16 // he doesn't mind to share

2.6K 547 26
                                    

-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-

tw : absent parent

-

"makasih, pak."

setelah mobilnya berhasil keluar dari tempat parkir fakultas dan tidak lupa untuk memberi beberapa lembar uang receh pada penjaga, hyunjin menoleh kepada seungmin di sebelah kirinya.

si pemuda hwang lantas tertawa menyaksikan seungmin sibuk menyembunyikan kepala ke dalam kerah kemeja.

"kamu ngapain, sih?" gelak hyunjin, berusaha memfokuskan kedua mata kembali pada jalanan.

seungmin mendesis kesal. ia melirik suasana di luar mobil selama beberapa saat--memastikan bahwa mereka sudah keluar dari area kampus--sebelum duduk bersandar ke jok empuk mobil hyunjin, kembali ke posisi yang normal.

"pak, kenapa sih?" tanya seungmin balik, dua kakinya tidak berhenti bergerak acak saking frustasinya. "harus banget nunjukin ke semua orang kalo kita tinggal seatap?"

kekehan hyunjin kembali menguar. dengan tangkas, ia mengambil kacamata hitamnya untuk dipakai karena sinar matahari yang begitu terik di tengah siang ini.

seungmin sempat mengernyit geli akan pemandangan hyunjin memakai kacamata hitam.

"ya emang harus banget disembunyiin?" serang hyunjin balik, tangannya melepas kemudi selama beberapa saat untuk menggulung lengan kemeja putihnya. "panas banget."

"terus apa manfaatnya buat bapak kalo disebar-sebarin kayak gitu?" rutuk seungmin lagi. "yang ada mah saya yang di-hate sama fans-fans bapak di kampus!"

"fans?"

gelak tawa hyunjin muncul lagi, membuat seungmin benar-benar ingin memukul kepalanya jika saja status mereka tidak terbatasi oleh kata dosen dan mahasiswa.

"emang saya punya fans?" lanjut hyunjin, entah kenapa semakin memancing emosi laki-laki yang lebih muda ke ubun-ubun.

"tck rese emang." umpat seungmin, kedua lengan dilipat dekat ke dada. "bapak tau nggak, orang ganteng itu jadi makin ngeselin kalo sok nggak tau dirinya ganteng."

hyunjin mendadak tersenyum dari telinga ke telinga mendengar pernyataan seungmin barusan.

"oh, jadi kamu ngakuin kalo saya ganteng?" terka hyunjin, kepalanya menoleh sekilas pada seungmin hanya untuk melontar tatapan menggoda.

"what? bukan--ish bangsat."

seungmin mengadakan konser sumpah serapah di dalam kepalanya, dengan kedua tangan siap menjambak rambutnya sendiri saking frustasinya.

di sisi lain hyunjin merasa mood-nya hari ini begitu baik. ia entah kenapa banyak tersenyum, hanya dengan memikirkan seungmin dan apa yang dilakukan oleh si bocah kim seharian. hatinya menghangat secara drastis acap kali mengingat pemandangan seungmin hampir menangis karena ada suara petir di luar jendela.

hyunjin kira seungmin tidak jauh-jauh dari mahasiswa super bandel lain yang akan membuat hidupnya sebagai dosen semakin menderita. ternyata, ia hanyalah bocah berwujud koala yang suka marah-marah tanpa sebab.

kim seungmin rupanya tidak seburuk yang hyunjin bayangkan.

"kamu belom makan siang beneran?" tanya hyunjin kemudian. "soalnya saya sebenernya nggak pingin ngajak makan siang, sih. saya pengen ngobrol aja sama kamu. ada yang bikin saya penasaran."

manik seungmin lagi-lagi memicing saat hyunjin mengaku. sudah ia duga, pasti ada udang di balik batu. untuk apa juga hyunjin berbaik hati mengajaknya makan siang tiba-tiba?

"saya nggak nafsu makan lihat bapak." jawab seungmin serampangan, kepedulian terhadap bagaimana image-nya di depan hyunjin sudah menjadi nol persen. "ngobrol apa? kan ntar di apartemen juga ketemu. pake ngajak keluar segala."

seungmin resmi menekuk mukanya. hyunjin meliriknya sekilas, dan menyadari bahwa jalan-jalan di siang hari dengan terik matahari yang menyengat adalah salah satu hal yang dibencinya.

entah sejak kapan hyunjin menghitung, tapi ia mulai hafal akan kebiasaan serta preferensi seungmin.

"kemarin kamu nangis, lama banget. saya yang nemenin kamu selama hampir dua jam. tapi saya nggak tau penyebabnya." ungkap hyunjin tanpa basa-basi, membuat seungmin harus merutuk lagi karena diingatkan oleh kebodohannya yang lain. "well, mind to share?"

ada keheningan yang mengudara selama beberapa saat. lidah seungmin mendadak kelu, tidak tahu harus menjawab apa.

"nggak kenapa-napa, cuma bertengkar sama sunwoo. kayak biasa."

alis hyunjin naik sebelah. "beneran cuma berantem sama temen? nangisnya lama banget, tapi."

seungmin mendesis kesal. "beneran! udah dijawab juga nggak percaya."

"setiap berantem kamu nangis kayak gitu? ah, iya ya, tadi kata temen kamu, kamu cengeng."

"PAK STOP."

seungmin memprotes apapun yang keluar dari mulut hyunjin, sementara hyunjin lanjut terkekeh. menggoda seungmin perlahan menjadi rutinitas yang ia suka berhubung respon yang diberikan tidak pernah mengecewakan.

hyunjin harus mengakui, bahwa seungmin yang merajuk mungkin mulai menjadi pemandangan favoritnya. ia tidak bisa menahan diri untuk tidak berkata bahwa seungmin itu lucu.

"then tell me the truth, won't you?" pinta hyunjin, kuriositasnya naik beberapa tingkat lantaran seungmin tidak langsung menjawab jujur.

yang diberi pertanyaan menunduk, jarinya bergelut satu sama lain di atas pangkuan. urat keraguannya terlalu mendominasi.

"maaf, pak. it's kinda my privacy." gumam seungmin lirih, volume suara hampir kalah oleh bunyi air conditioner yang dinyalakan maksimal.

laki-laki yang lebih tua mengangguk penuh pengertian, tidak berniat untuk memaksa si flatmate untuk membeberkan rahasianya.

"it's okay." ujarnya mantap. "tapi kamu mau nggak temenin saya ke suatu tempat? i'm running out of time, lupa terus mau mampir kesana."

"hm," seungmin berpikir sejenak, mendadak merasa tidak enak karena terlalu banyak berhutang budi pada hyunjin. "b-boleh, pak."

hyunjin menyunggingkan senyum, memutar kemudinya untuk membuat mobil berbelok ke sebuah tempat yang berhasil menimbulkan sepercik keterkejutan dari si bocah kim.

"m-mau ngapain, pak?" tanya seungmin perlahan, takut menyinggung perasaan si dosen muda.

"ketemu orangtua saya." jawab hyunjin kemudian, rautnya sama sekali tidak menunjukkan kesenduan.

manik seungmin kembali melebar. sekali lagi ia menoleh ke sekitar untuk memastikan ia tidak salah baca bahwa tulisan besar di pagar tadi terbaca sebagai 'pemakaman'.

𝙥𝙧𝙚𝙩𝙩𝙮 𝙥𝙖𝙥𝙚𝙧𝙬𝙤𝙧𝙠Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang