kasih sayang.
"setiap lo disakitin sama orang lo nangis ke gue, dan gue muak ngelihat itu. gue nggak tega, karena lo nggak pantes buat disakitin." lanjut sunwoo.
seungmin masih terdiam. ia membelokkan mobil ke gang deretan rumah sunwoo, dengan sengaja memelankan laju untuk memberi lebih banyak waktu bagi konversasi mereka.
"gue nggak tau apa lo ngerti gue, tapi yang jelas gue sayang sama lo. lo sahabat gue. lo orang penting di hidup gue." tutur sunwoo lagi. "mungkin cara gue emang salah, tapi gue harap lo ngerti maksud gue apa."
mobil berhenti tepat di depan pagar rumah sunwoo. banyak sekali pertanyaan yang mengendap di benak seungmin kala itu, tapi si pemilik rumah sudah terlebih dahulu membuka pintu di sampingnya.
"di belakang ada payung—"
"nggak usah."
sunwoo memotong ketika seungmin menawarinya payung, membuat si pemilik mobil tidak lagi bisa berkutik. segenap perasaan bersalah menyerangnya entah kenapa, ketika ia menyaksikan punggung basah sunwoo pergi berlari menjauh.
semuanya menjadi abu-abu bagi seungmin. kendati sunwoo tidak mengatakannya secara tersurat, tapi sorot matanya mengatakan sesuatu.
sesuatu tentang perasaan berlebihnya. yang seungmin tidak pernah ingin pikirkan lebih jauh.
ia menghela napas, membuang semua pikiran aneh yang menyambangi. berpura-pura tidak menangkap maksud dari kata-kata sunwoo barusan. menyetir mobilnya menjauh, meninggalkan kim sunwoo dengan perasaan getir yang semakin hari semakin membunuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝙥𝙧𝙚𝙩𝙩𝙮 𝙥𝙖𝙥𝙚𝙧𝙬𝙤𝙧𝙠
Fanfictionmr. hwang is insufferably annoying and seungmin's never be able to get rid of it. ©2018