07# Kencan Pertama

28.6K 1.8K 84
                                    

_jikalau ibu adalah orang yang melahirkan kita, apakah salah ketika aku menyayangi mereka laksana seorang ibu yang telah melahirkannya_

🌼🌼🌼

"Come on Dad. I'm waiting it in a very longer time," rengek Hanif.

"Not today, Dude. Dad take an operation in hospital, promise as soon as possible, Ok?"

"Finish your breakfast soon. Dad has to go to hospital now and both of you have to arrive at school before the lesson started." Kata Ibnu mengakhiri sarapannya.

Perkataan Ibnu adalah perintah untuk kedua putranya. Sejak semalam, Hanif memang merengek mengajak Ibnu untuk menemani menonton film yang telah ditunggunya sejak lama. Rengekan Hanif tentu saja mendapat persetujuan dari Hafizh, karena film yang mereka tonton adalah film animasi persahabatan Ralph dan Venellope.

"Oma, I go to school." Pamit Hafizh.

"Pake Bahasa Indonesia to, Le. Oma khawatir nanti kamu nggak punya teman di sekolah kalau pake Bahasa Inggris terus," kata ummi Fatimah memberikan tangan kanan untuk dicium Hafizh sambil mengelus kepala cucunya.

"We will try it, Oma. Assalamualaikum." Susul Hanif.

"Ajari anakmu Ib, di sini hanya kota kecil. Sekolah mereka juga bukan sekolah internasional lagi." Pesan ummi Fatimah kepada menantunya.

"Nggih Ummi, Ibnu berusaha yang terbaik untuk mereka," ucap Ibnu sambil salaman dan mencium tangan kanan ummi Fatimah.

Dilain sisi, Qiyya masih bergelut dengan nota-nota yang harus diselesaikan untuk pengiriman pesanan pakaian hari ini. Semenjak resign dari pekerjaannya, Qiyya memang membantu ibunya untuk mengurus konveksi dan jasa penjahitan baju.

'Finally, well done. Alhamdulillah.' lirih suara Qiyya sambil melepas kacamata.

"Qi, ayo sarapan dulu. Semua sudah siap." Teriak Kartika dari dapur.

"Qiyya syaum Bu, kalian sarapan dulu. Qiyya mau mandi."

"Eh iya Bu, mbak Qiyya puasa hari ini. Kemarin soalnya Zurra lihat mbak Qiyya makan siang." Jawab Zurra dan sarapan pagi pun akhirnya dimulai tanpa ada Qiyya.

"Masih rutin syaum daud Qiyya, Bu?" tanya Abdullah.

"Oh iya, Ibu lupa. Alhamdulillah iya Yah. Inshaallah semenjak dua tahun yang lalu Qiyya rutin kembali puasa daud." Jawab Kartika sambil tersenyum.

"Masyaallah mbak Qiyya." Kata Aira meneteskan air matanya.

Selesai mandi dan berpakaian rapi Qiyya berjalan menuju ruang makan keluarga.

"Loh Dik, kok nangis ada apa ini?" tanya Qiyya kepada Aira.

"Ayah, Ibu, sebenarnya ini sangat mengganggu Aira akhir-akhir ini." Kata Aira diantara isakannya.

"Ono opo to cah ayu, coba crito o ro Ayah." Kata Abdullah dengan logat jawa Blitar yang medok. Semua diam menunggu Aira kembali bersuara. Namun yang ditunggu bersuara hanya diam menunduk.

"Kamu ngelakuin salah Dik, cerita sama mbak Qiyya." Tanya Qiyya memecah keheningan.

Aira menegakkan kepala dan mengambil nafas dalam dalam. "Aira nggak tahu ini salah atau tidak. Aira ingin berubah."

"Seperti Power Rangers aja Dik, berubah." Kata Zurra menghilangkan kekakuan tapi malah dapat pelototan dari ibunya.

"Mas Zurra___Aira ingin seperti mbak Qiyya, Aira ingin berhijrah, Aira ingin menjadi anak perempuan ayah dan ibu yang lembut. Aira__Aira__mohon untuk dibantu dan dibimbing untuk itu, Mbak Qiyya mau kan membimbing Aira?" jawab Aira.

KHITBAH KEDUA [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang