This is part of their story
-- happy reading --
"Sayang, dengarkan aku ____" kata Qiyya menyusul langkah Ibnu.Perasaan Qiyya semakin tidak karuan manakala mengetahui Ibnu mendengar panggilannya namun mengabaikan semuanya.
Segera meminta anak-anaknya untuk kembali ke parkiran dan segera pulang ke Blitar.
Tidak ada perbincangan. Hanif juga sepertinya enggan untuk menceritakan kejanggalan yang dialami sewaktu ia berusaha untuk memberitahu Qiyya melalui gawai mantan suami dari bundanya tercinta. Bukan karena Hanif tidak ingin berbicara, hanya dia takut salah tempat dan waktu untuk berbicara yang menyebabkan kedua orang tuanya akan bertengkar dengan hebat. Karena Hanif tahu jika dia menceritakan yang sebenarnya, bisa dipastikan bahwa om Andrian yang ditemuinya itu tidak akan bisa tersenyum lagi di depan mereka.
Sekali lagi Ibnu hanya fokus dengan jalanan yang ada di depannya.
Dan Qiyya, malam ini benar benar perjalanan antar kota yang begitu mencekam untuknya.
'Allah, dosa apa yang telah aku perbuat hingga lelaki halalku mencemburuiku dengan begitu indahnya? Ataukah ini adalah teguranmu supaya kami lebih mendekatkan diri lagi kepadaMu' lirih muhasabah diri dalam hati Qiyya.
Kehidupan itu ibarat air sungai yang selalu mengalir dari hulu menuju hilir kemudian bermuara ke laut. Tidak akan pernah kembali.
Seperti kata Ali bin Abi Thalib dalam quotes indahnya. 'Betapa bodohnya manusia, dia menghancurkan masa kini sambil mengkhawatirkan masa depan, tetapi menangis di masa depan dengan mengingat masa lalunya.'
Qiyya menggeleng perlahan, belum siap rasanya melalui hari tanpa sikap hangat suami tercintanya.
"Astaghfirullah, astaghfirullah, astaghfirullah. Beri aku jalanMu ya Rabb." Lirih Qiyya beristighfar sebelum memejamkan matanya.
Hingga sebuah tangan mengguncang tubuhnya dan membuatnya kembali terjaga.
"Bunda ayo bangun, kita sudah sampai rumah." Suara Hawwaiz tiba-tiba terdengar nyaring di samping telinganya. Bocah kecil 5 tahun itu dengan tiba-tiba menciumi wajah Qiyya supaya segera bangun dan turun dari mobil.
"Hmmmmm, sudah sampe rumah ya Dek. Maaf bunda ketiduran. Loh daddy dimana?" tanya Qiyya.
"Sudah turun trus langsung masuk rumah, makanya bunda cepetan bangun nanti di mobil sendirian loh." Dilihat jok di sampingnya memang sudah tertutup dan belakang sudah tidak ada orang itu artinya Hafizh dan si kembar juga sudah turun.
Saat Qiyya memeriksa bagasi, sudah kosong melompong. Bi Marni pasti sudah memasukkannya ke dalam rumah. Itu artinya Qiyya terlalu lama tidur di dalam mobil dan kali ini bukan Ibnu yang membangunkannya. Biasanya meski anak mereka yang membangunkan, suaminya itu pasti masih disana. Setidaknya menunggu sampai Qiyya membuka mata baru meninggalkannya. Namun kali ini rasanya memang sangat janggal. 'Semua gara gara, Andrian' keluh Qiyya dalam hati.
Saat berada di dalam kamar pun Ibnu hanya sekilas memandang Qiyya kemudian berlalu keluar dan mengingatkan seluruh anak anaknya untuk segera menyiapkan buku buku sekolah mereka untuk besok. Kebiasaan yang biasa dilakukan oleh Qiyya.
Sepertinya memang benar benar marah. Padahal Qiyya juga tidak tahu menahu perihal Andrian yang menelponnya atau apalah itu namanya.
"Mas Ibnu ___?"
"Hmmmm," jawab Ibnu masih fokus dengan gawai yang ada di tangan kanannya. Beberapa jam gawai itu mati membuat Ibnu menerima pesan menumpuk dan mengharuskan untuk menjawab satu persatu dengan cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
KHITBAH KEDUA [Telah Terbit]
RomanceYa Illahi Rabb, izinkan seorang ikhwan berdiri disampingku, memimpinku kala keningku menyentuh bumi mengagungkan namaMu, menjadi jalan tolku menuju jannahMu, dan menyempurnakan separuh agamaku kembali ~~ Adz Qiyyara Zaffran. Ya Illahi Rabb, izinkan...