🍄|| Serial Erlando & Aira #08

17.2K 1.2K 212
                                    

This is part of their story
-- happy reading --

#Khumaira Zaffran

Di sinilah aku sekarang, menimang Elram bersama ketiga sepupu kecilnya. Ya, hari ini memang aku sengaja ingin bertemu dan berbicara banyak dengan motivator kesayangan. Siapa lagi kalau bukan kakak perempuan tercintaku.

"Ada apa? Sepertinya penting banget sampe harus empat mata dengan mbak?" tanya bundanya si kembar ini sambil mengusap pundakku dengan lembut.

"Mbak___" aku masih berpikir darimana harus memulai ceritaku. Tidak bisa kupungkiri aku merasakan ketakutan yang sangat luar biasa. Salah-salah aku bicara, kakakku satu ini pasti akan benar-benar menghujatku, apalagi para readers yang setia menunggu kisahku. Mereka pasti menghujatku habis-habisan jika aku berpaling dari lelaki halalku.

"Ada apa? Kalian baik-baik saja kan? Kamu tidak lagi berantem dengan Erland." Tanya mbak Qiyya ketika Elram sudah asyik bermain dengan ketiga sepupunya.

"Hmmmm, aku__aku bertemu dengan Wildan___"

"Wildan?" tanya mbak Qiyya dengan nada tinggi.

"Iya, Wildan Syafaraz. Lelaki yang pernah mengajak mbak Qi ta'aruf dan juga lelaki yang pernah aku sebut dalam doaku." Jawabku dengan takut menatap wajah kakakku.

Mbak Qiyya tidak menanggapi, justru kini dia kembali sibuk dengan pakaian anak-anaknya yang baru dia angkat dari jemuran.

"Mbak____"

"Hmmmm?"

"Jangan marah dulu. Aku belum cerita."

"Dek, mencintai itu fitrah dan pernikahan adalah sumpah. Sumpah kita dihadapan Allah, lalu apa yang harus kita risaukan dengan janji janji Allah? Adakah yang lebih indah dari kita mencintai selain keluarga kita?" jawaban mbak Qiyya memang sangat menyentuh relung hati terdalamku. Bukan seperti itu maksudku.

"Istrinya telah meninggal dan anak mereka kini sedang sakit."

"Lalu?"

"Dulu, ya dulu aku memang memiliki rasa dengan Wildan. Tetapi kini rasa itu sepertinya telah terhapus dengan adanya mas Erland di sisiku. Tidak ada sesuatu yang pantas aku bandingkan. Karena mereka bukan barang yang bisa dibandingkan."

Mbak Qiyya menghembuskan napas dengan kasar di depanku. Aku cukup mengetahui jika kakakku itu kini memang kurang sependapat dengan pemikiranku.

"Kamu tahu itu, lantas?"

"Aku hanya melihat Aira. Dia masih kecil dan sebagai seorang dokter dan seorang ibu naluriku_" kata kataku langsung dipotong dengan tegas oleh kakakku

"Ceritakanlah dengan Erland, dia juga seorang dokter. Mba rasa dia pasti sangat mengerti akan keinginan dan keputusanmu. Jangan pernah membuat kesalahan yang akan membuatmu menyesal seumur hidupmu"

"Tapi___, aku takut jika mas Erland justru memandang lain padaku Mbak."

"Dik, Erland bukan lelaki seperti itu. Kamu istrinya, harusnya kamu lebih tahu dibanding mbakmu ini. Sama seperti mbak akan lebih memahami mas Ibnu dibanding yang lain. Karena dia adalah suami dan ayah dari anak-anak mbak." Jawab mbakku membuat hatiku sepakat untuk bercerita kepada suami tercintaku.

Mengingat dengan benar bagaimana sikap mas Ibnu ketika mantan suami mbak Qi yang dengan semena-mena datang kembali memberikan penawaran dan akhirnya justru mendukung pilihan kakakku yang menyerahkan semua harta yang dia miliki kepada mantan suami yang yang apa masih bisa disebut sebagai manusia, aku rasa tidak. Dia seperti jelmaan iblis nan bengis.

Lihat siapa yang bahagia? Kakakku kini telah tertawa bersama keluarga barunya.

Suara mobil yang berhenti di carport rumah kakakku menghentikan percakapanku dengannya. Ya, kakak iparku telah tiba dan tentunya mbakku tercinta ini menyambut kedatangan suaminya dengan penuh cinta dan kehangatan. Tidak ada yang berubah dari mas Ibnu. Dingin di luar tetapi sangat hangat ketika bercengkerama bersama keluarganya.

KHITBAH KEDUA [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang